Hal ini merespons kebijakan karantina wilayah atau lockdown lokal yang dilakukan beberapa pemda, seperti Kota Tegal, Jawa Tengah.
Menurut Mardani, pemerintah pusat semestinya mendukung dan membantu daerah yang telah mengambil keputusan karantina wilayah.
"Berikan kelonggaran tiap daerah untuk menyesuaikan dengan kondisi masing-masing. Pusat jangan gunakan pendekatan kekuasaan. Justru bantu daerah yang sudah ambil keputusan agar koordinasi dengan pusat tetap berjalan," kata Mardani saat dihubungi, Jumat (27/3/2020).
Ia mengatakan, saat ini bukan saatnya meributkan kewenangan tentang siapa yang berhak menentukan kebijakan dalam penanganan pandemi virus corona.
Dalam UU Karantina Kesehatan No 6/2018 diatur bahwa pelaksanaan karantina wilayah dalam keadaan kedaruratan kesehatan masyarakat diatur dengan peraturan pemerintah.
Kemudian, karantina wilayah dan pembatasan sosial berskala besar ditetapkan oleh menteri.
Mardani menyatakan keselamatan masyarakat merupakan prioritas.
Keputusan sejumlah daerah untuk menutup wilayah dapat dimaklumi, apalagi arus mudik lebaran mulai bergerak.
"Bukan saatnya meributkan wewenang saat ini. Fokus menyelamatkan warga dari serangan wabah ini," tuturnya.
Ia juga mengatakan dapat memahami kekhawatiran sejumlah daerah akan peningkatan kasus virus corona.
Menurutnya, keputusan lockdown menjadi rasional untuk mencegah penyebaran virus terus meluas.
Mardani berharap pemerintah pusat melihat sebab dan alasan di balik penetapan kebijakan tersebut.
"Semua dilihat alasannya. Menunggu kebijakan pusat, mereka khawatir daerah green zone bisa berubah dalam sehari dua hari menjadi red zone. Buat mereka, yang utama, paksa semua diam agar penularan berhenti," ujarnya.
"Ini logika yang benar ketimbang mendahulukan tes dan penyiapan rumah sakit. Akarnya di penularan. Dan penularan kian masif jika tidak ada lockdown," tegas Mardani.
Tunggu instruksi pusat
Di lain sisi, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung meminta kepala daerah tidak memutuskan sendiri kebijakan local lockdown sebagai bagian pencegahan wabah virus corona.
Doli menilai, rencana beberapa kepala daerah ingin melakukan lockdown di wilayahnya akan membuat kepanikan di tengah masyarakat.
"Jangan mengambil langkah-langkah sendiri, apalagi langkah yang terkesan panik. Kalau pemimpinnya panik, bagaimana nanti rakyatnya," kata Doli ketika, Jumat (27/3/2020).
Doli mengingatkan, seluruh kepala daerah harus menunggu instruksi dari pemerintah pusat apabila ingin melakukan lockdown.
"Sebaiknya seluruh Kepala Daerah mengikuti instruksi dan kebijakan Pemerintah Pusat, terutama dengan Mendagri," ujar dia.
Diberitakan, sejumlah pemerintah daerah yang wilayahnya terdampak Covid-19 mulai melakukan pembatasan akses masuk ke wilayahnya.
Pemerintah Provinsi Papua misalnya, membuka opsi pembatasan sementara seluruh pintu masuk ke Papua, guna mencegah penyebaran virus corona.
Usai menggelar Rapat Forkompinda di Gedung Negara, Jayapura, Jumat (20/3/2020), Gubernur Papua Lukas Enembe menegaskan, pemerintah perlu segera mengambil keputusan untuk melindungi rakyat Papua.
"Saya tadi beri kesempatan sampai hari Rabu (25/3/2020) hasil keputusan tim yang telah ditunjuk, Rabu saya akan umumkan apakah lockdown, pembatasan atau dalam bentuk apapun," kata Lukas, Jumat (20/3/2020).
Selain itu, Wali Kota Tegal Dedy Yon Supriyono memutuskan untuk mengambil kebijakan local lockdown dengan menutup akses keluar masuk kota selama empat bulan ke depan.
Langkah kontroversial Dedy itu diambil menyusul munculnya kasus pertama warga Kota Tegal yang terkonfirmasi positif terjangkit virus corona pada Rabu (25/3/2020).
"Warga harus bisa memahami kebijakan yang saya ambil. Kalau saya bisa memilih, lebih baik saya dibenci warga daripada maut menjemput mereka," kata Dedy, saat konferensi pers terkait satu warganya yang positif corona, di Balai Kota Tegal, Rabu malam.
https://nasional.kompas.com/read/2020/03/27/18090501/lockdown-lokal-anggota-komisi-ii-dpr-ingatkan-soal-aturan-di-uu-karantina