Salin Artikel

Wawancara Calon Hakim Agung: Dialog untuk Atasi Radikalisme hingga Vonis Siti Fadillah Supari

Ada lima calon hakim agung kamar pidana yang mengikuti uji wawancara pada Kamis kemarin, yakni Achmad Setyo Pudjoharsoyo, Eddy Parulian Siregar, Hermansyah, Hery Supriyono, dan Yohanes Priyana.

Berikut rangkuman sejumlah pertanyaan dari para calon hakim agung dalam wawancara yang disiarkan melalui akun YouTube Komisi Yudisial

1. Masalah Jaminan Hakim jadi Sorotan

Achmad Setyo Pudjoharsoyo yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Mahkamah Agung (MA) ditanya soal jaminan keamanan hakim oleh anggota KY selaku panelis wawancara, Djoko Sasmito.

"Kira-kira sampai sejauh mana terkait dengan jaminan keamanan karena ini sebenarnya banyak juga keluhan dari hakim yang mendapat gangguan keamanan dari pihak luar dan ini juga ada tugas KY terkait advokasi dan sebagainya?" tanya Djoko.

Pudjo lalu menjawab dirinya pernah melakukan studi banding mengenai hal itu ke Amerika Serikat saat ia masih bertugas di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

"Kalau di Amerika itu ada polisi pengadilan, yaitu US Marshals, itu polisi memang untuk pengadilan. Indonesia semuanya terletak tunggal ada di Polri, itu persoalan yang pertama," jawab Pudjo.

Pudjo mengatakan persoalan jaminan perlindungan hakim di Indonesia saat ini yakni tentang siapa yang akan mengawal hakim.

Sebab, kepolisian memiliki keterbatasan tenaga dan dikhawatirkan tidak bisa menyelesaikan tugas dengan baik.

Menurut Pudjo, persoalan jaminan keamanan yang baru diakomodasi saat ini adalah perlindungan di kantor dan dalam menyelesaikan perkara.

Ia mengatakan, jaminan keamanan setelah hakim pulang dari kantor masih menjadi persoalan, meskipun ancaman itu tergantung dari kasus yang sedang ditangani.

"Sekarang kita memang perlu mendorong bahwa jaminan keamanan ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan yang juga dimasukan dalam perubahan PP 94/2012," ucap dia.

2. Atasi Radikalisme dengan Dialog

Calon hakim agung Eddy Parulian Siregar berpendapat, perlu ada dialog untuk membendung perkembangan paham-paham radikalisme.

Menurut Eddy, perlu ada orang-orang yang memiliki sifat kenegaraan dan kebangsaan, termasuk aparat negara seperti hakim, yang mengajak dialog orang-orang terpapar radikalisme.

Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Ambon itu bercerita, ia pun pernah mengajak diskusi salah seorang temannya dari sebuah institusi yang ia duga sudah terpapar radikalisme.

"Ya memang perlu dialog yang panjang, enggak cukup sekian. Terkadang teman-teman saya heran, Pak Siregar kenapa mau ladeni begitu, tidak, ini hakim tidak boleh cuma memberikan putusan tapi bagaimana perilaku yang humanis," ujar dia.

Eddy melanjutkan, ia juga pernah menjadi hakim dalam kasus Bom Bali I dan II di mana ia dan hakim lainnya dianggap thogut oleh para terdakwa teroris.

"Teman dalam pertimbangannya ada juga memasukkan dari kitab suci Al Quran, dibacakan teman di sana tapi dipelototi. Dari situ saya berpikir, bagaimana ini, kalau sudah semua dipelototi, ini sangat keprihatinan kita bersama," kata Eddy.

Akhirnya, kata Eddy, para hakim berinisiatif membuat puisi untuk menenangkan para terdakwa.

"Akhirnya mereka teduh, walaupun dihukum mati dan seumur hidup," ujar Eddy.

3. Setuju UU ITE Direvisi

Calon hakim agung Hery Supriyono setuju apabila Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) direvisi.

Ia menilai, UU ITE yang ada saat ini menghambat kebebasan berpendapat dan mendapat banyak penolakan.

"Karena memang undang-undang ini sangat sensitif sekali, sehingga sedikit pun orang lengah menyampaikan pendapat bisa berurusan dengan hukum," kata Hery menjawab pertanyaan anggota KY selaku panelis wawancara, Amzulian Rifai.

"Maka karena dampaknya itu begitu luas dan masyarakat sudah menyatakan semacam keberatan terhadap eksistensi undang-undang tersebut maka saya setuju untuk di-her (direvisi)," kata Hery melanjutkan.

Awalnya, Amzulian meminta komentar kepada Hery mengenai UU ITE yang ia sebut telah menjadi momok bagi masyarakat untuk menyampaikan pendapat.

Hery pun berpendapat, UU ITE merupakan undang-undang yang rentan terhadap kebebasan berpendapat yang dapat membuat seseorang mesti berurusan dengan pihak berwajib hanya karena masalah sepele.

"Maka inilah yang menjadi agak sensitif sehingga bisa membelenggu kreativitas seseorang, kemerdekaan seseorang dalam berpendapat," ujar Hery.

4. Ditanya Soal Vonis Siti Fadillah Supari

Calon hakim agung Yohanes Priyana ditanya soal vonisnya terhadap eks Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari yang lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa.

"Karena waktu itu ada pertimbangan personal juga. Karena sudah ada pengenaan aset recovery-nya sudah lumayan. Karena waktu itu, itu termasuk perbuatan turut serta," kata Yohanes, dikutip dari Tribunnews.com.

Menurut Yohanes, dalam konsep hukum korupsi, pada pokoknya adalah hal yang senyatanya terdakwa nikmati.

Sehingga, kata dia, saat itu majelis menjatuhkan pengganti kerugian berdasarkan perkiraan jumlah yang dinikmati Siti Fadillah Supari.

"Sedangkan yang lain-lainnya nanti diajukan dalam perkara yang berbeda, yang menjadi beban masing-masing," kata Yohanes.

Yohanes juga ditanya soal vonis terhadap terdakwa kasus suap Badan Kemanaan Laut, Fahmi Darmawansyah, yang lebih ringan dan denda yang lebih kecil dari tuntutan jaksa.

Yohanes beralasan, dalam persidangan terbukti bahwa perbuatan Fahmi tersebut tidak membuat terlalu banyak kerugian negara.

https://nasional.kompas.com/read/2021/08/06/08304051/wawancara-calon-hakim-agung-dialog-untuk-atasi-radikalisme-hingga-vonis-siti

Terkini Lainnya

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke