Salin Artikel

Di Sidang MK, Pemerintah Bantah Dalil Pemohon Uji Materi UU Penyakit Menular dan UU Karantina Kesehatan

Bantahan itu disampaikan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto yang hadir menyampaikan keterangan pemerintah/presiden dalam persidangan yang digelar Selasa (11/8/2020).

"(Meminta MK) menolak permohonan pengujian para pemohon untuk seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan pengujian para pemohon tidak dapat diterima," kata Yuri di Gedung MK, Jakarta Pusat, dipantau melalui siaran langsung YouTube MK RI, Selasa.

Pasal 9 Ayat (1) UU Wabah Penyakit Menular berbunyi "Kepada para petugas tertentu yang melaksanakan upaya penanggulangan wabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Ayat (1) dapat diberikan penghargaan atas risiko yang ditanggung dalam melaksanakan tugasnya".

Pemohon yang merupakan Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) meminta MK menyatakan ketentuan tersebut bertentangan dengan UUD 1945, sepanjang kata "dapat" tak dimaknai sebagai "wajib".

Sementara itu, menurut pemerintah, keliru jika memaknai frasa "dapat" sebagai "wajib".

Sebab, pemberian penghargaan sifatnya khusus hanya diberikan kepada petugas kesehatan yang ikut menanggulangi wabah.

Bahwa tanpa adanya norma "wajib", kata Yurianto, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan mengenai insentif dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan yang ikut menangani pandemi.

"Bahwa pemberian penghargaan bukan merupakan maksud dan tujuan utama dari UU Wabah Penyakit Menular karena maksud dan tujuan UU Wabah Penyakit Menular sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 2 adalah untuk melindungi penduduk dari malapetaka yang ditimbulkan wabah secara dini," ucap Yuri.

Pemerintah juga berpandangan, pemohon tidak dirugikan atas berlakunya pasal tersebut.

Justru, dengan ketentuan itu pemohon punya kesempatan menerima penghargaan atas risiko yang ditanggung dalam melaksanakan tugas

"Sekiranya para pemohon merasa dirugikan oleh karena ketentuan a quo, maka justru menimbulkan ketidakjelasan yaitu dalam konteks apa para pemohon merasa dirugikan? Apakah karena tidak mendapatkan penghargaan? Ataukah karena tidak ada kesempatan untuk mendapatkan penghargaan?" ujar Yuri.

Sementara itu, Pasal 6 UU Kekarantinaan Kesehatan berbunyi, "Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab terhadap ketersediaan sumber daya yang diperlukan dalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan".

Dalam petitumnya, pemohon meminta MK menyatakan pasal tersebut bertentangan dengan konstitusi sepanjang frasa "ketersediaan sumber daya yang diperlukan" tidak dimaknai sebagai ketersediaan APD, insentif bagi tenaga yang menangani pandemi, santunan bagi keluarga tenaga kesehatan yang gugur, dan sumber daya pemeriksaan Covid-19 yang cukup. 

Pemerintah berpandangan, petitum tersebut justru menimbulkan potensi tumpang tindih aturan.

Sebab, makna dari "sumber daya kekarantinaan kesehatan" sudah diatur secara rinci pada Pasal 71 hinga Pasal 78 UU Kekarantinaan Kesehatan.

Terhadap dalil pemohon yang menyebut bahwa pemerintah tak punya regulasi mengenai penyediaan alat pelindung diri (APD), Yuri membantah hal tersebut.

Ia mengatakan, Pasal 72 Ayat (3) UU Kekarantinaan Kesehatan telah mengatur tentang perbekalan kekarantinaan kesehatan meliputi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan perbekalan kesehatan lain yang di dalamnya termasuk APD.

"Dalil para pemohon yang menyatakan Pasal 6 a quo inkonstitusional sepanjang tidak dimaknai termasuk juga APD bagi tenaga medis, tenaga kesehatan, dan pegawai fasilitas kesehatan, bukan merupakan persoalan inkonstitusionalitas norma melainkan kekeliruan para pemohon dalam memahami norma yang dimohonkan," kata Yuri.

Uji materi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dimohonkan oleh Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) pada 29 Juni 2020.

Sebelum menggelar sidang dengan agenda mendengar keterangan pemerintag/presiden, Mahkamah Konstitusi (MK) telah lebih dulu menyelenggarakan sidang pendahuluan.

Sidang perkara bernomor 36/PUU-XVIII/2020 ini akan kembali digelar pada 1 September 2020 dengan agenda mendengar keterangan DPR dan ahli serta saksi dari pemohon.

https://nasional.kompas.com/read/2020/08/11/21282841/di-sidang-mk-pemerintah-bantah-dalil-pemohon-uji-materi-uu-penyakit-menular

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke