Salin Artikel

Hari Ini dalam Sejarah: Munir Dibunuh di Udara

JAKARTA, KOMPAS.com - Hari ini 17 tahun yang lalu, pembela hak asasi manusia Munir Said Thalib meninggal di pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA 974 pada 7 September 2004.

Munir meninggal dalam perjalanan 12 jam dari Jakarta ke Bandara Schiphol, Belanda. Tiga jam setelah pesawat Garuda Indonesia lepas landas dari Singapura, Munir mengeluh sakit dan bolak-balik ke toilet.

Pilot Pantun Matondang kemudian meminta awak kabin terus memonitor kondisi Munir. Dia dipindahkan ke sebelah penumpang yang berprofesi sebagai dokter. Dua jam sebelum mendarat, saat diperiksa, Munir telah meninggal.

Dua bulan setelah kematian Munir, Kepolisian Belanda mengungkap bahwa Munir tewas akibat diracuni.

Hal itu diketahui setelah dokter forensik National Forensic Institute (NFI) Belanda, menemukan racun arsenik dalam jumlah yang signifikan pada tubuh Munir. Komposisi racunnya sangat besar, bahkan cukup untuk melumpuhkan seekor sapi besar.

Menurut pengadilan, racun tersebut diberi melalui minuman jus jeruk saat Munir di pesawat. Hal itu terungkap dari surat dakwaan Pollycarpus Budihari Priyanto, salah satu pilot yang bertugas membawa Munir ke Belanda.

Pollycarpus menjadi terdakwa dan terpidana dalam kasus Munir. Ia dihukum 14 tahun penjara sebagai pelaku pembunuh Munir. Dia bebas murni pada 29 Agustus 2018, setelah memperoleh bebas bersyarat pada 2014.

Pada 17 Oktober 2020, Pollycarpus meninggal akibat corona. Saat Munir dibunuh, seharusnya status Pollycarpus cuti. Namun, ia justru satu pesawat dengan Munir. Hal itu diketahui dari film dokumenter Garuda's Deadly Upgrade (2005). Dalam film itu memperlihatkan surat tugas Nomor GA/DZ-2270/04 tertanggal 11 Agustus 2004.

Surat tugas itu ditandatangani oleh Direktur Utama Garuda Indonesia, Indra Setiawan. Gara-gara surat itu juga, Indra pun turut menjadi terdakwa dalam kasus pembunuhan Munir dan divonis 1 tahun penjara pada 11 Februari 2008.

Di persidangan, Indra membantah terlibat di dalam kasus pembunuhan tersebut. Namun, muncul dugaan bahwa surat tugas itu dibuat setelah Indra menerima surat dari Badan Intelijen Negara (BIN).

Deputi V BIN Mayjen Purn Muchdi Purwoprandjono turut terseret dalam perkara ini. Muchdi diketahui menyerahkan diri sebelum diperiksa oleh kepolisian. Namun, di dalam persidangan pada 13 Desember 2008, Muchdi Pr akhirnya divonis bebas dari segala dakwaan.


Penuntutan kasus pembunuhan Munir akan kedaluwarsa

Meski Pollycarpus Budihari Priyanto dan Indra telah divonis, hingga saat ini, kematian Munir belum menemui titik terang.

Bahkan, setahun lagi penuntutan kasus pembunuhan Munir akan kedaluwarsa. Ini lantaran perkara itu hanya dianggap sebagai pembunuhan berencana biasa.

Berdasarkan Pasal 78 Ayat (1) angka 4 KUHP, hak penuntutan perkara dengan ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup dianggap gugur karena kedaluwarsa setelah 18 tahun.

Padahal, temuan Tim Pencari Fakta (TPF) dan fakta persidangan menyebutkan ada dugaan keterlibatan intelijen negara dalam peristiwa tragis itu. Namun, anehnya, dokumen TPF itu hilang dan tidak ada di Kementerian Sekretariat Negara.

Kontras sudah menggugat keterbukaan informasi TPF hingga Mahkamah Agung, tetapi ditolak. Akhirnya penegakan hukum tidak tuntas sampai ke akarnya.

Hanya eksekutor dan perantara yang diproses hukum. Adapun mantan kepala BIN yang diduga terlibat dalam perencanaan pembunuhan masih bebas dari jerat hukum.

https://nasional.kompas.com/read/2021/09/07/08170851/hari-ini-dalam-sejarah-munir-dibunuh-di-udara

Terkini Lainnya

PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

Nasional
Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Nasional
Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Nasional
 Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Nasional
PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

Nasional
Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Nasional
Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Nasional
Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Nasional
 Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Nasional
PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

Nasional
PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

Nasional
Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Nasional
Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Nasional
Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Nasional
Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke