Seperti diketahui, Edhy Prabowo merupakan tersangka penerima dugaan suap izin ekspor benih lobster.
Adapun usulan hukuman mati kepada Edhy dimunculkan oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej.
“Saya kira siapapun harus bisa melihat jernih dan paham betul apa yang menjadi peristiwa pidana dituduhkan KPK kepada klien saya,” kata Susilo kepada Kompas.com, Kamis (18/2/2021).
Susilo menyebut, Edhy Prabowo disangka melakukan dugaan tindak pidana suap dari pihak swasta dan diduga melakukan berbagai macam pembelian untuk keperluan pribadi.
Sehingga, kata dia, tidak ada kerugian keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dan 3 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi.
“Ancaman pidana pasal suap tidak ada kaitannya dengan hukuman mati yang merugikan keuangan negara,” ujar Susilo.
Oleh karena itu, ia berharap, agar hukuman terhadap kliennya diserahkan kepada KPK.
Menurutnya, KPK sangat memahami persoalan yang menjerat kliennya tersebut.
“Sangat bijak lah, kalau siapapun, untuk menyerahkan persoalan itu ke lembaga yang saya tahu sangat kredibel dan penyidiknya profesional yaitu KPK, kita menunggu saja,” ucap Susilo.
“Penjatuhan hukuman mati itu banyak kriterianya yang sekarang ini masih pro dan kontra,” ucap dia.
Adapun, ancaman hukuman mati tercantum dalam Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Pasal 2 ayat (1) UU 31/1999 menyatakan, "Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)".
Sementara Pasal 2 ayat (2) menyebutkan, "Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan".
Sedangkan penjelasan Pasal 2 Ayat (2) menyatakan, "Yang dimaksud dengan 'keadaan tertentu' dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi".
https://nasional.kompas.com/read/2021/02/18/11590181/sebut-edhy-prabowo-terancam-pasal-suap-pengacara-tak-ada-kaitannya-dengan