Salin Artikel

Wacana Evaluasi Pilkada Langsung, antara Partisipasi Publik hingga Politik Uang

Wacana itu dilontarkan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian setelah bertemu dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Rabu (6/11/2019).

Tito beranggapan, pelaksanaan pilkada langsung berbiaya mahal. Sehingga rawan terjadi praktik korupsi setelah kepala daerah terpilih.

Di sisi lain, pelaksanaan pilkada langsung juga dianggap sebagai sebuah bentuk demokrasi bagi masyarakat. Pasalnya, ada keterlibatan langsung dari publik untuk memilih kandidat kepala daerah terbaik menurut mereka.

"Banyak manfaatnya, yakni partisipasi demokrasi. Tapi kita lihat mudaratnya juga ada, politik biaya tinggi. Kepala daerah kalau enggak punya Rp 30 miliar mau jadi bupati, mana berani dia," kata Tito seperti dilansir dari Tribunnews.

Pandangan senada disampaikan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).

Menurut Sekretaris Jenderal DPP PPP Arsul Sani, evaluasi pelaksanaan pilkada langsung perlu dilakukan agar pelaksanaannya ke depan dapat berjalan lebih baik.

"Sebetulnya dari sisi DPR kan sudah lama lihat pilkada langsung ini banyak mudaratnya, meski enggak bisa tutup mata manfaatnya juga ada, yaitu hak demokrasi secara langsung bisa dinikmati rakyat," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Kamis (7/11/2019).

Sementara itu menurut Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto, pelaksanaan pilkada langsung sudah cenderung mengarah ke praktik liberal.

Selain berbiaya mahal, praktik demokrasi ini juga memunculkan oligarki baru, yakni antara mereka yang memiliki modal besar dan akses ke media yang luas.

Mereka yang mampu memobilisasi sumber daya modalnya dengan baik, memiliki peluang yang lebih besar untuk terpilih. Sehingga, konsep pemilihan umum yang semula dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, dianggap sudah menjadi demokrasi yang berbasis kekuatan kapital.

"PDI-P menanggapi positif gagasan Mendagri Tito Karnavian untuk melalukan evaluasi terhadap pelaksanaan sistem pemilu (pilkada) langsung yang menyebabkan tingginya biaya pemilu, korupsi, dan ketegangan politik akibat demokrasi bercita rasa liberal yang selama ini diterapkan di Indonesia," kata Hasto melalui keterangan tertulis, Jumat (8/11/2019).

Di lain pihak, Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily menilai, perdebatan pilkada langsung dan tidak langsung merupakan perdebatan lama. Ia pun beranggapan bahwa praktik demokrasi yang telah berjalan saat ini sudah cukup baik.

"Ya kita sejauh ini masih konsisten bahwa pilkada lebih baik dilaksanakan secara langsung," kata Ace di Kompleks Parlemen.

Meski demikian, ia tak mempersoalkan bila pelaksanaan pilkada langsung akan dievaluasi, sepanjang hasilnya akan berdampak baik dalam proses mencari pemimpin di daerah.

Namun, ia mengingatkan, pelaksanaan pilkada langsung saat ini sudah cukup mengejawantahkan keinginan masyarakat dalam mencari pemimpin bagi daerahnya masing-masing.

Sementara itu, anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Fritz Edward Siregar mengatakan, apapun mekanisme penyelenggaraannya, pilkada akan tetap berada di bawah pengawasan Bawaslu.

"Apa pun pilihannya, kan kami sebagai pelaksana undang-undang melakukan apa yang diwajibkan kepada kami," kata Fritz.

Berkaca dari pelaksanaan Pemilu 2019, Bawaslu sejauh ini telah menangani ratusan kasus dugaan pelanggaran pemilu.

Hasilnya, 380 laporan diputuskan sebagai pelanggaran pemilu dan 45 kasus lainnya diputuskan sebagai tindakan politik uang.

"Penindakan politik uang itu sudah terjadi, dan peran Bawaslu dalam melakukan fungsi penindakan sudah dilakukan dengan berbagai inovasi penindakan pelanggaran," kata Fritz.

Praktik politik berbiaya tinggi dikhawatirkan menimbulkan praktik pidana lainnya yang mungkin akan dilakukan oleh oknum kepala daerah yang ingin mengembalikan modal yang sudah dikeluarkan.

Oleh karena itu, Tito menilai, perlu adanya perbaikan sistem pilkada langsung agar tidak menimbulkan dampak negatif di kemudian hari.

"Bagaimana solusi mengurangi dampak negatifnya, supaya enggak terjadi korupsi, biar tidak terjadi OTT lagi," kata dia.

Di sisi lain, Arsul menyarankan, perlu adanya penelitian empiris mengenai dampak positif dan negatif dari pelaksanaan pilkada langsung. Penelitian ini perlu dilakukan sebelum pemerintah dan DPR mengambil langkah yang lebih jauh.

Meski pun nantinya sistem pilkada akan berubah menjadi tidak langsung, ia menambahkan, tidak perlu seluruh wilayah menerapkan sistem yang sama.

"Ada yang enggak langsung, misalnya pilgub (pemilihan gubernur). Yang langsung adalah pilbub (pemilihan bupati) dan pilwakot (pemilihan wali kota)," kata Arsul.

"(Kenapa) karena rezim otda (otonomi daerah) yang dianut pemerintahan kita titik beratnya pada kabupaten kota, bukan provinsi," imbuh dia.

Sumber: Kompas.com (Penulis: Fitria Chusna Farisa, Haryanti Puspa Sari, Rakhmat Nur Hakim)

https://nasional.kompas.com/read/2019/11/08/16104541/wacana-evaluasi-pilkada-langsung-antara-partisipasi-publik-hingga-politik

Terkini Lainnya

Tanggal 23 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 23 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke