Salin Artikel

Ramai-ramai Mendukung Penghapusan Kekerasan Seksual di Kampus

JAKARTA, KOMPAS.com – Peraturan terkait mekanisme pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Kebijakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) ini muncul di tengah ketiadaan aturan hukum yang berpihak pada korban.

Apalagi, kasus kekerasan seksual, khususnya di lingkungan perguruan tinggi, makin mengkhawatirkan.

Dukungan terhadap Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi diberikan masyarakat melalui unggahan di media sosial.

Sejumlah warganet mengunggah foto diri mereka menggunakan bingkai yang bertuliskan pernyataan dukungan.

Saya Mendukung Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 disertai tagar #BersamaBerjuangMelawanKS dan #KampusMerdekaKS.

Salah satu dukungan diberikan oleh Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Tsamara Amany melalui akun Twitter-nya.

Tsamara berpandangan, isu kekerasan seksual harus menjadi perhatian. Dia mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir, kasus kekerasan seksual tidak hentinya terjadi di lingkungan kampus.

Selama ini banyak korban tidak berani bicara atas pelecehan yang dialami karena stigma sosial dan tidak ada jaminan perlindungan dari kampus.

“Permendikbud Ristek ini adalah jawaban dari persoalan yang selama ini dihadapi mahasiswi di kampus,” kata Tsamara kepada Kompas.com, Rabu (10/11/2021).

Tsamara juga mengapresiasi soal mekanisme perlindungan terhadap korban kekerasan seksual yang mengalami trauma.

Secercah harapan

Dukungan atas penghapusan kekerasan seksual di kampus juga disuarakan oleh pegiat isu hak asasi manusia (HAM) Nisrina Nadhifah.

Nisrina mengatakan, aturan ini hadir di tengah proses penyusunan rancangan undang-undang penghapusan kekerasan seksual (RUU PKS) yang tak kunjung rampung di DPR RI.

Menurut dia, permendikbud ristek seolah menjadi harapan di tengah keputusasaan masyarakat yang ingin kasus kekerasan seksual dapat ditangani secara berkeadilan dan berperspektif korban.

“Dari segi substansi atau isi permendikbud itu sendiri memang sesuai namanya, mencakup elemen pencegahan dan juga penanganan kekerasan seksual,” ucap Nisrina kepada Kompas.com, Rabu.

Hal senada diungkapkan mahasiswi pascasarjana di Jakarta, Ricka Putri (24). Dia menilai Permendikbud Ristek 30/2021 merupakan harapan di tengah kekosongan payung hukum terkait kekerasan seksual, khususnya di lingkungan kampus.

Ricka berharap, kebijakan ini dapat menolong banyak orang di lingkungan kampus yang menjadi korban kekerasan seksual untuk semakin berani bersuara memperjuangkan keadilan.

“Hal ini buat gue pribadi seperti cahaya di tengah kegelapan,” kata Ricka, saat dihubungi, Rabu.

Darurat kekerasan seksual

Sebelumnya, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengatakan, kekerasan seksual telah menjadi fenomena gunung es.

Berdasarkan data Sistem Informasi Online (Simfoni) pada Januari–Oktober 2021, terdapat 7.913 korban kekerasan terhadap perempuan, yang mana 14,5 persen di antaranya merupakan kasus kekerasan seksual.

Sementara itu, terdapat 12.262 korban kekerasan terhadap anak, di mana 53,9 persen merupakan korban kekerasan seksual.

"Perlu menjadi perhatian, jumlah tersebut adalah berdasarkan pelaporan. Sementera fenomena kekerasan apalagi kekerasan seksual seperti gunung es, yaitu jumlah yang sebenarnya dapat lebih besar lagi," kata Bintang, dikutip dari siaran pers, Rabu (10/11/2021).

Selain itu, kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK) di 16 provinsi sering menerima pengaduan dan mendampingi korban kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi.

Kendati demikian, Koordinator Pelaksana Harian LBH APIK, Khotimun Sutanti mengatakan, masih banyak kekerasan seksual di kampus yang tidak dilaporkan.

Sebab, tidak ada mekanisme pengaduan serta jaminan terkait respons dari kasus tersebut.

“Terdapat rasa khawatir korban tidak terjamin kerahasiaan, adanya stigma yang menyudutkan korban, tekanan dari pelaku yang memiliki otoritas di perguruan tinggi, serta khawatir tidak mendapatkan respons positif saat melaporkan kasus-kasus tersebut,” kata Khotimun, Senin (8/11/2021).

Berdasarkan catatan Komnas Perempuan, sepanjang 2015-2020, terdapat sekitar 27 persen aduan kasus kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tinggi.

Setidaknya, sudah ada 51 kasus kekerasan seksual yang diadukan ke Komnas Perempuan dalam periode itu, mulai dari jenjang PAUD hingga perguruan tinggi, yang diadukan ke Komnas Perempuan.

Dari 51 kasus tersebut, tercatat universitas menempati urutan pertama yaitu dengan persentase 27 persen, kemudian diikuti pesantren atau pendidikan berbasis agama Islam dengan urutan 19 persen dan jenjang SMU/SMK dengan 15 persen.

Kemudian, 7 persen terjadi di tingkat SMP, dan masing-masing 3 persen di jenjang TK, SD, SLB, dan Pendidikan berbasis agama Kristen.

21 bentuk kekerasan seksual

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti), Kemendikbud Ristek, Nizam menegaskan, Permendikbud Ristek 30/2021 hanya fokus pada pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di kampus.

Nizam menegaskan, beleid ini sama sekali tidak melegalkan seks bebas atau perbuatan zina.

“Mohon tidak ditafsirkan pada hal di luar apa yang diatur dalam permendikbud ini. permendikbud ristek ini tidak mengatur aspek di luar kekerasan seksual,” kata Nizam dalam kepada Kompas.com, Rabu (10/11/2021).

Adapun dalam Permendikbud Ristek 30/2021, kekerasan seksual mencakup tindakan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, serta melalui teknologi informasi dan komunikasi.

Setidaknya, ada 21 bentuk kekerasan seksual yang tertulis dalam beleid tersebut.

Beberapa diantaranya menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, serta siulan yang bernuansa seksual pada korban, memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual, mengintip korban, hingga memperlihatkan alat kelamin dengan sengaja tanpa persetujuan korban.

Dari aspek pencegahan, permendikbud ristek ini mengarahkan perguruan tinggi melakukan penguatan tata kelola pencegahan kekerasan seksual dengan membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.

Sementara itu, terkait penanganan kasus kekerasan seksual, perguruan tinggi dituliskan memiliki kewajiban melakukan penanganan terhadap korban melalui mekanisme pendampingan, pelindungan, pengenaan sanksi administratif, dan pemulihan korban.

Dalam hal sanksi, pelaku kekerasan seksual dapat dikenakan sanksi, baik sanksi ringan, sedang, dan berat.

Sanksi administratif berat dapat berupa mengeluarkan mahasiswa atau memberhentikan tenaga pendidik dari jabatannya di kampus.

https://nasional.kompas.com/read/2021/11/11/07455881/ramai-ramai-mendukung-penghapusan-kekerasan-seksual-di-kampus

Terkini Lainnya

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

Nasional
Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Nasional
Golkar Resmi Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Golkar Resmi Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
Fahira Idris: Jika Ingin Indonesia Jadi Negara Maju, Kuatkan Industri Buku

Fahira Idris: Jika Ingin Indonesia Jadi Negara Maju, Kuatkan Industri Buku

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke