Salin Artikel

Hakim MK ke Pemohon Uji Materi: Ini Tugas Kuliah Anda?

Sebab, pada berkas permohonan yang diajukan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara bernama Michael itu, Majelis Hakim MK menemukan banyak kesalahan, salah satunya mengenai format permohonan pengujian undang-undang.

"Saran kami nanti saudara Michael lihat lagi format permohonan yang benar," kata Hakim MK Saldi Isra dalam persidangan pendahuluan yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (3/2/2020).

"Anda sedang mengambil mata kuliah hukum Mahkamah Monstitusi enggak? Ini tugas kuliah Anda bukan? Nanti kalau tugas kuliah Anda bawa ke sini kita repot-repot memikirkannya ternyata Anda hanya memenuhi syarat kuliah saja," ucap Saldi.

Selain menyarankan pemohon untuk melihat contoh format permohonan pengujian undang-undang yang benar, Saldi meminta pemohon mempelajari peraturan MK tentang hukum beracara.

Sebab, Mahkamah menilai, dalam berkas permohonan pemohon, identitas pemohon bahkan kewenangan Mahkamah Konstitusi tidak dituliskan secara benar.

Pemohon dalam berkasnya menuliskan bahwa kewenangan MK untuk mengadili perkara di tingkat pertama dan terakhir dimuat dalam Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945.

Padahal, pasal tersebut bukan mengatur tentang kewenangan MK.

"Enggak ada Pasal 34 bunyinya begitu, pasal itu kalau saya tidak keliru, itu soal saya baca ya, isinya 'fakir miskin dan anak anak terlantar dipelihara oleh negara'," kata Saldi.

Ia pun meminta pemohon untuk lebih berhati-hati.

Sementara itu, Hakim MK Arief Hidayat meminta pemohon untuk memperbaiki berkas permohonannya pada bagian alasan pokok permohonan.

Dalam hal ini, pemohon menilai ketentuan mengenai mekanisme pengisian kekosongan jabatan wakil kepala daerah melalui DPD tidak demokratis.

Oleh karenanya, menurut Arief, pemohon harus mampu menguraikan alasannya.

"Anda mengatakan yang dipilih langsung oleh DPRD tidak demokratis itu harus Anda uraikan. Anda juga mengatakan itu betentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 tolong nanti itu diuraikan," ujar Arief.

Pemohon lantas diberi waktu selama 14 hari oleh Mahkamah untuk memperbaiki berkas permohonannya.

Berkas perbaikian permohonan itu harus dikirimkan kemnali ke Mahkamah selambat-lambatnya 17 Februari 2020.

Diberitakan sebelumnya, ketentuan tentang mekanisme pengisian kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang dimuat dalam Undang-undang Pilkada diuji di Mahkamah Konstitusi (MK).

Pemohon dalam perkara ini adalah seorang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara bernama Michael.

Ia menggugat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, khususnya Pasal 176, karena dinilai tidak menciptakan pemilihan umum yang demokratis.

"Pertama bahwa Pasal 176 sendiri tidak menciptakan pemilihan umum yang demokratis," kata penggugat dalam sidang pendahuluan yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (3/2/2020).

Dalam Pasal 176 Ayat (1) UU Pilkada disebutkan bahwa jika wakil gubernur, wakil bupati, dan wakil wali kota berhenti karena meninggal dunia, permintaan sendiri, atau diberhentikan, pengisian wakil gubernur, wakil bupati, dan wakil wali kota dilakukan melalui mekanisme pemilihan oleh DPRD provinsi atau DPRD kabupaten/kota berdasarkan usulan dari partai politik atau gabungan partai politik pengusung.

Menurut Michael, bunyi ketentuan tersebut, berikut empat ayat setelahnya, melanggar syarat penetapan calon kepala daerah atau wakil kepala daerah jalur perseorangan yaitu mengantongi dukungan 50 persen suara+1.

https://nasional.kompas.com/read/2020/02/03/21104771/hakim-mk-ke-pemohon-uji-materi-ini-tugas-kuliah-anda

Terkini Lainnya

Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Nasional
Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Nasional
Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Nasional
Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Nasional
Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Nasional
DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Nasional
Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

Nasional
Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke