Salin Artikel

Pemecatan Komisioner KPU Evi Novida oleh Jokowi yang Dibatalkan PTUN...

Surat yang digugat Evi itu berisi tentang tindak lanjut Presiden atas putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang memecat Evi sebagai Komisioner KPU.

Melalui putusannya, PTUN menyatakan mengabulkan gugatan Evi untuk seluruhnya. Presiden juga diperintahkan untuk mencabut surat keputusannya mengenai pemecatan Evi.

Menurut sistem informasi penelusuran perkara (SIPP) laman resmi PTUN, ada lima butir putusan dalam perkara bernomor 82/G/2020/PTUN.JKT itu. Kelimanya yakni:

(1) Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya

(2) Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Tergugat Nomor 34/P Tahun 2020 tanggal 23 Maret tentang Pemberhentian Dengan Tidak Hormat Anggota Komisi Pemilihan Umum Masa Jabatan 2017-2022 atas nama Dra. Evi Novida Ginting Manik, M. SP

(3) Mewajibkan tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Tergugat Nomor 34/P Tahun 2020 tanggal 23 Maret tentang Pemberhentian dengan Tidak Hormat Anggota Komisi Pemilihan Umum Masa Jabatan 2017-2022 atas nama Dra. Evi Novida Ginting Manik, M. SP

(4) Mewajibkan tergugat untuk merehabilitasi nama baik dan memulihkan kedudukan penggugat sebagai Anggota Komisi Pemilihan Umum Masa Jabatan 2017-2022 seperti semula sebelum diberhentikan

(5) Menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara

1. Berharap jalankan putusan

Dikonfirmasi melalui sambungan telepon kepada Kompas.com, Evi Novida Ginting Manik membenarkan bahwa gugatan perkaranya dikabulkan oleh PTUN.

"Iya, saya dapat dari pengacara begitu. Alhamdulillah ya dikabulkan seluruh permohonan," kata Evi, Kamis (23/7/2020).

Evi menegaskan bahwa dia tidak menggugat putusan DKPP, tetapi SK Presiden yang memecat dirinya.

Namun demikian, SK Presiden tersebut terbit sebagai tindak lanjut dari putusan DKPP.

"Jadi kan putusan DKPP itu belum final dan konkret kalau tidak dikeluarkan SK Presiden. Gitu ya menurut saya," ujar Evi.

Ia menyadari bahwa putusan PTUN itu belum inkrah. Masih ada kemungkinan Presiden mengajukan banding atas putusan itu.

Namun demikian, Evi berharap hal tersebut tak terjadi. Ia ingin Presiden menjalankan amar putusan PTUN Nomor 82/G/2020/PTUN.JKT itu.

"Ya, berharap demikian dilaksanakan amar putusannya," kata Evi.

2. Bergantung Presiden

Dihubungi secara terpisah, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Muhammad menyebut bahwa meskipun SK Presiden terbit atas putusan DKPP, tindak lanjut dari Putusan PTUN bergantung pada langkah Presiden ke depan.

Sebab, obyek gugatan perkara adalah Surat Keputusan Presiden, bukan putusan DKPP.

"Ya (bergantung pada langkah Presiden)," kata Muhammad saat dikonfirmasi, Kamis (23/7/2020).

"Obyek gugatan adalah keputusan Presiden, yang diputuskan PTUN adalah mengoreksi putusan Presiden," kata dia. 

Muhammad berpandangan, SK Presiden mengenai pemecatan Evi masih berlaku hingga ada putusan inkrah atas putusan PTUN. Sebab, masih ada upaya banding yang bisa ditempuh.

Namun demikian, menurut Muhammad, kewenangan banding ada di tangan Presiden.

"(Banding) bergantung Presiden," ujar dia.

Muhammad menyampaikan, Presiden perlu meluruskan putusan PTUN tersebut.

Sebab, atas kesepakatan bersama pemerintah dan DPR, desian kelembagaan DKPP telah dirumuskan dalam Undang-Undang Pemilu sebagai peradilan etika.

DKPP beri wewenang memeriksa dan memutus dugaan pelanggaran etika penyelenggara pemilu. Oleh karenanya, kata Muhammad, vonis DKPP bersifat final mengikat.

"Terhadap amar putusan PTUN yang mengoreksi vonis DKPP pemberhentian menjadi rehabilitasi perlu diluruskan oleh presiden sebagai representasi pemerintah yang ikut merumuskan noma UU tentang kelembagaan DKPP," kata dia.

3. Awal perkara

Perkara ini bermula ketika pertengahan Maret 2020 lalu Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) melalui putusan Nomor 317/2019 memecat Evi Novida Ginting Manik sebagai Komisioner KPU.

Evi dinilai melanggar kode etik penyelenggara pemilu dalam perkara pencalonan anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat daerah pemilihan Kalimantan Barat 6 yang melibatkan caleg Partai Gerindra bernama Hendri Makaluasc dan Cok Hendri Ramapon.

Hendri Makaluasc menduga bahwa perolehan suaranya pada pileg berkurang karena telah digelembungkan ke caleg Gerindra lainnya, Cok Hendri Ramapon.

Atas hal tersebut, Hendri menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Namun demikian, pasca-terbitnya putusan, Hendri menuding bahwa KPU tak menjalankan putusan MK dan Bawaslu karena hanya mengoreksi perolehan suaranya tanpa ikut mengoreksi perolehan suara Cok Hendri Ramapon.

Hendri pun mengadukan Evi dan komisioner KPU lainnya ke DKPP.

Setelah melalui serangkaian persidangan pemeriksaan, DKPP menilai bahwa Evi beserta ketua dan komisioner KPU lainnya tidak memahami dan melaksanakan putusan MK.

Namun, hukuman pemecatan hanya dijatuhkan pada Evi, sedangkan lima komisioner lain dijatuhi sanksi berupa peringatan keras terakhir.

Hukuman yang dijatuhkan kepada Evi lebih berat dibanding komisioner lainnya lantaran Evi dinilai bertanggung jawab dalam teknis penyelenggaraan pemilu, termasuk dalam perselisihan hasil pemilu.

Menindaklanjuti Putuaan DKPP, Presiden Joko Widodo pun mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 34/P Tahun 2020 yang memberhentikan Evi secara tidak hormat per tanggal 23 Maret 2020.

Tak terima pada SK Jokowi, Evi menggugatnya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pada pertengahan April 2020.

Adapun alasan Evi mengajukan gugatan ini adalah karena SK Jokowi lahir berdasarkan putusan DKPP. Menurut Evi, putusan DKPP itu cacat secara hukum dan tidak bisa ditoleransi.

"Putusan DKPP 317/2019 amar nomor 3 yang memberhentikan saya sebagai anggota KPU, ditetapkan DKPP tanpa memeriksa pengadu maupun saya selaku teradu," ujar Evi, Minggu (19/4/2020).

Selain karena tak diperiksa, Evi menyebut putusan DKPP cacat lantaran pengadu, yang dalam hal ini ialah calon legislatif Partai Gerindra bernama Hendri Makaluasc, telah mencabut gugatannya di DKPP

Pengadu, kata Evi, juga tidak mengajukan alat bukti surat yang disahkan di muka persidangan maupun saksi dalam sidang DKPP.

Evi pun mengaku dirinya tak pernah melanggar kode etik penyelenggara pemilu.

Terkait langkah KPU dalam menetapkan calon legislatif terpilih Pileg 2019 yang menyeret Hendri Makaluasc, Evi menyebut bahwa pihaknya berupaya menjalankan bukti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perselisihan hasil pemilu.

"Saya dan enam anggota KPU tidak mendapat pengaruh ataupun upaya campur tangan dari pihak manapun saat menetapkan Surat KPU 1937/2019. Surat itu bukan disengaja untuk menguntungkan golongan, kelompok, atau pribadi dari partai tertentu," kata Evi.

https://nasional.kompas.com/read/2020/07/24/06294281/pemecatan-komisioner-kpu-evi-novida-oleh-jokowi-yang-dibatalkan-ptun

Terkini Lainnya

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dengan Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dengan Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
'Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo'

"Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo"

Nasional
Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Nasional
Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke