JAKARTA, KOMPAS.com - Pengacara Brigjen Hendra Kurniawan, Henry Yosodiningrat, menyebutkan, kliennya dan lima terdakwa obstruction of justice tak tahu bahwa Ferdy Sambo merekayasa kasus kematian Brigadir Yosua di awal terungkapnya perkara ini.
Belakangan, kata Henry, Sambo telah mengakui dirinya merekayasa kasus sehingga berharap para anak buahnya tak dihukum.
"Saya pernah berkomunikasi dengan Ferdy Sambo, saya tanyakan, 'apa yang Anda ceritakan kepada Hendra (Brigjen Hendra Kurniawan), kepada Agus (Kombes Agus Nurpatria), apakah itu cerita sesuai dengan peristiwa yang sesungguhnya atau rekayasa saudara?'. Dia katakan itu rekayasa," kata Henry dalam program Satu Meja Kompas TV, Rabu (26/10/2022).
"Apakah mereka tahu bahwa itu cerita rekayasa? Dia katakan tidak," lanjut Henry mengingat percakapannya dengan Sambo.
Kepada Henry, Sambo pun sudah mengakui dirinya bersalah karena sempat berkata tidak jujur soal kematian Brigadir Yosua di depan para anak buahnya.
Oleh karenanya, kata dia, mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) itu berjanji untuk bertanggung jawab dalam kasus ini dan berharap hukuman dialihkan ke dirinya.
"Oleh karena itu saya merasa bersalah, saya merasa berdosa, saya merasa bertanggung jawab, saya ambil alih kesalahan mereka dan saya sudah nyatakan orang-orang ini tidak pantas untuk dihukum, dia (Ferdy Sambo) bilang," ucap Henry menirukan perkataan Sambo.
Henry juga berkata bahwa kliennya menuruti perintah Sambo untuk mengganti dan merusak rekaman CCTV karena awalnya mengira baku tembak antara Brigadir Yosua dengan Richard Eliezer atau Bharada E benar adanya.
Seandainya tahu bahwa banyak kebohongan dalam kasus ini termasuk soal pelecehan Yosua terhadap Putri Candrawathi, kata Henry, kliennya tak akan menuruti perintah Sambo.
"Kalau saja tahu itu rekayasa, sudah barang tentu tidak mereka lakukan," kata dia.
Henry pun berharap, ini bakal menjadi pertimbangan hakim di persidangan dalam mengadili para anak buah Sambo yang terjerat perkara obstruction of justice.
Adapun kasus obstruction of justice kematian Brigarir Yosua menjerat tujuh orang polisi, salah satunya Ferdy Sambo yang belakangan sudah dipecat sebagai Kadiv Propam Polri.
Lalu, enam orang lainnya yakni Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif Rachman Arifin, Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, dan AKP Irfan Widyanto.
Para terdakwa disebut merusak sejumlah barang bukti pembunuhan Brigadir Yosua, seperti mengganti, memindahkan, dan merusak rekaman CCTV di sekitar lokasi penembakan.
Mereka didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 KUHP.
Menurut dakwaan jaksa, pembunuhan terhadap Yosua dilatarbelakangi oleh pernyataan Putri yang mengaku telah dilecehkan oleh Yosua di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (7/7/2022).
Pengakuan yang belum diketahui kebenarannya itu lantas membuat Sambo marah hingga akhirnya menyusun strategi untuk membunuh Yosua.
Disebutkan bahwa mulanya, Sambo menyuruh Ricky Rizal atau Bripka RR menembak Yosua. Namun, Ricky menolak dan Sambo beralih memerintahkan Richard Eliezer atau Bharada E.
Brigadir Yosua dieksekusi dengan cara ditembak 2-3 kali oleh Bharada E di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022). Setelahnya, Sambo menembak kepala belakang Yosua hingga korban tewas.
Mantan jenderal bintang dua Polri itu lantas menembakkan pistol milik Yosua ke dinding-dinding untuk menciptakan narasi tembak menembak antara Brigadir J dan Bharada E yang berujung pada tewasnya Yosua.
https://nasional.kompas.com/read/2022/10/28/07480421/pengacara-brigjen-hendra-ferdy-sambo-akui-rekayasa-kematian-yosua-minta-anak