Baidowi menilai, tudingan ICW serampangan dan tidak berdasar.
Ia mempertanyakan prosedur apa yang dilanggar DPR dan pemerintah dalam memilih pimpinan KPK dan proses revisi Undang-undang tentang KPK.
"Itu tudingan serampangan dan ngawur. Apakah ada prosedur yang dilanggar dalam proses capim KPK? dan juga revisi UU KPK merupakan hal yang lumrah dan normal aja sebagai sebuah proses penyusunan legislasi," kata Baidowi ketika dihubungi, Selasa (31/12/2019).
Baidowi mengatakan, penunjukan anggota Dewan Pengawas KPK oleh Presiden Jokowi adalah bukti isu pelemahan lembaga antikorupsi itu tidak dapat dibenarkan.
Sebaliknya, Baidowi meminta ICW terbuka kepada publik terkait sumber pendanaannya.
"Boleh juga ICW terbuka ke publik terkait dirinya sendiri, misalnya sumber dana di dapat dari mana? maupun input data dari mana," ujar Baidowi.
Sebelumnya, ICW menganggap Presiden Joko Widodo ingkar janji dalam memperkuat KPK.
"Kita menilai ini tahun paling buruk bagi pemberantasan korupsi, ini tahun kehancuran bagi KPK yang benar-benar disponsori langsung oleh Presiden Joko Widodo dan juga anggota DPR periode 2014-2019 dan 2019-2024 mendatang," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam paparan Catatan Agenda Pemberantasan Korupsi Tahun 2019 di kantor ICW, Jakarta, Minggu (29/12/2019).
Menurut Kurnia, ada dua catatan mengapa Jokowi dinilai ingkar janji dalam memperkuat KPK.
Pertama, proses seleksi pimpinan KPK periode 2019-2023 yang menuai sejumlah persoalan. Persoalan itu, lanjut Kurnia, muncul di Panitia Seleksi (Pansel), proses seleksi, dan figur yang terpilih sebagai pimpinan KPK.
Selanjutnya ia menyoroti upaya Jokowi dan DPR meloloskan pengesahan revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).
Kurnia meyakini, KPK sudah tidak seperti dulu kala ketika UU KPK hasil revisi menjadi sah berlaku per tanggal 17 Oktober 2019.
https://nasional.kompas.com/read/2019/12/31/08310591/icw-sebut-jokowi-dan-dpr-sponsori-kehancuran-kpk-ppp-tudingan-serampangan