Salin Artikel

Ancaman Kriminalisasi atas Penangkapan Aktivis Kebebasan Beragama Sudarto

JAKARTA, KOMPAS.com - Aktivis Pusat Studi Antar Komunitas (Pusaka) Padang, Sudarto, ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Sumatera Barat (Sumbar) atas kasus ujaran kebencian.

Sudarto ditangkap terkait unggahannya mengenai pelarangan perayaan Natal di Kabupaten Dharmasraya dan Sijunjung, Sumbar.

Meski pengajuan penangguhan penahanan Sudarto akhirnya dikabulkan oleh Polda Sumatera Barat, namun kasus tersebut menuai kritik. 

Sejumlah pihak menilai penangkapan dan penetapan status tersangka terhadap Sudarto merupakan bentuk kriminalisasi terhadap kebebasan berekspresi, yang semestinya dijamin konstitusi.

Pernyataan kepolisian tidak bisa dibenarkan

Direktur Eksekutif Setara Institute Ismail Hasani mengatakan, tindakan kepolisian merupakan bentuk kriminalisasi terhadap kebebasan berekspresi.

Ia menilai penetapan tersangka Sudarto sebagai penyebar ujaran kebencian tidak bisa dibenarkan.

Sebab, menurut dia, apa yang disampaikan Sudarto mengenai adanya larangan perayaan Natal di Dharmasraya dan Sinjunjung merupakan fakta.

"Jelas ini bentuk kriminalisasi terhadap kebebasan berekspresi yang dijamin konstitusi. Jadi apa pun alasannya dan strategi kepolisian mencari delik-delik yg disangkakan kepada yang bersangkutan, tetap tidak bisa dibenarkan," kata Ismail saat dihubungi Kompas.com, Kamis (9/1/2020).

"Karena saya kira semua orang bisa melihat itu adalah bentuk kebebasan berpendapat. Apa yang disampaikannya adalah fakta," imbuhnya.

Ismail mengatakan semestinya polisi menjadi pihak yang melindungi Sudarto dari berbagai ancaman sosial terhadap dirinya.

Kepolisian, kata Ismail, juga seharusnya justru bekerja sama dengan pemerintah setempat agar tiap umat beragama dapat melakukab ibadah sesuai dengan ajaran masing-masing.

Apalagi, menurut dia, penghapusan intoleransi merupakan salah satu program strategis Presiden Joko Widodo.

"Seharusnya kepolisian melindungi Sudarto dari persekusi sosial masyarakat atas upaya dia menyampaikan praktik intoleransi. Kepolisian semestinya meng-encourage pemda agar sama-sama memberikan kesempatan pada warga negara yang berhak melakukan suatu ibadah," ujarnya.

Di masa mendatang, ia berharap kepolisian dapat bersikap netral jika berhadapan dengan kasus serupa. Ismail mengatakan kepolisi bekerja atas dasar konstitusi, bukan karena tekanan masyarakat.

"Yang selalu kami tangkap, adalah kepolisian menghargai kearifan lokal. Jadi kalau ada masyarakat yang bereaksi, polisi bertindak, itu keliru. Karena polisi itu bekerja di atas prinsip kosntitusi, bukan di atas tekanan publik dan seterusnya. Kita harapkan polisi sebenarnya cukup netral saja dalam menangani kasus-kasus seperti ini. Tidak berpihak," kata Ismail.

"Kalau polisi netral saja, ini sudah cukup kontributif terhadap kebebasan beragama dan berekspresi," tuturnya.

Sudarto dijerat UU ITE 

Sudarto ditangkap pada Selasa (7/1/2020). Penangkapan Sudarto diduga terkait postingan di akun Facebook Sudarto Toto yang menulis soal larangan Natal di Dharmasraya dan Sijunjung.

Postingan tersebut dinilai sebagai ujaran kebencian atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA). Penangkapan terhadap Sudarto dilakukan oleh Polda Sumbar berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/77/K/XII/2019/Polsek pada tanggal 29 Desember 2019 atas nama Harry Permana.

Setelah ditangkap dan diperiksa, Sudarto ditetapkan sebagai tersangka. Ia disangkakan dengan Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45 UU ITE.

"Tersangka diduga keras melakukan tindak pidana dunia maya dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian," kata Kabid Humas Polda Sumbar, Kombes Stefanus Satake Bayu Setianto, Selasa (7/1/2020).

Dirreskrimsus Polda Sumbar, Kombes Juda Nusa, menyatakan penangkapan dan penetapan Sudarto sebagai tersangka sesuai dengan prosedur kepolisian.

"Terhadap pelaku yang menyiarkan sudah kami tangkap dan statusnya ditetapkan tersangka. kami sudah melaksanakan sesuai prosedur atau standar operasional prosedur (SOP)," kata Juda.

Kuasa hukum Sudarto, Wendra Rona Putra, menyatakan penangkapan kliennya merupakan bentuk pembungkaman demokrasi.

"Penangkapan terhadap Sudarto merupakan salah satu bentuk pembungkaman demokrasi di Indonesia," kata Wendra, Rabu (8/1/2020).

Ia menilai pemakaian pasal-pasal UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 terus dilakukan negara untuk membungkam suara-suara kritis, terutama yang berkaitan dengan isu kebebasan berpendapat dan beragama.

"Tentunya penangkapan Sudarto sangat berbahaya bagi perkembangan demokrasi ke depan, terlebih dalam isu-isu kebebasan beragama dan berkeyakinan," tutur dia.

Wakil Ketua DPR telah angkat bicara

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyatakan bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya masing-masing.

"Termasuk hak di muka hukum soal menjalankan kepercayaan dan ibadah menurut kepercayaaan masing-masing, itu kan diatur oleh dan dilindungi oleh negara," kata Dasco di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (8/1/2020).

Mengenai penangkapan Sudarto, Dasco meminta kepolisian agar memproses kasus tersebut sesuai dengan hukum yang berlaku.

Ia juga mengingatkan agar kondusivitas antarumat beragama tetap dijaga.

"Saya pikir diproses selanjutnya sesuai dengan hukum dan aturan yang berlaku. Dan lebih baik memang untuk sama-sama kita menjaga supaya suasana kondusif, dalam keadaan banyak bencana seperti sekarang ini," ujarnya.

"Saya pikir soal kebebasan umat agama beribadah supaya dapat dijamin oleh negara," kata Dasco.

https://nasional.kompas.com/read/2020/01/09/08141821/ancaman-kriminalisasi-atas-penangkapan-aktivis-kebebasan-beragama-sudarto

Terkini Lainnya

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

Nasional
Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke