Hal tersebut disampaikan Yati Andriyani melalui keterangan tertulis pada Jumat (17/1/2020).
Dia membantah pernyataan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin yang menyebutkan bahwa Tragedi Semanggi I dan II tahun 1998 bukanlah pelanggaran HAM berat berdasarkan rapat paripurna DPR.
"DPR itu lembaga legislatif yang tidak dapat menentukan apakah sebuah peristiwa sebagai pelanggaran HAM berat atau bukan," ujar Yati.
Menurut Yati, dalam Undang-Undang (UU) Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM telah ditentukan bahwa dugaan pelanggaran HAM ditentukan oleh beberapa tingkatan.
Penentuan itu dari Komnas HAM sebagai penyelidik, Jaksa Agung sebagai penyidik, dan pengadilan yang mengadili perkara pelanggaran HAM berat.
Oleh karena itu, Yati pun menilai bahwa pernyataan ST Burhanuddin tersebut hanya alasan politis agar penyelesaian kasus Semanggi I dan II tak dilakukan
"Jadi, seperti kita ketahui, itu sih alasan politis saja untuk menghambat agar kasus ini tidak diselesaikan sesuai mekanisme dan aturan yang berlaku," kata dia.
Hal itu juga dipandangnya agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa menghindar untuk mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Pengadilan HAM Ad Hoc sehingga Jaksa Agung tak melakukan penyidikan.
Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin menyatakan bahwa Tragedi Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat.
Hal ini disampaikan Burhanuddin, dalam rapat kerja dengan Komisi III pada pemaparan terkait perkembangan penanganan kasus HAM.
"Peristiwa Semanggi I, Semanggi II, telah ada hasil rapat paripurna DPR RI yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat," kata Burhanuddin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/1/2020).
https://nasional.kompas.com/read/2020/01/17/13521241/kontras-nilai-dpr-tak-bisa-tentukan-tragedi-semanggi-bukan-pelanggaran-ham