Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria adalah terdakwa kasus obstruction of justice atau perintangan proses penyidikan terkait perkara dugaan pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Sebelum mendengar keterangan dari Aryanto, hakim ketua Ahmad Suhel terlebih dahulu membuka persidangan terhadap dua terdakwa tersebut.
“Sidang dengan terdakwa Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria dibuka dan terbuka untuk umum,” kata hakim Suhel dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (10/11/2022).
Hakim lantas menanyakan kondisi kesehatan dua terdakwa tersebut sebelum mendengarkan saksi.
Kemudian, hakim Suhel meminta jaksa untuk menghadirkan saksi yang telah dijadwalkan untuk memberikan keterangan.
“Ada berapa saksi yang dihadirkan?” tanya hakim.
Jaksa kemudian menjelaskan bahwa rencananya ada empat orang saksi yang bakal dihadirkan. Tetapi, hingga sidang akan dimulai, hanya satu saksi yang datang.
“Sebetulnya kami sudah memanggil empat orang saksi untuk jam 9 pagi cuma yang datang sampai jam 10 ini baru satu orang yang mulia,” kata jaksa.
Hakim kemudian mempersilakan jaksa untuk menghadirkan saksi Ariyanto untuk memberikan kesaksian di muka persidangan.
Diketahui, Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria didakwa jaksa telah melakukan perintangan proses penyidikan pengusutan kematian Brigadir J bersama-sama dengan Ferdy Sambo, Irfan Widyanto, Arif Rahman, Baiquni Wibowo dan Chuck Putranto.
Tujuh terdakwa dalam kasus ini dijerat Pasal 49 jo Pasal 33 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Jaksa menyebutkan, enam terdakwa menuruti perintah Ferdy Sambo yang kala itu menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri untuk menghapus CCTV di tempat kejadian perkara (TKP) lokasi Brigadir J tewas.
“Perbuatan terdakwa mengganggu sistem elektronik dan/atau mengakibatkan sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya,” ujar jaksa membacakan surat dakwaan dalam sidang di PN Jakarta Selatan, Rabu (19/10/2022).
“Para terdakwa sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik orang lain atau milik publik,” kata jaksa.
Selain itu, sejumlah anggota polisi yang kala itu merupakan anak buah Sambo juga dijerat dengan Pasal 221 Ayat (1) ke-2 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
“Para terdakwa turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja menghancurkan, merusak, membikin tak dapat dipakai, menghilangkan barang-barang yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan sesuatu di muka penguasa yang berwenang,” ujar jaksa.
Jaksa memaparkan, perintangan proses penyidikan itu diawali adanya peristiwa pembunuhan berencana terhadap Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli 2022.
Akibat kejadian di rumah Dinas itu, Ferdy Sambo menghubungi Hendra Kurniawan yang merupakan anak buahnya untuk datang ke rumah dinasnya dengan niat menutupi fakta yang sebenarnya.
Berdasarkan dakwaan yang dibacakan jaksa, Sambo lantas merekayasa cerita bahwa terjadi tembak menembak antara Richard Eliezer atau Bharada E dengan Brigadir J di rumah dinasnya yang menyebabkan Brigadir J tewas.
Singkatnya, Ferdy Sambo memerintahkan anak buahnya untuk segera menghapus dan memusnahkan semua temuan bukti CCTV yang dipasang di lingkungan Kompleks Polri, Duren Tiga, setelah pembunuhan Brigadir J.
https://nasional.kompas.com/read/2022/11/10/11223241/sidang-hendra-kurniawan-dan-agus-nurpatria-phl-propam-polri-jadi-saksi