Salin Artikel

Dugaan Penyimpangan Dana di ACT dan Peringatan Pemerintah

JAKARTA, KOMPAS.com - Dugaan penyimpangan pengelolaan dana sumbangan oleh lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) terungkap melalui laporan utama majalah Tempo yang berjudul "Kantong Bocor Dana Umat".

Di dalam laporan itu dipaparkan sejumlah penyimpangan yang terjadi di dalam lembaga itu.

Diduga terjadi penyalahgunaan dana sumbangan masyarakat yang dikelola ACT hingga masuk ke kantong pribadi para petinggi.

Selain itu, diduga para petinggi ACT melanggar Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan.

Hal lain yang mengejutkan adalah gaji para petinggi ACT ternyata bernilai fantastis. Dalam satu bulan, mantan Ketua ACT Ahyudin sempat mengantongi gaji sebesar Rp 250 juta.

Selain itu masih ada fasilitas lain yang didapat para petinggi ACT untuk menunjang kerja. Salah satunya kendaraan yang tergolong mewah seperti Toyota Alphard.

Akan tetapi, segala bentuk kemewahan itu harus berakhir setelah ACT mengalami kesulitan keuangan.

Selain itu juga terjadi konflik internal di ACT, yang membuat Ahyudin sebagai pendiri mengundurkan diri. Dia kemudian mendirikan lembaga baru bernama Global Moeslim Charity.

Ibnu Khajar yang saat ini menjabat Presiden ACT menggantikan Ahyudin yang mengundurkan diri tak secara tegas membantah tetapi juga tidak membenarkan terkait laporan majalah Tempo.

Menurut Ibnu, sebagian laporan tersebut berisi kebenaran, sebagian berisi isu yang dia sendiri tidak tahu bersumber dari mana.

Akan tetapi, Ibnu tidak membantah terkait gaji ratusan juta rupiah yang pernah didapat petinggi ACT beserta mobil mewah untuk fasilitas operasional.

Pada intinya, Ibnu menyebut laporan tingkah pola para petinggi ACT yang hidup mewah dengan uang donasi itu sudah mengalami perbaikan atau evaluasi sejak dia menjabat sebagai pimpinan tertinggi.

Ibnu mengatakan, lembaganya memang melakukan pemotongan sebesar 13,7 persen dari sumbangan yang diperoleh setiap tahun,

Pemotongan tersebut digunakan untuk operasional termasuk membayar gaji. Ibnu beralasan, banyaknya pemotongan yang dilakukan karena ACT bukanlah lembaga amal, melainkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

"Kami perlu sampaikan di forum ini bahwa ACT adalah lembaga kemanusiaan yang memiliki izin dari Kemensos, bukan lembaga amil zakat yang izinnya dari Baznas atau Kemenag. Jadi ini yang perlu kami sampaikan untuk memahami posisi lembaga Aksi Cepat Tanggap. ACT adalah NGO yang sudah berkiprah di 47 negara," kata Ibnu dalam jumpa pers di kantor ACT di Menara 165, Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, Senin (4/7/2022) lalu.

Sejak lama

Secara terpisah, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi (PPATK) Ivan Yustiavandana menyatakan mereka menemukan dugaan penyelewengan terkait dana organisasi Aksi Cepat Tanggap (ACT).

Dia mengatakan, penyelewengan dana itu diduga untuk kepentingan pribadi dan aktivitas terlarang.

"Ya indikasi kepentingan pribadi dan terkait dengan dugaan aktivitas terlarang," kata Ivan saat dikonfirmasi, Senin (4/7/2022).

PPATK, kata dia, sudah memberikan laporan terkait dugaan tersebut ke aparat penegak hukum, termasuk Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiterror.

Ivan mengatakan, pihaknya telah memproses dugaan tersebut sejak lama.

"Kami sudah proses sejak lama dan sudah ada hasil analisis yang kami sampaikan kepada aparat penegak hukum," ujar dia.

Kendati demikian, Ivan masih belum memberikan informasi lanjutan soal hasil penelusuran pihak PPATK.

"Namun perlu pendalaman oleh penegak hukum terkait," tuturnya.

Bisa dicabut

Kementerian Sosial (Kemensos) menyatakan, pihaknya bisa mencabut izin lembaga filantropis Aksi Cepat Tanggal (ACT) sebagai lembaga pengumpulan uang dan barang (PUB) bila terbukti melakukan penyimpangan.

Sekretaris Jenderal Kemensos Harry Hikmat mengatakan, aturan pencabutan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Sosial Nomor 8 Tahun 2021.

Dikutip dari situs resmi ACT, mereka memiliki izin PUB (Pengumpulan Uang dan Barang) dari Kementerian Sosial melalui Surat Keputusan Menteri Sosial Nomor 239/HUK-UND/2020 untuk kategori umum, dan nomor 241/HUK-UND/2020 untuk kategori Bencana.

Izin tersebut selalu diperbaharui setiap 3 (tiga) bulan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Mengacu pada ketentuan Pasal 19 huruf b, Menteri Sosial berwenang mencabut dan/atau membatalkan izin PUB yang telah dikeluarkan.

"Jika ditemukan indikasi-indikasi tersebut, Kementerian Sosial memiliki kewenangan membekukan sementara izin PUB dari ACT sampai proses ini tuntas," kata Harry dalam keterangan tertulis, Selasa (5/7/2022).

Harry menyebutkan, Kemensos dapat menunda, mencabut, dan atau membatalkan izin PUB yang telah dikeluarkan dengan beberapa alasan.

Alasan yang dimaksud, yakni untuk kepentingan umum, pelaksanaan PUB meresahkan masyarakat, terjadi penyimpangan dan pelanggaran pelaksanaan izin PUB, maupun atau menimbulkan permasalahan di masyarakat.

Kemensos juga akan memanggil pimpinan ACT untuk diperiksa oleh Inspektorat Jenderal.

Mereka berwenang melakukan pemeriksaan sesuai Permensos Nomor 8 tahun 2021 huruf b.

Tujuan pemanggilan adalah untuk mendengar keterangan terkait penyelewenangan dana donasi umat kepada ACT.

"(Kami) Akan memastikan, apakah ACT telah melakukan penyimpangan dari ketentuan, termasuk menelusuri apakah terjadi indikasi penggelapan oleh pengelola," ujar Harry.

(Penulis : Fika Nurul Ulya, Rahel Narda Chaterine | Editor : Krisiandi, Diamanty Meiliana, Bagus Santosa)

https://nasional.kompas.com/read/2022/07/05/21310011/dugaan-penyimpangan-dana-di-act-dan-peringatan-pemerintah

Terkini Lainnya

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

Nasional
Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

BrandzView
Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Nasional
Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Nasional
Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Nasional
Hasto: Di Tengah Panah 'Money Politic' dan 'Abuse of Power', PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Hasto: Di Tengah Panah "Money Politic" dan "Abuse of Power", PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Nasional
Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Nasional
Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Nasional
Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Nasional
Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Nasional
Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Nasional
PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke