Salin Artikel

Rekayasa Restitusi Pajak Dealer Mobil Mewah yang Diungkap KPK

PT WAE merupakan perusahaan PMA (penanaman modal asing) yang menjalankan bisnis sebagai dealer dan pengelola layanan sales, services, spare part, dan body paint untuk mobil merek Jaguar, Bentley, Land Rover, dan Mazda.

Komisaris PT WAE, Darwin Maspolim, diduga menyuap empat orang pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan yang bertugas memeriksa pajak PT WAE.

Empat tersangka yang diduga menerima suap dari Darwin adalah Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Tiga Kanwil Jakarta Khusus Yul Dirga, Supervisor Tim Pemeriksa Pajak PT WAE Hadi Sutrisno, Ketua Tim Pemeriksa Pajak PT WAE Jumari, dan Anggota Tim Pemeriksa Pajak PT WAE M. Naim Fahmi.

"Tersangka DM, pemilik saham PT WAE diduga memberi suap sebesar Rp 1,8 miliar untuk YD, HS, JU dan MNF agar menyetujui pengajuan restitusi pajak PT WAE," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam konferensi pers di Gedung KPK, Kamis (15/8/2019).

Ia menjelaskan, suap yang diberikan Darwin kepada Tim Pemeriksa Pajak membuat kewajiban bayar pajak PT WAE menjadi direkayasa.

"Alih-alih perusahaan sebagai wajib pajak membayar pajak ke negara, dalam kasus ini justru ditemukan Negara yang harus membayar klaim kelebihan bayar pada perusahaan," ujar Saut.

Rekayasa

Saut mengungkapkan, uang Rp 1,8 miliar tersebut diberikan terkait penetapan nilai restitusi pajak PT WAE pada tahun 2015 dan 2016. Pada 2015, PT WAE mengajukan resitusi sebesar Rp 5,03 miliar.

Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Tiga pun melakukan pemeriksaan lapangan terkait pengajuan restitusi tersebut. Tim itu terdiri dari Hadi Sutrisno, Jumadi, dan M Naim Fahmi.

"Dari hasil pemeriksaan, tersangka HS menyampaikan kepada PT WAE bahwa hasil pemeriksaan bukan lebih bayar, melainkan kurang bayar. Namun, Tersangka HS menawarkan bantuan untuk menyetujui restitusi dengan imbalan di atas Rp 1 miliar," ujar Saut.

Darwin kemudian menyetujui tawaran itu dan mencairkan uang tersebut dalam dua tahap dan menukarkan dalam bentuk valuta asing dollar Amerika Serikat.

Pada April 2017, Kepala KPP PMA Tiga Yul Dirga (YD) menandatangani surat ketetapan pajak lebih bayar (SKPLB) pajak penghasilan yang menyetujui restitusi sebesar Rp 4,59 miliar.

Awal Mei 2017, staf PT WAE menyerahkan uang sebesar 73.300 dollar AS kepada Hadi di tempat parkir salah satu pusat perbelanjaan di kawasan Jakarta Barat.

Pada tahun pajak 2016, PT WAE kembali mengajukan restitusi. Kali ini, nilainya Rp2,7 miliar. Yul Dirga pun kembali menunjuk Hadi untuk melakukan pemeriksaan lapangan.

"Pada saat proses klarifikasi, tersangka HS memberitahukan pihak PT WAE bahwa terdapat banyak koreksi sehingga yang seharusnya lebih bayar menjadi kurang bayar," kata Saut.

Hadi pun kembali menawarkan bantuan dengan imbalan Rp 1 miliar. Namun, kali ini Darwin menolaknya.

Kemudian, Hadi berdiskusi dengan Yul dan menyepakati angka Rp 800 juta sebagai commitment fee yang disetujui Darwin.

Yul Dirga meneken SKPLB Pajak Penghasilan yang menyetujui resitusi sebesar Rp 2,77 miliar pada Juni 2018.

Setelah SKPLB keluar, staf PT WAE menyerahkan uang 57.000 dollar AS kepada Hadi di toilet salah satu pusat perbelanjaan.

Seperti sebelumnya, uang tersebut dibagi rata kepada Hadi, Jumari dan, Naim sebesar 13.700 dollar AS per orang, sedangkan Yul mendapat jatah 14.000 dollar AS untuknya seorang.

Dua pegawai dibebastugaskan

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membebastugaskan dua dari empat pegawainya yang jadi tersangka kasus dugaan suap terkait restitusi pajak PT WAE. Keduanya adalah Jumari dan M Naim Fahmi.

Sementara itu, dua orang lainnya yang jadi tersangka masih diperiksa, yakni Yul Dirga dan Hadi Sutrisno.

"Dari pegawai yang terlibat, ada empat ya, dan sudah ada rekomendasi hukuman disiplin yang kami sampaikan kepada Dirjen Pajak dan terus ditindaklanjuti. Yang telah dijatuhi hukuman disiplin adalah ketua tim JU (Jumari) dan anggota tim MNF (M Naim Fahmi). Keduanya sudah dibebastugaskan dari jabatan yang diemban. Sedangkan dua, saudara YD (Yul Dirga) dan saudara HS (Hadi Sutrisno) ini masih proses," kata Inspektur Jenderal Kemenkeu Sumiyati.

Sumiyati mengingatkan kepada semua jajaran di Kemenkeu untuk tidak mencoba-coba melanggar atau menciderai integritas.

"Kami minta kepada semua jajaran di lingkungan Kemenkeu, tidak ada lagi yang mencoba-coba melanggar atau menciderai integritas Kemenkeu. Dan juga kepada semua wajib pajak, kami minta dukunganya untuk tidak menganggu integritas jajaran Kemenkeu," tegasnya.

Dia menyebut Menteri Keuangan Sri Mulyani telah mengatakan kasus ini merupakan bentuk pengkhianatan lantaran memalukan institusi.

Senada dengan Sumiyati, Juru Bicara KPK, Febri Diansyah menegaskan, pihaknya bersama Kementerian Keuangan sangat intens mengawasi kemungkinan pelanggaran di sektor pajak dan penerimaan negara. 

"Agar tidak melakukan penyimpangan dan tidak main-main dalam pelaksanaan tugasnya apalagi untuk menguntungkan diri sendiri," ujar Febri.

Adapun dalam kasus ini, Darwin sebagai pihak pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

Sedangkan empat tersangka lain yang menjadi pihak penerima disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

https://nasional.kompas.com/read/2019/08/16/08432241/rekayasa-restitusi-pajak-dealer-mobil-mewah-yang-diungkap-kpk

Terkini Lainnya

Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Nasional
Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Nasional
Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Nasional
Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

Nasional
Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke