JAKARTA, KOMPAS.com - Polemik tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam proses alih status sebagai aparatur sipil negara (ASN) berlanjut.
Terbaru, Ombudsman Republik Indonesia menyatakan bahwa terdapat pelanggaran maladministrasi dalam proses TWK. Hal itu karena KPK membebastugaskan 75 pegawainya yang dinyatakan tidak lolos tes wawasan kebangsaan.
Ombudsman juga menyatakan bahwa KPK telah mengabaikan pernyataan Presiden Joko Widodo terkait TWK. Sebab, sebelumnya Presiden menyampaikan bahwa TWK tidak bisa serta merta dijadikan dasar pemberhentian.
Presiden pun didesak untuk turun tangan langsung membatalkan keputusan KPK terkait pemberhentian pegawai yang tidak lolos TWK.
Namun demikian, hingga kini Presiden masih bungkam terkait rekomendasi Ombudsman atau permintaan agar polemik terkait 75 pegawai KPK segera diselesaikan.
Selama polemik TWK berlangsung, Jokowi hanya satu kali membuat pernyataan.
Namun, permintaan Jokowi agar alih status pegawai sesuai putusan Mahkamah Konstitusi agar tidak merugikan siapa pun pun tidak ditaati, sehingga 75 pegawai KPK tetap terancam diberhentikan.
Berikut paparannya:
Pernyataan Jokowi
Pernyataan Presiden terkait TWK pertama kali disampaikan ke hadapan publik pada 17 Mei 2021.
Jokowi berkomentar setelah sepuluh hari Ketua KPK Firli Bahuri menerbitkan Surat Keputusan (SK) Nomor 652 Tahun 2021 yang berisi pembebastugasan 75 pegawai KPK yang tak lolos TWK.
Saat itu, Jokowi menyatakan bahwa TWK tidak bisa serta merta jadi dasar pemberhentian pegawai KPK yang tak lolos.
Hasil TWK, kata dia, seharusnya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan KPK ke depan, baik terhadap individu maupun institusi.
"Dan tidak serta merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes," kata Jokowi dalam tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Senin (17/5/2021).
Terkait hal ini, presiden mengaku sependapat dengan pertimbangan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan pengujian Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua UU KPK.
"Bahwa proses pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN," ujarnya.
Jokowi pun memerintahkan para para pihak terkait khususnya pimpinan KPK, Menteri PAN RB, dan Kepala BKN untuk merancang tindak lanjut bagi 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lulus tes.
Ia ingin agar tindak lanjut itu sesuai dengan prinsip-prinsip yang telah ia sampaikan.
"Pengalihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara, ASN, harus menjadi bagian dari upaya untuk pemberantasan korupsi yang lebih sistematis," kata Jokowi kala itu.
Diabaikan KPK, BKN, dan Kemenpan RB
Pernyataan presiden terkait TWK ternyata tidak menghentikan upaya KPK untuk membebastugaskan pegawainya yang sebelumnya dinyatakan tak lolos tes.
Delapan hari pasca pernyataan Jokowi atau 25 Mei 2021, KPK mengumumkan pemberhentian 51 dari 75 pegawai yang tidak lolos TWK.
Keputusan itu diambil berdasarkan hasil rapat koordinasi antara pimpinan KPK, Badan Kepegawaian Negara (BKN), serta Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara, Reformasi dan Birokrasi (Kemenpan RB).
Dari total 75 pegawai yang tak lolos tes, hanya 24 orang yang dinilai layak mengikuti pelatihan dan pendidikan wawasan kebangsaan. Setelah mengikuti pelatihan lanjutan, 24 pegawai itu dapat diangkat menjadi ASN.
"Yang 51 tentu karena sudah tidak bisa dilakukan pembinaan berdasarkan penilaian asesor tentu tidak bisa bergabung lagi dengan KPK," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat memberikan keterangan pers, dikutip dari siaran Kompas TV, Selasa (25/5/2021).
Sementara itu, BKN berdalih, diberhentikannya 51 dari 75 pegawai KPK yang tidak lolos TWK berkaitan dengan terbatasnya waktu pembinaan.
Berdasarkan Undang-Undang KPK, proses peralihan status pegawai KPK menjadi ASN harus selesai pada Oktober 2021.
Jika dilakukan pembinaan terhadap 51 pegawai yang tak lolos TWK, sisa waktu yang ada dinilai tidak cukup.
"Mandat atau perintah dari Undang-undang 19 Tahun 2019 itu memberikan waktu untuk peralihan pegawai KPK menjadi ASN itu 2 tahun sejak tanggal 17 Oktober 2019 (tanggal disahkannya UU KPK hasil revisi)," kata Wakil Ketua BKN Supranawa Yusuf dalam Satu Meja The Forum yang ditayangkan Kompas TV, Rabu (26/5/2021) malam.
"Jadi tanggal 17 Oktober 2021 itu harus selesai semua peralihannya. Sekarang sudah bulan Mei," tuturnya.
Di sisi lain, Menteri Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo menyatakan dukungannya terhadap keputusan BKN terkait pembebastugasan pegawai yang tak lolos TWK.
Padahal, sebelumnya Tjahjo sempat bingung atas pernyataan KPK yang menunggu penjelasan Kementerian PAN-RB dan BKN dalam memutuskan nasib pegawai yang tidak lolos tes.
"(Kementerian) PAN RB akan dukung proses BKN sebagai penyelenggara tes wawasan kebangsaan sebagaimana dasar dari Peraturan KPK," kata Tjahjo kepada Kompas.com, Kamis (6/5/2021).
Keputusan pemberhentian pegawai yang tak lolos tes itu pun menuai kritik banyak pihak. Para pegiat anti korupsi hingga masyarakat menilai, para pegawai yang tak lolos TWK tidak seharusnya dipecat dari KPK.
Namun demikian, hingga kini KPK tetap pada pendiriannya.
Presiden masih diam
Hingga saat ini, Presiden Jokowi masih belum angkat bicara lagi terkait polemik TWK KPK.
Presiden masih diam meski pernyataannya terkait TWK tak bisa jadi dasar pemberhentian pegawai tak dipatuhi KPK.
Mewakili Istana, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko justru angkat bicara terkait hal ini. Ia meminta masyarakat menyudahi energi negatif dan praduga tak konstruktif yang ditujukan kepada KPK.
Moeldoko mengatakan, hasil TWK dalam proses alih status pegawai sebagai ASN sudah final.
"Sebaiknya kita sudahilah energi negatif dan praduga yang tidak konstruktif terhadap KPK ini. Perlu sikap bijak dari semua pihak untuk menyikapi situasi ini," kata Moeldoko melalui rekaman video yang dibagikan ke wartawan, Rabu (26/5/2021).
Moeldoko bahkan menyebut, keputusan akhir terkait nasib pegawai KPK yang tidak lolos TWK ada di tangan pimpinan KPK.
Pemerintah, kata dia, punya kewenangan untuk ikut bersuara, tetapi tidak terkait dengan proses pembinaan pegawai yang tidak lolos tes.
"Bahwa pimpinan KPK kemudian mengambil kebijakan lain tersendiri, hal tersebut merupakan kewenangan dan keputusan lembaga pengguna dalam hal ini KPK," kata Moeldoko dalam keterangan tertulis, Kamis (27/5/2021).
"Pemerintah memiliki kewenangan tertentu tetapi tidak seluruhnya terhadap proses pembinaan internal di KPK," tuturnya.
https://nasional.kompas.com/read/2021/07/23/16432601/selama-polemik-berlangsung-jokowi-baru-sekali-bicara-soal-twk-itu-pun