JAKARTA, KOMPAS.com - Gagasan buat membentuk koalisi antara Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dinilai tepat karena keduanya dinilai bisa saling melengkapi menuju persaingan dalam pemilihan presiden (Pilpres) 2024
"Momentum PKB bersama Gerindra menjadi lebih rasional, selain ramping (tanpa harus banyak berkompromi) secara institusional, juga secara personal mampu memenuhi kebutuhan ketua umum masing-masing yang ingin maju dalam Pilpres 2024," kata Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro dalam keterangan pers, Senin (20/6/2022).
Selain itu, Agung menilai faktor ideologi membuat Gerindra yang melambangkan partai nasionalis dengan PKB yang dikenal sebagai partai yang memiliki basis pemilih santri bisa saling melengkapi.
Menurut Agung, jika massa kedua partai ini disatukan ditambah kekuatan figur Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto sebagai capres dengan menggandeng Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar sebagai cawapres, maka poros Gerindra-PKB bisa menjadi koalisi yang berpotensi memenangkan Pilpres 2024.
"Koalisi Gerindra-PKB di tahap ini memberi dampak bagi konstelasi dinamika koalisi maupun latar kompetisi yang akan berlangsung pada pemilu 2024 nanti," ucap Agung.
Partai Gerindra sampai saat ini menyatakan mengusung Prabowo
Akan tetapi, di sisi lain hubungan antara PKB dan Nahdlatul Ulama (NU) tengah mengalami gejolak. Ketua Umum Pengurus Besar NU Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya, meminta kepada seluruh partai politik tak menggunakan NU sebagai senjata untuk memperebutkan kekuasaan.
Menurut Gus Yahya, jika NU terus digunakan sebagai senjata politik, hal itu akan berdampak tak bagus bagi banyak hal.
“Jadi NU itu seluruh bangsa dan ndak boleh digunakan sebagai senjata untuk kompetisi politik. Karena kalau kita biarkan terus-terus begini, ini tidak sehat,” kata Gus Yahya di Kantor PBNU, Jakarta, Senin (23/5/2022) lalu.
Ia juga mengingatkan supaya dalam kompetisi politik tidak menggunakan politik identitas agama, termasuk identitas NU.
“Tidak boleh mengeksploitasi identitas NU untuk politik, tidak. NU ini untuk selalu bangsa,” tegas dia.
Peringatan Gus Yahya juga ditujukan bagi PKB. Walau pendiri PKB merupakan tokoh-tokoh NU, tetapi PKB bukan merupakan partai politik resmi NU secara kelembagaan.
Apalagi NU juga tidak boleh lagi terkait dengan kegiatan politik praktis sesuai hasil Muktamar ke-27 di Situbondo, Jawa Timur, pada 1984.
Sampai saat ini hanya ada 3 figur yang mendominasi posisi 3 besar elektabilitas bakal calon presiden 2024 dari riset sejumlah lembaga survei yang kredibel. Mereka adalah Prabowo Subianto, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Dari ketiga nama itu hanya Prabowo yang merupakan ketua umum partai politik.
Pada Sabtu (18/6/2022) pekan lalu, Ketua Umum PKB Abdul Muhaimin Iskandar menemui Prabowo di kediamannya di Jalan Kertanegara, IV, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Usai pertemuan, Muhaimin mengklaim dia dan Prabowo sepakat membentuk koalisi Kebangkitan Indonesia Raya.
Dalam keterangan pers yang disampaikan PKB, Prabowo menyatakan kedua partai sepakat untuk bekerja sama.
”Komunikasi antara Gerindra dan PKB berjalan dengan intensif, dan juga dengan partai-partai lain, tapi alhamdulillah kita sudah mencapai titik-titik pertemuan, titik-titik kerja sama, titik-titik kesepakatan," ujar Prabowo.
Sementara itu, Muhaimin mengatakan kesepakatan kerja sama yang sudah terjalin dengan Partai Gerindra dalam menghadapi Pemilu Serentak 2024, bisa diikuti dengan parpol lainnya.
"Moga-moga kerja sama kita ini bisa terus dilanjutkan bersama partai-partai lain untuk menuju suksesnya pilpres, suksesnya pilkada, dan susksesnya pileg di 2024. Dan kita PKB dan Gerindra, visi dan tujuan perjuangan yang sama untuk NKRI yang lebih maju, adil, dan sejahtera,” kata pria yang akrab disapa Cak Imin tersebut.
Di sisi lain, Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani tidak membenarkan soal pembentukan koalisi Kebangkitan Indonesia Raya.
Muzani mengatakan, Prabowo dan Muhaimin sepakat bekerja sama untuk Pemilu Presiden (Pilpres) 2024.
"Ya Pak Prabowo dan Pak Muhaimin sudah sepakat untuk sama-sama bekerja sama dalam Pilpres 2024," ujar Muzani saat ditemui di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (20/6/2022).
Muzani tidak menjawab secara gamblang apakah kerja sama itu berarti Gerindra berkoalisi dengan PKB atau tidak.
Dia hanya menyebut kedua pihak sekadar bekerja sama.
"PKB dan Gerindra, bersepakat untuk sama-sama bekerja sama dalam Pilpres 2024," ucap Muzani.
Selain mendekati Gerindra, PKB juga menjajaki membentuk koalisi dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) serta Partai Demokrat.
Agung mengatakan, jika PKB berkoalisi dengan Demokrat dan PKS buat mengusung calon dalam pilpres masih belum dapat memenuhi syarat ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold).
Maka dari itu, kata Agung, tepat jika PKB kemudian mendekati Gerindra supaya mereka bisa mengusung calon presiden-wakil presiden pada 2024.
Sebab dalam pemilu 2019, perolehan suara Gerindra mencapai 17.594.839 (12,57 persen). Sedangkan PKB meraih suara sebesar 13.570.097 (9,69 persen).
Jika diakumulasi, perolehan suara kedua partai itu pada Pemilu 2019 sudah cukup buat mengusung capres. Sebab, syarat partai politik untuk bisa mengusung capres menurut Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yakni minimal 20 persen kursi di DPR atau 25 persen dari suara sah nasional pada Pemilihan Legislatif sebelumnnya.
Selain itu, menurut Agung manuver politik PKB dan Gerindra menunjukkan pusat kekuasaan menjelang Pilpres mulai bergeser dari "istana" ke ketua-ketua umum partai.
"Poros Gerindra-PKB membuktikan bahwa dalam pertarungan 2024 ini Capres-Cawapres yang berasal dari jalur ketua umum masih relevan (dimensi kualitatif)," kata
"Karena mereka memiliki hak prerogatif untuk maju di luar nama-nama mentereng Capres-Cawapres versi elektabilitas lembaga survei kredibel," lanjut Agung.
https://nasional.kompas.com/read/2022/06/20/20135621/pengamat-nilai-gerindra-pkb-bisa-klik-dan-unggul-di-pilpres-2024