Hal itu lantaran Awaluddin terkesan tidak begitu mengetahui soal kerja sama anak usaha AP II, Angkasa Pura Propertindo (APP) dengan PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI) terkait pengadaan semi baggage handling system (BHS) di sejumlah bandara.
Peringatan itu disampaikan Fahzal dalam sidang pemeriksaan saksi untuk mantan Direktur Utama PT INTI, Darman Mappangara.
Darman merupakan terdakwa kasus dugaan suap terkait pengadaan semi BHS tersebut.
"PT APP itu kan belum berpengalaman di BHS ini. Secara finansial memang bisa, tapi kan bisa enggak menyediakan barang itu? Barang semi BHS itu, bisa enggak disediakan?" kata Fahzal kepada Awaluddin di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/1/2020).
"Dia kontrak sama perusahaan lain kan. Untuk apa tunjuk APP, nyatanya kan dia kontrak sama PT INTI," lanjut dia.
Fahzal juga menyayangkan dengan fakta persidangan bahwa PT INTI ternyata tak memiliki kemampuan untuk mengerjakan pengadaan semi BHS tersebut.
Hal itu mengingat sejumlah saksi mengatakan keuangan PT INTI saat itu sedang buruk.
"PT INTI kan enggak mampu, kontrak lagi dia sama PT Berkat. Ini kan nyatanya jadi di subkontrak kan. Kenapa enggak sama PT Berkat aja langsung? Gitu kan," kata Fahzal.
"Kan ini efisiensinya enggak ada. Kalau jadi, ini proyek tidak efisien," lanjut dia.
Untung saja, lanjut Fahzal, pihak AP II tak memenuhi permintaan uang muka senilai Rp 21 miliar dalam pengadaan ini.
Ia pun juga mengapresiasi Direktur Operasi dan Pelayanan AP II Ituk Herarindri di persidangan, yang mengaku tak menyetujui pencairan uang Rp 21 miliar lantaran tak ada progres awal dalam pengadaan tersebut.
Fahzal mengingatkan bahwa penunjukan langsung dalam pengadaan barang dan jasa pada dasarnya merupakan hal yang sah.
Hanya saja, AP II selaku BUMN harus mengedepankan prinsip kehati-hatian dan efisiensi.
"Penyedia barang dan jasa juga itu harus betul-betul punya kemampuan finansial dan pengadaannya. Ini kan yang terjadi tidak," ujar dia.
"Jadi saya mengingatkan saudara supaya hati-hati, lama-lama nanti kita enggak tahu, bisa-bisa jadi kita yang duduk di sini (kursi terdakwa), Pak, gitu loh, ya kan. Jadi saya bukan ajarin saudara, cuma mengatur uang negara ini memang susah-susah gampang," lanjut dia.
Awaluddin yang duduk di kursi saksi pun menerima peringatan hakim Fahzal dan akan menjadi masukan perusahaan untuk lebih hati-hati.
"Baik Yang Mulia, terima kasih, ini akan menjadi masukan bagi kami ke depannya," kata Awaluddin.
Dalam perkara ini, Darman didakwa memberi suap sebesar 71.000 dollar Amerika Serikat (AS) dan 96.700 dollar Singapura ke mantan Direktur Keuangan AP II Andra Yastrialsyah Agussalam.
Menurut jaksa, suap tersebut diberikan secara bertahap lewat teman Darman bernama Taswin Nur. Taswin sudah divonis bersalah oleh majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Menurut jaksa, suap tersebut dimaksudkan agar Andra selaku salah satu petinggi AP II mengupayakan PT INTI menjadi pelaksana pekerjaan dalam pengadaan dan pemasangan semi BHS di sejumlah bandara yang berada di wilayah cabang AP II.
Uang tersebut juga demi proses kontrak pekerjaan antara PT INTI dan PT APP serta pembayaran dan penambahan uang muka cepat terlaksana.
https://nasional.kompas.com/read/2020/01/13/16245611/hakim-tipikor-nasihati-pimpinan-ap-ii-hati-hati-soal-pengadaan-barang