Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, angka tersebut didapat dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang diterima KPK.
"Diduga telah terjadi kerugian keuangan negara sebesar Rp 69 Milyar dari realisasi anggaran sekitar Rp 115 Miliar," kata Febri dalam konferensi pers, Kamis (21/11/2019).
Febri menuturkan, kerugian negara itu disebabkan pengadaan tanah untuk RTH yang memanfaatkan makelar dari unsur anggota DPRD dan pihak swasta.
Selisih pembayaran riil daerah ke makelar dengan harga tanah atau uang yang diterima pemilik tanah itu pun diduga dinikmati sejumlah pihak.
"Tujuan awal dari pengadaan tanah di Kota Bandung tersebut adalah untuk memperbanyak Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang diharapkan dapat berkontribusi untuk lingkungan dan udara yang sehat di Bandung. Akan tetapi pengadaan RTH ini dijadikan bancakan," kata Febri.
Febri pun mengimbau kepada pihak-pihak yang kecipratan uang dalam kasus ini untuk mengembalikan uang tersebut.
Ia mengatakan, sejauh ini KPK sudah menerima pengembalian uang dan aset senilai Rp 8 miliar.
"KPK akan mengejar aliran dana lain yang diduga dinikmati oleh sejumlah pihak dalam perkara ini untuk memaksimalkan asset recovery. KPK mengingatkan juga pada pihak-pihak yang pernah menikmati aliran dana agar koperatif dan mengembalikan uang ke KPK," kata Febri.
Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan tersangka baru dalam kasus ini yakni seorang pihak swasta bernama Dadang Suganda.
Dadang diduga berperan sebagai makelar dalam pengadaan tanah untuk RTH Bandung dan memperkaya diri sebesar Rp 30 miliar.
"Pemerintah Kota Bandung membayarkan Rp 43,65 miliar pada DGS (Dadang). Namun DGS hanya memberikan Rp 13,5 miliar pada pemilik tanah," ucap Febri.
Penetapan Dadang sebagai tersangka merupakan pengembangan dari penyidikan terhadap tiga tersangka sebelumnya yaitu mantan Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (PKAD) Kota Bandung Hery Nurhayat.
Kemudian, dua mantan anggota DPRD Kota Bandung, Tomtom Dabbul Qomar dan Kadar Slamet.
Diduga, Tomtom dan Kadar menyalahgunakan kewenangan untuk meminta penambahan anggaran. Selain itu, keduanya berperan sebagai makelar pembebasan lahan.
Sementara, Hery diduga menyalahgunakan kewenangan dengan mencairkan anggaran yang tidak sesuai dengan dokumen pembelian.
Selain itu, dia mengetahui bahwa pembayaran bukan kepada pemilik langsung melainkan melalui makelar.
https://nasional.kompas.com/read/2019/11/21/19060891/kpk-sebut-negara-rugi-69-miliar-akibat-kasus-pengadaan-rth-bandung