Namun, menurutnya, penetapan tersangka terhadap 8 orang itu masih jauh dari cukup.
“Kalau dilihat dari nama inisial-inisial itu, dugaan kami, itu masih konstruksinya pelaku lapangan,” kata Anam kepada wartawan, Jumat (25/3/2022).
“Padahal kalau dalam konteks hukum pidana, itu ada yang menyuruh melakukan, memfasilitasi, sampai ikut melakukan dan melakukan,” ujarnya.
Anam menambahkan, berdasarkan temuan Komnas HAM, pelaku dalam kasus kerangkeng manusia di Langkat amat beragam.
Para pelaku bukan hanya aktor lapangan, melainkan juga para pelaku yang menyuruh melakukan dan memfasilitasi perlakuan.
“Dugaan kami, melihat inisial-inisial itu (tersangka), itu (aktor intelektual) belum masuk,” kata dia.
Secara logika pun, lanjut Anam, kasus ini tidak mungkin hanya melibatkan aktor lapangan.
“Ini panjang, 10 tahun lebih. Tidak mungkin orang melakukan sesuatu dalam rentang waktu yang panjang itu tanpa ada fasilitas, tanpa ada yang menyuruh melakukan,” jelas Anam.
Sebelumnya diberitakan, Polda Sumut sudah menetapkan SP, HS, IS, TS, RG, JS, DP dan HG sebagai tersangka kasus kerangkeng manusia di Langkat.
Namun, hingga saat ini, delapan tersangka itu belum ditahan polisi alias masih bebas berkeliaran.
Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Hadi Wahyudi mengatakan, penetapan tersangka itu berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan Ditreskrimum Polda Sumut pada Senin (21/3/2022
Hadi mengatakan, tersangka yang menyebabkan korban meninggal dunia dalam proses tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ada sebanyak 7 orang, berinisial HS, IS, TS, RG, JS, DP dan HG.
"Pasal yang dipersangkakan, Pasal 7 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO, dengan ancaman hukuman 15 tahun ditambah sepertiga ancaman pokok," kata Hadi dikonfirmasi melalui telepon, Senin malam.
Kemudian, tersangka penampung korban TPPO ada dua orang berinisial SP dan TS.
Keduanya dikenakan Pasal 2 UU tentang Pemberantasan TPPO dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Komnas HAM dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sempat mengemukakan nama selain Terbit dan kedelapan tersangka, yang diduga terlibat kasus kerangkeng di Langkat.
Nama-nama itu di antaranya adik kandung Terbit, Sribana Perangin-angin, Ketua DPRD Langkat yang diduga ikut mengelola kerangkeng tersebut.
Disebutkan pula nama anak Terbit, Dewa Perangin-angin, Ketua Satuan Pelajar dan Mahasiswa (Sapma) Pemuda Pancasila (PP) Kabupaten Langkat, yang diduga menyiksa sejumlah penghuni kerangkeng.
Kedua lembaga juga menduga keterlibatan sejumlah polisi dan tentara.
https://nasional.kompas.com/read/2022/03/25/16230211/komnas-ham-duga-8-tersangka-kerangkeng-bupati-langkat-hanya-pelaku-lapangan