Revisi UU tersebut telah disahkan menjadi UU dalam rapat paripurna pada Selasa (17/9/2019).
"Satu-satunya ruang yang tersedia ya mengujinya di Mahkamah Konstitusi. Soalnya kan kita tidak bisa berharap ke presiden untuk menolak UU itu karena proses pembahasannya sudah selesai dan presiden menyetujuinya dalam rapat paripurna," kata Veri ketika dihubungi Kompas.com, Selasa.
Menurutnya, presiden bisa saja menolak untuk menandatangani UU tersebut.
Kendati demikian, Veri menilai hal tersebut hanya sebagai basa-basi sebab setelah 30 hari UU tersebut tetap akan sah.
"Karena kalaupun misalnya presiden tidak mau menandatangi itu kan cuma sebagai basa-basi saja kalau itu terjadi karena setelah 30 hari UU tersebut akan tetap sah," ungkapnya.
Ia mengungkapkan bahwa meski baru saja disahkan, gugatan terhadap UU KPK tersebut dapat langsung diajukan kepada MK.
"Sebenarnya permohonan itu sudah bisa diajukan, tinggal nanti ketika misalnya nomornya sudah keluar, jadi bisa nunggu nomor itu keluar atau sekarang pun diajukan juga tidak ada persoalan," tutur Veri.
Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat telah mengesahkan revisi Undang-undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Pengesahan dilakukan dalam rapat paripurna pada Selasa (17/9/2019).
"Apakah pembicaraan tingkat II atau pengambilan keputusan terhadap revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dapat disetujui menjadi undang-undang?," tanya Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang memimpin sidang.
"Setuju," jawab seluruh anggota dewan yang hadir.
Pengesahan Undang-undang KPK ini merupakan revisi atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Perjalanan revisi ini berjalan sangat singkat. Sebab, DPR baru saja mengesahkan revisi UU KPK sebagai inisiatif DPR pada 6 September 2019.
Dengan demikian, hanya butuh waktu sekitar 11 hari hingga akhirnya UU KPK yang baru ini disahkan.
https://nasional.kompas.com/read/2019/09/17/15260931/satu-satunya-ruang-yang-tersedia-ya-mengujinya-di-mk