JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum Fatia Maulidiyanti, Julius Ibrani mempertanyakan rencana Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang akan menggugat Rp 100 miliar ke kliennya dan aktivis Haris Azhar.
Adapun rencana gugatan ini berkaitan dengan apa yang disampaikan Fatia dan Haris atas hasil riset yang melaporkan dugaan Luhut terlibat bisnis tambang di Intan Jaya, Papua.
"Kami tentu mempertanyakan, mengapa awalnya berdalil nama baik lalu berujung pada gugatan perdata bernilai rupiah," ujar Julius kepada Kompas.com, Senin (27/9/2021).
Ia menegaskan bahwa nama baik seseorang tidak dapat digantikan oleh nilai rupiah kendati gugatan tersebut menjadi hak Luhut itu sendiri.
"Tapi tentu jika kita melihat respons publik, justru masyarakat berpendapat sebaliknya," kata dia.
Sebagai Koordinator Kontras, Julius mengatakan, Fatia selama ini bergerak di bidang kemanusiaan melalui advokasi publik.
Menurutnya, kerja-kerja Fatia di Kontras tidak dapat dikonversi menjadi nilai uang karena kemanusiaan berada di atas segala-galanya.
Padahal apa yang dilakukan Fatia adalah untuk menyelamatkan masyarakat, termasuk apa yang terjadi di Papua.
"Tentu Fatia hanya berpegang pada kajian yang menjadi bahan advokasi publik untuk masyarakat Papua, apapun risikonya," imbuh dia.
Sebelumnya, Luhut melaporkan Haris dan Fatia terkait pencemaran nama baik.
Laporan Luhut sudah terdaftar dengan nomor LP/B/4702/IX/2021/SPKT/Polda Metro Jaya pada Rabu (22/9/2021).
Adapun Luhut dan tim pengacara melaporkan Haris dan Fatia karena percakapan keduanya di kanal YouTube.
Di dalam kanal YouTube milik Haris, keduanya menyebut Luhut 'bermain' dalam bisnis tambang di Intan Jaya, Papua.
Luhut sebelumnya sudah dua kali melayangkan somasi kepada Haris dan Fatia. Dalam somasi tersebut, Luhut menuntut permintaan maaf yang ditayangkan di akun YouTube Haris.
https://nasional.kompas.com/read/2021/09/27/16202901/kuasa-hukum-pertanyakan-rencana-luhut-gugat-fatia-dan-haris-azhar-rp-100