Sebelum TWK digelar, Novel sempat menanyakan pada Firli apakah ada indikasi pegawai KPK bergabung dengan organisasi terlarang.
"Saya sempat tanya Pak Firli, saya WhatsApp, apakah jika TWK digunakan untuk mencari tahu ada pegawai yang berhubungan dengan organisasi terlarang, maka sudah ada indikasinya? Apa indikasinya?" papar Novel dalam diskusi virtual yang diadakan Arus Santri Anti Korupsi (ASASI) dan Pasantren Amanah dan Anti Rasuah (PATUH), Rabu (2/6/2021).
"Dijawab beliau 'tidak ada'. Lalu saya mengatakan jika memang ada indikasinya tidak perlu menunggu proses peralihan status kepegawaian. Setiap saat pegawai itu bisa diberhentikan, disingkirkan, karena hal itu juga sudah melanggar kode etik di KPK," kata Novel.
Pertanyaan itu disampaikan Novel karena para pimpinan KPK selalu menjelaskan bahwa TWK hanya asesmen dan digunakan untuk melihat apakah pegawai KPK berafiliasi dengan organisasi terlarang, mencintai NKRI, Pancasila, dan UUD 1945.
Novel juga menyebut, saat itu Firli kemudian menjelaskan bahwa TWK hanya digunakan untuk memetakan pegawai.
Penjelasan Firli itu kemudian membuat Novel dan beberapa pegawai lainnya percaya dan mau mengikuti TWK.
"Maka kami kemudian berpikir positif dan mengikuti saja. Tapi akhirnya masalahnya banyak," kata dia.
Novel melihat bahwa pemberhentian 51 pegawai KPK, termasuk dirinya bukan lagi upaya menyingkirkan para pegawai yang berintegritas.
Lebih dari itu, Novel beranggapan bahwa harapan masyarakat pada upaya pemberantasan korupsi sedang terancam.
"Ini bukan hanya masalah menyingkirkan pegawai yang berpotensi dengan cara semena-mena. Tapi saya melihat harapan masyarakat pada pemberantasan korupsi sungguh-sungguh terancam," ucap dia.
Dalam pengumuman awal hasil tes TWK, pimpinan KPK menyebut 75 pegawai dinyatakan masuk dalam kategori tak memenuhi syarat (TMS).
Kemudian, keputusan itu berubah setelah dilakukan rapat koordinasi dengan lima lembaga lainnya pada Selasa (25/5/2021).
Saat itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana menjelaskan bahwa 51 dari 75 pegawai dinyatakan tetap tak lolos TWK.
Sementara itu, 24 sisanya diberi kesempatan menjadi ASN dengan syarat melewati pendidikan wawasan kebangsaan.
Adapun dari 51 pegawai yang dinyatakan TMS beberapa diantaranya memiliki track record pemberantasan korupsi cukup baik.
Seperti penyidik Andre Nainggolan yang menangani kasus korupsi dana bantuan sosial dengan terdakwa eks Menteri Sosial Juliari Batubara, penyelidik Harun Al Rasyid yang dikenal sering menjadi pemimpin Operasi Tangkap Tangan (OTT) para koruptor.
Selain itu, Novel Baswedan yang turut serta dalam pengungkapan kasus dugaan korupsi benih benur lobster (BBL) dengan terdakwa eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, serta Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti Korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Giri Suprapdiono.
https://nasional.kompas.com/read/2021/06/03/13320141/kepada-novel-firli-bilang-tak-ada-pegawai-kpk-yang-gabung-organisasi