Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril mengungkapkan, kasus itu ditemukan hingga 11 Oktober 2022 sejak kasus merebak beberapa waktu lalu.
"Tambahan kasus bulan Oktober 3 anak, sehingga total 40 anak. Kasus sampai dengan tanggal 11 Oktober 2022 ini," kata Syahril saat dihubungi Kompas.com, Rabu (12/10/2022).
Syahril mengungkapkan, sejak Januari 2022, sudah terdapat 131 anak menderita gangguan ginjal akut misterius ini.
Berdasarkan pemaparan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), terdapat 35 kasus pada Agustus 2022. Kemudian, melonjak menjadi 71 kasus di bulan September 2022.
"(40 kasus) sejak September atau sejak kasusnya merebak. Kalau yang 131 (kasus) itu sejak Januari 2022," ucap Syahril.
Dia mengungkapkan, penyebab pasti kasus gangguan ginjal akut ini belum diketahui. Namun dugaan awal, kasus ini dipicu oleh konsumsi obat yang mengandung etilen glikol.
Dugaan ini merupakan hasil diskusi dengan tim dari Gambia yang mempunyai kasus serupa.
Di Gambia, sebanyak 69 anak meninggal karena kasus gagal ginjal akibat mengonsumsi obat batuk produksi India yang mengandung senyawa kimia tersebut.
Etilen glikol adalah senyawa organik tak berwarna maupun berbau, dan berkonsistensi kental seperti sirup pada suhu kamar.
Senyawa ini memiliki rasa yang manis dan kerap digunakan untuk tambahan serat pada polyester, minyak rem, kosmetik, dan pelumas.
"Kemenkes saat ini sedang koordinasi dengan expert dari WHO yang mengadakan investigasi kasus di Gambia untuk mengetahui hasil investigasinya," ungkap Syahril.
Dirjen Pelayanan Kesehatan (Yankes) pun telah menerbitkan Keputusan Dirjen Yankes nomor HK.02.92/I/3305/2022 tentang Tata Laksana dan Manajemen Klinis Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal.
Gejala yang ditimbulkan
Terdapat gejala-gejala yang muncul dari gangguan ginjal akut misterius ini, mulai dari batuk pilek hingga muntah.
Setelah penderita beberapa hari mengalami batuk, pilek, diare, muntah, dan demam, gejala selanjutnya adalah tidak bisa buang air kecil (BAK). Tidak ada air seni/urine yang muncul seperti penderita dehidrasi berat pada umumnya.
Sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi IDAI Eka Laksmi Hidayati mengatakan, mulanya, IDAI menduga kasus ini berkaitan dengan Covid-19 dan MIS-C (Multisystem Inflammatory Syndrome in Children).
Namun berdasarkan analisis kasus, beberapa penderita penyakit ini dinyatakan negatif Covid-19.
IDAI sudah mencari berbagai panel infeksi virus di dalam tubuh anak-anak dengan beragam metode pemeriksaan. Salah satu metode yang dilakukan adalah swab tenggorokan untuk memeriksa infeksi virus pada saluran pernapasan.
Pun melakukan swab rektal dari anus untuk mencari infeksi-infeksi yang oriental penyebab diare atau infeksi pencernaan. Sayangnya, pihaknya tidak menemukan jenis virus yang seragam yang menyebabkan infeksi.
"Kami masih mencari. Tapi yang jelas anak-anak ini tidak hanya mengalami gangguan pada ginjal. Saat kami melakukan pemeriksaan laboratorium dan mengamati gejala klinisnya, mereka mengalami apa yang kami sebut dengan peradangan di banyak organ," papar Eka.
https://nasional.kompas.com/read/2022/10/12/18134331/kemenkes-sejak-merebak-40-anak-derita-gangguan-ginjal-akut-misterius