Salin Artikel

RCTI dan iNews Gugat UU Penyiaran ke MK karena Tak Atur YouTube hingga Netflix

Mereka mempersoalkan Pasal 1 angka 2 UU tersebut yang menyebut bahwa “Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran”.

Oleh pemohon, pasal itu dinilai menyebabkan perlakuan yang berbeda antara penyelenggara penyiaran konvensional yang menggunakan frekuensi radio dan penyelenggara penyiaran yang menggunakan internet seperti YouTube serta Netflix.

Hal ini karena Pasal 1 Angka 2 UU Penyiaran hanya mengatur penyelenggara penyiaran konvensional dan tak mengatur pengelenggara penyiaran terbarukan.

“Karena tidak adanya kepastian hukum penyiaran yang menggunakan internet seperti layanan OTT (over the top) a quo masuk ke dalam definisi penyiaran sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Penyiaran atau tidak, telah menyebabkan sampai saat ini penyiaran yang menggunakan internet seperti layanan OTT tidak terikat dengan Undang-Undang Penyiaran,” kata Kuasa Hukum pemohon, Imam Nasef, dalam sidang pendahuluan yang digelar Senin (22/6/2020) di Gedung MK, Jakarta Pusat.

Dalam gugatannya, pemohon merasa dirugikan karena adanya diskriminasi dalam sejumlah hal, misalnya, untuk dapat melakukan aktivitas penyiaran, pemohon harus lebih dulu berbadan hukum Indonesia hingga memperoleh izin siaran.

Sementara itu, penyelenggara penyiaran yang menggunakan internet tidak perlu memenuhi persyaratan tersebut.

Selain itu, dalam menyelenggarakan aktivitas penyiaran, pemohon juga harus tunduk pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Penyiaran (P3SPS).

Jika terjadi pelanggaran, ada ancaman sanksi yang bakal diberikan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

"Sementara bagi penyelenggara siaran yang menggunakan internet tentu tidak ada kewajiban untuk tunduk pada P3SPS sehingga luput dari pengawasan," ujar Imam.

"Padahal faktanya banyak sekali konten-konten siaran yang disediakan layanan OTT yang tidak sesuai dengan P3SPS dimaksud," kata dia.

Atas alasan-alasan tersebut, pemohon meminta MK menyatakan Pasal 1 Angka 2 UU Penyiaran bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Pemohon meminta MK menyatakan pasal tersebut tak kekuatan hukum tetap sepanjang tidak mengatur penyelenggara penyiaran berbasis internet untuk tunduk pada pasal tersebut.

Pemohon meminta supaya MK mengubah bunyi Pasal 1 Angka 2 UI Penyiaran menjadi, "Penyiaran adalah (i) kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum 12 frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran; dan/atau (ii) kegiatan menyebarluaskan atau mengalirkan siaran dengan menggunakan internet untuk dapat diterima oleh masyarakat sesuai dengan permintaan dan/atau kebutuhan dengan perangkat penerima siaran”.

https://nasional.kompas.com/read/2020/06/22/20053731/rcti-dan-inews-gugat-uu-penyiaran-ke-mk-karena-tak-atur-youtube-hingga

Terkini Lainnya

Jokowi Bakal Jadi Penasihatnya di Pemerintahan, Prabowo: Sangat Menguntungkan Bangsa

Jokowi Bakal Jadi Penasihatnya di Pemerintahan, Prabowo: Sangat Menguntungkan Bangsa

Nasional
Soal Jatah Menteri Demokrat, AHY: Kami Pilih Tak Berikan Beban ke Pak Prabowo

Soal Jatah Menteri Demokrat, AHY: Kami Pilih Tak Berikan Beban ke Pak Prabowo

Nasional
Prabowo: Saya Setiap Saat Siap untuk Komunikasi dengan Megawati

Prabowo: Saya Setiap Saat Siap untuk Komunikasi dengan Megawati

Nasional
Tak Setuju Istilah 'Presidential Club', Prabowo: Enggak Usah Bikin Klub, Minum Kopi Saja

Tak Setuju Istilah "Presidential Club", Prabowo: Enggak Usah Bikin Klub, Minum Kopi Saja

Nasional
1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

Nasional
Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Nasional
Hormati jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Hormati jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Nasional
Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Nasional
PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

Nasional
KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

Nasional
Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Nasional
Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke