Salin Artikel

Cara Bung Karno Siapkan Pidato 17 Agustus, Pandang Bintang di Langit, Bermunajat, dan Tulis Tangan...

Pidato yang disampaikannya mampu membangkitkan emosi mereka yang mendengarnya.

Tak terkecuali saat Soekarno, sering pula disapa Bung Karno, menyampaikan pidato saat peringatan Hari Kemerdekaan RI pada setiap 17 Agustus.

Meski terbiasa mempersiapkan naskah pidato atau menyampaikan pidato secara spontan, konon ada perbedaan saat Soekarno mempersiapkan pidato untuk amanat Hari Kemerdekaan.

Pada hari spesial itu, Soekarno yang biasa berpidato secara spontan, harus melewati perenungan panjang sebelum akhirnya berbicara saat 17 Agustus.

Memandang bintang dan bermunajat

Membuka arsip lama Kompas terbitan 11 Agustus 1965, tertulis sedikit cerita mengenai cara Bung Karno mempersiapkan amanatnya.

Kisah itu termuat pada halaman pertama dalam artikel berjudul “Tjara Bung Karno Mempersiapkan Amanat 17 Agus”.

Salah satu orang dekat Bung Karno yang merupakan wartawan sekaligus penyiar RRI kala itu, Darmosugondo, mengungkapkan, Soekarno kerap memandangi bintang pada malam hari sebelum menuliskan amanat untuk disampaikan pada 17 Agustus.

Menurut kisah Darmosugondo, Soekarno keluar dari rumahnya, kemudian menatap langit secara seksama.

Ia memerhatikan bintang-bintang yang bertebaran hingga menemukan satu yang paling terang.

Darmosugondo mengatakan, saat itulah Soekarno memanjatkan doa dan memohon petunjuk kepada Tuhan untuk negeri besar yang menjadi tanggung jawabnya sebagai seorang Pemimpin Negara.

Tidak hanya melandasi amanat yang akan disampaikannya dengan kekayaan spiritual, Soekarno juga turun menemui rakyat untuk memahami permasalahan konkret yang tengah dialami bangsanya.

Ketika dua hal itu sudah dilakukan, Soekarno akan menuliskan amanatnya, bukan dengan mesin tik, melainkan tulisan tangan.

Libatkan emosi hingga air mata

Sementara, ada pengakuan langsung sang Proklamator melalui penggalan amanat yang ia sampaikan saat peringatan kemerdekaan tahun 1963.

Soekarno menyebutkan, ia kerap menitikkan air mata saat menuliskan amanat karena kondisi batin yang penuh dengan emosi.

“Dengan terus terang saya katakan di sini bahwa beberapa kali saya harus ganti kertas, oleh karena air mataku kadang-kadang tak dapat ditahan lagi,” kata Soekarno dalam pidatonya.

Emosi ini bukan amarah, melainkan perasaan haru dan cinta yang begitu besar kepada bangsa dan negara.

“Tiap kali saja mempersiapkan pidato 17 Agustus lantas menjadi seperti dalam keadaan keranjingan,” ujar Soekarno.

“Segala yang gaib dalam tubuh saya lantas meluap-luap. Seluruh alam halus di dalam tubuh saya ini lantas seperti menggetar dan berkobar dan menggempur. Dan bagiku, api lantas seperti masih kurang panas, samudera lantas seperti masih kurang dalam, bintang di langit lantas seperti masih kurang tinggi,” papar Bung Karno.

Soekarno juga mengungkapkan betapa ia bangga dan kagum terhadap bangsa majemuk yang ia pimpin.

Kekaguman ini tak jarang membawanya pada perasaan terharu.

“Saya menulis pidato ini sebagaimana biasa dengan perasaan cinta yang meluap-luap terhadap Tanah Air dan bangsa. Tetapi ini kali dengan perasaan terharu juga. Lebih daripada biasa terhadap keuletan Bangsa Indonesia dan kekaguman yang amat tinggi terhadap kemampuan Bangsa Indonesia,” ujar Soekarno saat upacara peringatan kemerdekaan 56 tahun lalu.

Beberapa poin penting yang disebutkan sang Founding Father dalam pidatonya adalah kemerdekaan sepenuhnya yang sudah didapatkan Bangsa Indonesia dari segala bentuk penjajahan.

“Kita sekarang telah merdeka! Tidak ada satu ikatan lagi yang mengikat Tanah-Air kita. Mulai saat ini kita menyusun negara kita, negara merdeka, Negara Republik Indonesia, merdeka, kekal, dan abadi, Insya Allah, Tuhan memberkati kemerdekaan kita itu!”

Ia juga mengobarkan semangat kepada seluruh rakyatnya agar terus bersemangat mengisi kemerdekaan dengan hal-hal yang bersifat membangun. Sehingga kemerdekaan bukan hanya sebatas slogan, melainkan kebebasan yang benar-benar dapat dirasakan maknanya.

“Resapkanlah, endapkanlah, renungkanlah, bahwa kita ini sudah 20 tahun merdeka. Apa artinya 20 tahun dalam sejarah tergantung saudara-saudara, tergantung dari peranan iuran kita kepada sejarah itu.

Manakala kita melempem, manakala jiwa kita lembek, manakala kita menyerah sebagai obyek sejarah dan tidak berusaha menjadi subjek sejara, maka jangankan 20 tahun, 200 tahun sekalipun akan tertancap dalam debu sejarah sebagai bukan apa-apa. Ya, bukan apa-apa

Tapi manakala kita berlawan, berjuang, menjebol, dan membangun, mendestruksi dan mengkonstruksi, berfantasi dan berkreasi, manakala kita berjiwa elang rajawali dan bersemangat banteng, manakala kita pantas disebut pejuang sebagaimana 20 tahun ini kita membuktikannya.

Maka jangankan 20 tahun, 2 tahun saja pun, tapi 2 tahun yang dahsyat demikian itu akan tercatat abadi dalam sejarah dan akan abadi sebagai teladan.”

Menanggapi pidato yang disampaikan Bung Karno, 17 Agustus 1965, Menko saat itu, Roeslan Abdoelgani, menyebutnya sebagai konsep politik yang rasional dan ilmiah.

“Adapun konsep ‘Berdikari’ adalah suatu konsepsi politik yang rasionil serta ilmiah dapat dipertanggungjawabkan, karena sikap berdikari itu adalah respons yang tepat terhadap challenge pihak Nekolim di segala bidang terhadap revolusi dan Republik Indonesia kita, terutama challenge mereka di bidang ekonomi,” kata Roeslan, dikutip dari artikel Kompas edisi 24 Agustus 1965.

Sementara, Pemuda Katolik ketika itu menganggap isi pidato Soekarno itu menjadi cambuk bagi semua pihak untuk mewujudkan Indonesia yang dapat berdiri di atas kaki sendiri, untuk berbagai bidang keperluan.

https://nasional.kompas.com/read/2019/08/14/11333301/cara-bung-karno-siapkan-pidato-17-agustus-pandang-bintang-di-langit

Terkini Lainnya

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dengan Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dengan Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
'Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo'

"Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo"

Nasional
Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Nasional
Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke