Salin Artikel

17 Agustus dan Kenangan terhadap Sosok WR Supratman...

Setiap upacara bendera, apalagi menjelang peringatan ulang tahun RI pada 17 Agustus setiap tahunnya, nama WR Supratman seakan kembali dikenang.

Lagu kebangsaan, Indonesia Raya, adalah hasil karya WR Supratman.

Sebenarnya, seperti apa kehidupan WR Supratman?

Lahir dengan nama lengkap Wage Rudolf Supratman, ia lahir pada 9 Maret 1903 dari pasangan sersan KNIL Djoemeno Senen Sastrosoehardjo dan Siti Senen.

Dikutip dari Harian Kompas, 18 Agustus 1990, Supratman terkenal sebagai seorang komponis yang menciptakan banyak lagu perjuangan.

Meski demikian, profesi aslinya adalah seorang wartawan dan penulis buku.

Lagu-lagu perjuangan yang diciptakannya tak terlepas dari jalinan komunikasinya dengan para tokoh pergerakan.

Sepulang dari Makassar, Supratman kenal dekat dengan tokoh pergerakan seperti Sugondo Djojopuspito, M. Tabrani, dan Sumarto.

Lagu pertamanya adalah "Dari Barat sampai ke Timur" yang dilatarbelakangi oleh Kongres Pemuda.

Di kongres pemuda itu, Supratman terkesan dengan pidato yang disampaikan oleh Tabrani dan Sumarto terkait cita-cita "Satu Nusa Satu Bangsa" yang digelari Indonesia Raya.

Ia kemudian menyampaikan niatnya kepada dua tokoh itu untuk membuat lagu sesuai isi pidato mereka dengan judul Indonesia Raya.

Lagu Indonesia Raya akhirnya berkumandang pada malam penutupan Kongres Pemuda II yang bertepatan pada tanggal 28 Oktober 1928, meski hanya berupa instrumental biola Supratman.

Ketika rapat pembubaran panitia Kongres Pemuda II, lagu Indonesia Raya dinyanyikan sebuah koor dan Supratman mengiringinya dengan bermain biola.

Cita-cita Supratman tercapai

Keinginan dan cita-cita Supratman untuk menciptakan lagu kebangsaan akhirnya tercapai saat Kongres Partai Nasional Indonesia pada Desember 1928.

Dalam kongres itu, lagu Indonesia Raya ditetapkan sebagai lagu kebangsaan Indonesia.

Hingga kini, lagu gubahan WR Supratman itu masih menjadi lagu kebangsaan Indonesia yang selalu berkumandang di setiap upacara bendera dan acara-acara resmi.

Pada 1930, Belanda mengeluarkan larangan untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya karena alasan mengganggu ketertiban dan keamanan.

Supratman pun diinterogasi oleh Belanda.

Di depan pihak Belanda, Supratman mengaku tidak pernah menggunakan kata "merdeka" dalam lagu itu.

Pada teks aslinya, kata yang ia gunakan adalah "mulia".

Namun, para pemuda kemudian menggantinya menjadi "merdeka".

Banyak yang mengatakan bahwa lagu Indonesia Raya memiliki kemiripan dengan lagu La Marseille karya Rouget de L'isle (1922).

Hal itu bukan tanpa alasan, mengingat Supratman sangat terkesan dengan gairah lagu kebangsaan Perancis itu ketika pertama kali mendengarnya pada 1922.

Selain lagu Indonesia Raya, Supratman juga menciptakan beberapa lagu lain, seperti Dari Barat Sampai ke Timur, Bendera Kita, Bangunlah Hai Kawan, Ibu Kita Kartini, Indonesia Hai Ibuku, Matahari Terbit, dan masih banyak lagi.

Sebelum meninggal, Supratman sempat ditangkap pada 7 Agustus 1938 oleh pihak Belanda karena lagu terakhirnya, Matahari Terbit.

Pihak Belanda menafsirkan lagu itu berkaitan dengan bangkitnya kekaisaran Jepang.

Tuduhan tersebut tak terbukti.

Supratman pun akhirnya dibebaskan dari penjara.

Tak lama setelah itu, Supratman mengalami sakit keras yang berujung pada kematiannya.

"Mas, nasibku sudah begini. Inilah yang disukai oleh pemerintah Hindia Belanda. Biarlah saya meninggal, saya ikhlas. Saya toh sudah beramal, berjuang dengan caraku, dengan biolaku. Saya yakin Indonesia pasti merdeka," pesannya kepada Urip Kasansengari sebelum meninggal.

W R Supratman meninggal pada 17 Agustus 1938 di usia yang relatif muda, 35 tahun.

Tujuh tahun kemudian, Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, tanggal yang sama dengan berpulangnya Supratman.

WR Supratman mendapatkan anugerah gelar Pahlawan Nasional pada 10 November 1971. 

https://nasional.kompas.com/read/2019/08/14/10324591/17-agustus-dan-kenangan-terhadap-sosok-wr-supratman

Terkini Lainnya

Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Nasional
Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Nasional
Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Nasional
KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

Nasional
Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Nasional
Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Nasional
DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

Nasional
Menhub Usul Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Masuk PSN

Menhub Usul Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Masuk PSN

Nasional
SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

Nasional
Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Nasional
Hari Ke-11 Penerbangan Haji Indonesia, 7.2481 Jemaah Tiba di Madinah, 8 Wafat

Hari Ke-11 Penerbangan Haji Indonesia, 7.2481 Jemaah Tiba di Madinah, 8 Wafat

Nasional
Ketua KPU Protes Aduan Asusila Jadi Konsumsi Publik, Ungkit Konsekuensi Hukum

Ketua KPU Protes Aduan Asusila Jadi Konsumsi Publik, Ungkit Konsekuensi Hukum

Nasional
Sindir Bobby, PDI-P: Ada yang Gabung Partai karena Idealisme, Ada karena Kepentingan Praktis Kekuasaan

Sindir Bobby, PDI-P: Ada yang Gabung Partai karena Idealisme, Ada karena Kepentingan Praktis Kekuasaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke