Salin Artikel

DPR-Pemerintah Bahas 29 Poin Revisi UU KPK yang Berpotensi Melemahkan

Pada Jumat (13/9/2019) lalu, DPR dan pemerintah menggelar Rapat Panitia Kerja (Panja) secara tertutup untuk membahas Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) rancangan undang-undang.

Meski demikian, pembahasan revisi rupanya tidak hanya terbatas pada lima isu yang belakangan menjadi polemik.

Kelima isu tersebut diketahui terkait independensi KPK, pembentukan Dewan Pengawas, pengetatan penyadapan, kewenangan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dan status penyelidik-penyidik KPK.

Kompas.com mencoba menelusuri satu per satu poin DIM rancangan undang-undang, kemudian membandingkannya dengan UU KPK.

Dari penelusuran tersebut, setidaknya ada 29 poin perubahan yang tengah dibahas oleh DPR dan Pemerintah.

Sebagaian besar poin perubahan pernah disoroti oleh Persatuan Guru Besar Indonesia (Pergubi).

"Kami menolak revisi atau perubahan UU KPK yang akan memangkas kewenangan dan melemahkan KPK," ujar Guru Besar Universitas Nasional Jakarta Lijan Poltak Sinambela di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (13/9/2019).

Terkait status kedudukan kelembagaan misalnya, dalam draf perubahan disebutkan bahwa KPK merupakan lembaga negara yang masuk dalam rumpun eksekutif. Hal ini mengacu pada putusan MK Nomor 36 Tahun 2017.

Pada UU KPK, hanya menyebut KPK adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.

Dalam Pasal 3 draf RUU KPK versi baleg DPR, frasa "bebas dari pengaruh kekuasaan manapun" dihapus. Namun pemerintah mengusulkan ketentuan kembali ke rumusan awal, mengacu pada putusan MK.

Pasal 6 terkait tugas KPK. Dalam draf, ketetentuan soal pencegahan diletakkan di atas ketentuan penindakan. Sedangkan di UU KPK, penindakan di atas pencegahan.

Kemudian, DPR menghilangkan kewenangan KPK terkait pendaftaran dan pemeriksaan LHKPN. Pemerintah tidak setuju dan mengembalikannya sesuai ketentuan yang diatur dalam UU KPK saat ini.

Ditambahkan pula ketentuan mengenai kewajiban KPK melaporkan satu kali salam setahun ke Presiden, DPR dan BPK.

Terkait kewenangan KPK melakukan supervisi. Dalam draf, DPR menghapus frasa "instansi yang dalam melaksanakan pelayanan publik."

Implikasinya, instansi yang bergerak dalam pelayanan publik tidak lagi berada dalam supervisi KPK.

Ada pula hilangnya kewenangan KPK dalam mengambilalih perkara dari APH lain dalam tahap penuntutan.

Pasal 9 UU KPK menyatakan, KPK bisa mengambilalih perkara dalam tahap penyidikan dan penuntutan. Sementara dalam draf RUU usulan DPR, KPK hanya berwenang mengambil perkara dalam hal penyidikan.

Kendati demikian, pemerintah mengusulkan agar pasal tersebut dikembalikan ketentuan awal.

Poin lain, hilangnya kewenangan KPK untuk menindak perkara korupsi yang mendapatkan perhatian atau meresahkan masyarakat di Pasal 11 draf RUU KPK.

Pasal 12 ayat (2) huruf C draf RUU KPK, terkait kewenangan KPK memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang terkait.

Dalam pasal ini, terdapat penambahan frasa "menyertakan penjelasan secara detail mengenai keterkaitan rekening dimaksud dengan perkara tindak korupsi yang ditangani."

Pemerintah tidak sepakat dengan penambahan frasa itu karena berpotensi kebocoran informasi terkait penyidikan suatu perkara.

Dalam draf RUU terdapat juga pasal sisipan, yakni Pasal 12A, terkait keharusan KPK berkoordinasi dengan Kejaksaan dalam melaksanakan penunututan. Sementara, pemerintah mengusulkan pasal ini untuk dihapus. 

https://nasional.kompas.com/read/2019/09/16/08243441/dpr-pemerintah-bahas-29-poin-revisi-uu-kpk-yang-berpotensi-melemahkan

Terkini Lainnya

Andi Gani Ungkap Alasan Ditunjuk jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Andi Gani Ungkap Alasan Ditunjuk jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Nasional
PKB Siap Bikin Poros Tandingan Hadapi Ridwan Kamil di Pilkada Jabar

PKB Siap Bikin Poros Tandingan Hadapi Ridwan Kamil di Pilkada Jabar

Nasional
Hari Pendidikan Nasional, Serikat Guru Soroti Kekerasan di Ponpes

Hari Pendidikan Nasional, Serikat Guru Soroti Kekerasan di Ponpes

Nasional
Bukan Staf Ahli, Andi Gani Ditunjuk Jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Bukan Staf Ahli, Andi Gani Ditunjuk Jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Nasional
Anies Belum Daftar ke PKB untuk Diusung dalam Pilkada DKI 2024

Anies Belum Daftar ke PKB untuk Diusung dalam Pilkada DKI 2024

Nasional
PAN Persoalkan Selisih 2 Suara Tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

PAN Persoalkan Selisih 2 Suara Tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

Nasional
Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Nasional
KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

Nasional
Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Nasional
Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Nasional
Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Nasional
Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Nasional
Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke