Wacana penghapusan aturan tersebut dikemukakan Kementerian Agraria Tata Ruang (ATR)/BPN. Pemerintah beralasan, penghapusan tersebut agar mempermudah usaha.
Pemerintah bahkan telah memasukan aturan tersebut dalam skema perundangan omnibus law yang tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Lapangan Kerja yang merangkum lebih dari 70 undang-undang.
Skema perundangan omnibus law dirancang Kementerian Koordinator Perekonomian bersama kementerian terkait.
Pemerintah menargetkan draf omnibus law berada di tangan legislatif sebelum tanggal 12 Desember 2019.
Jika itu terealisasi, pengusaha akan lebih mudah menjalankan proses usahanya. Terkait amdal misalnya, jika omnibus law diberlakukan, pengusaha tak perlu lagi menyertakan pertimbangan amdal.
Sebab, pertimbangan amdal sudah termakhtub dalam tahap rencana tata ruang wilayah (RTRW) maupun rencana detail tata ruang (RDTR).
Namun demikian, pengusaha tersebut tetap harus memastikan apakah tanah tersebut memang miliknya.
Jika dua ketentuan ini telah dilewati, selanjutnya pengusaha bisa melakukan pembangunan.
Namun demikian, langkah pemerintah atas wacana dan skema tersebut dinilai sembrono dan jauh dari upaya memproteksi atau melindungi lingkungan dari serbuan investasi maupun pembangunan.
Dinilai konyol
Ketua Desk Politik WALHI Khalisa Khalid mengatakan, pada saat negara lain gencar memproteksi wilayah dari ancaman lingkungan, justru Indonesia ingin menderegulasi kebijakan IMB dan amdal.
Menurut dia, wacana penghapusan kebijakan tersebut dapat mengarah pada penghancuran lingkungan.
"(Wacana) ini sembrono karena sebenarnya sering kali waktu dan energi kita ditarik untuk wacana yang sebetulnya belum memiliki strategi," ujar Khalisa di Kantor Walhi, Senin (25/11/2019).
Khalisa mengatakan, amdal sejauh ini telah mencapai tujuan utamanya, yakni terlibatnya masyarakat untuk berkontribusi dalam pengambilan keputusan guna menangkal kesalahan perizinan.
Seharusnya, pemerintah merespons kebijakan amdal dengan membenahi birokrasi, termasuk mempertegas penegakan hukum terhadap praktek dalam proses perumusan dan implementasinya.
"Kami meminta pemerintah untuk menghentikan rencana penghapusan amdal dan IMB karena akan membahayakan keselamatan lingkungan dan manusia di Indonesia," ucap dia.
Wanita yang kerap disapa Alin itu mengatakan, wacana ini harus segera direspons karena sangat berbahaya bagi masa depan lingkungan hidup dan generasi yang akan datang.
"Harapan kami tentu ini bisa menjadi satu penghalauan dari masyarakat sipil agar wacana konyol ini tidak dilanjutkan oleh ATR/BPN dan juga Presiden Jokowi," kata dia.
Perusakan alam
Koordinator Advokasi Walhi Jawa Tengah Abdul Gofar menyayangkan langkah tersebut.
Wacana itu dianggapnya sebagai upaya pemerintah mempercepat terjadinya kerusakan alam dan lingkungan di balik kampanye pembangunan berkelanjutan.
"Kami sangat khawatir kerusakan yang terjadi itu akan semakin masif. Mempermudah perizinan sama dengan mempercepat kerusakan lingkungan dan meniadakan kontrol dari masyarakat," ujar Gofar di kantor Walhi, Senin (25/11/2019).
Gofar menuturkan, pada dasarnya, amdal memiliki empat konsep yang mempertemukan unsur pemerintah, tim teknis, pemrakarsa, dan masyarakat.
Menurut dia, empat pihak yang terlibat dalam konsep amdal akan saling melengkapi.
Namun demikian, dalam implementasinya, sering terjadi penyimpangan.
Gofar mengatakan, jika pemerintah tetap ngotot menghapuskan amdal dan IMB, dikhawatirkan akan menyebabkan cepatnya kerusakan lingkungan.
"Jadi percuma kita berbicara masa depan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan, namun pendekatan yang dilakukan justru memangkas izin-izin yang menghambat investasi," kata dia.
Ia juga menyampaikan, perspektif pemerintah terhadap pembangunan keliru. Seharusnya, paradigma yang dibangun dalam investasi adalah menjauhkan dampak kerusakan yang akan dialami lingkungan.
"Ketika negara lain justru mengalihkan paradigma pembangunan yang berspektif lingkungan. Tapi negara kita justru berspektif ekonomi dengan meniadakan aspek lingkungan dan lain sebagainya," ucap Gofar.
"Saya tidak bisa mengimajinasikan, seandianya proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah dekat dengan pemukiman, terus punya potensi berdampak limbah yang mengandung B3, dengan adanya amdal saja banyak kasus," kata Gofar.
Hati-hati
Wakil Departemen Kampanye Walhi Edo Rahman meminta pemerintah harus berhati-hati terhadap wacana deregulasi aturan yang menjadi target omnibus law atau penyederhanaan aturan.
Edo juga meminta legislatif tidak serta-merta bergerak sendiri dalam menanggapi wacana tersebut. Menurut dia, legislatif harus tetap melibatkan masyarakat dalam menanggapi wacana tersebut.
Edo mengatakan, pemerintah sejauh ini kurang menempatkan masyarakat sebagai bagian dari partisipasi publik.
Sebab, hingga saat ini pemerintah belum bisa memaparkan secara gamblang aturan mana saja yang dianggap menjadi penghambat investasi maupun pembangunan.
Ia mengatakan, masyarakat akan mengalami penumpukan implikasi jika pemerintah tidak berhati-hati.
Pertama, hilangnya ruang partisipasi publik dalam mengkaji wacana penghapusan amdal dan IMB. Kedua, masyarakat akan menjadi korban dari wacana tersebut.
"Jangan terburu-buru, lakukan kajian mendalam. Kalau sudah masuk ke legislatif, legislatif harus menghalau atau lebih kritis, tidak serta-merta mengakomodir apa yang menjadi kebutuhan eksekutif," tegas Edo.
Edo pun mendesak pemerintah agar segera melakukan konsultasi publik sebelum draf omnibus law masuk meja legislatif.
Hal itu dilakukan supaya pemerintah dan legislatif mengetahui keinginan publik.
"Minta tanggapan masyarakat, minta tanggapan sipil, apa pandangan mereka," kata dia.
Tak mendesak
Edo berpendapat, wacana pencoretan IMB dan amdal tak mendesak.
"Kami justru menganggap itu (penghapusan amdal dan IMB) bukan hal urgent. Justru itu yang harus semakin kita dorong," ujar Edo di kantornya, Senin (25/11/2019).
"Karena kondisi lingkungan kita saat ini dan proses pembangunan itu masih banyak yang mengabaikan dampak lingkungan dan dampak masyarakat," ucap dia.
Walhi juga memprotes upaya pemerintah mempercepat pengeluaran izin lingkungan.
Menurut Edo, hal itu akan menutup ruang partisipasi masyarakat untuk bersama-sama mengawal proses izin lingkungan.
Ia mencontohkan implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.
Walhi menentang tegas aturan itu karena proses perizinan hanya memberi tempo 125 hari.
Begitu juga dengan Peratuan presiden (Perpres) Nomor 3 Tahun 2016 tentang percepatan pelaksanaan Program Strategis Nasional (PSN).
Dalam Perpres tersebut, pelaksana PSN bisa mendapatkan izin lingkungan hanya dalam jangka waktu 60 hari kerja.
Apabila pemerintah mendorong deregulasi demi memperbaiki perekonomian nasional, Walhi berpendapat bahwa sebaiknya aturan mengenai amdal dan IMB tidak diutak-utik.
"Apakah cukup dengan menghilangkan IMB dan amdal? Terus bagaimana dengan kebijakan fiskal, keterancaman keuangan negara kita? Jangan-jangan sudah besar utang kita daripada modal kita," ucap Edo.
Kontrol publik hilang
Khalisa mengatakan apabila wacana tersebut terealisasi, kontrol masyarakat dalam suatu pembangunan akan hilang.
Menurut dia, amdal dan IMB merupakan instrumen untuk memastikan adanya partisipasi warga terhadap adanya pembangunan maupun investasi.
Adanya partisipasi warga merupakan ruang kontrol publik terhadap pembangunan itu sendiri.
Karena itu, yang harus digulirkan adalah jaminan partisipasi warga agar lebih besar.
"Ini menjadi catatan yang penting karena selama ini ruang masyarakat ada pada kajian amdal itu sendiri, sejak dalam perencananya," ujar Khalisa.
Pihaknya mendesak agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Kementerian ATR/BPN menghentikan wacana penghapusan amdal dan IMB.
Apalagi, lahirnya amdal dan IMB merupakan usaha pencegahan atas pencemaran maupun pengrusakan lingkungan.
Ia tak ingin kerusakan lingkungan semakin masif. Terlebih, Indonesia termasuk salah satu negara rentan bencana alam.
Dengan faka tersebut, pemerintah dinilai seharusnya berupaya mengatasi kerusakan lingkungan.
Khalisa menyebut wacana penghapusan amdal dan IMB tak penting, apalagi sampai dikeluarkan ke publik.
"Seharusnya energi, waktu, dan sumber daya yang dimiliki negara diarahkan kepada upaya pemulihan lingkungan, ini jauh lebih penting dibandingkan dengan upaya mendistraksi lingkungan," ucap Khalisa.
https://nasional.kompas.com/read/2019/11/26/11103581/kritik-soal-rencana-pemerintah-hapus-amdal-dan-imb-dianggap-konyol-rusak