Andra menjadi tersangka lantaran diduga menerima suap 96.700 dollar Singapura dari staf PT Industri Telekomunikasi Indonesia (PT INTI) Taswin Nur.
Suap itu terkait proyek pengadaan baggage handling system (BHS) pada PT Angkasa Pura Propertindo (PT APP) yang dikerjakan oleh PT INTI.
Saut memandang bahwa Taswin kemungkinan tak bergerak atas inisiatif sendiri untuk memberikan uang tersebut.
"Ekspose kemarin memang itu bisa jadi akan berkembang ya. Saya belum bisa sebut dulu ke orang lebih lanjut. Saya pikir itu masih akan berkembang nanti, tetapi tergantung nanti bisa mengembang ke mana," kata Saut di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (2/8/2019).
Di sisi lain, kata Saut, KPK perlu menelusuri apakah ada pihak lain di AP II yang diduga ikut menerima suap atau membantu mengurus proyek BHS itu.
Saat ini, KPK masih fokus pada penanganan dua tersangka yang baru dijerat.
"Makanya saya bilang itu nanti masih kita lihat ini kan baru bicara indikasi-indikasi keterangan berikutnya seperti apa, tetapi kalau saya lihat dari konstruksi yang dijelaskan oleh teman-teman di penyelidikan kemarin ya bisa jadi ini berkembang," ujar dia.
Kasus ini bermula ketika PT Angkasa Pura Propertindo (PT APP) ingin menggelar lelang proyek pengadaan BHS.
Namun, Andra justru mengarahkan PT APP untuk melakukan penjajakan dan menunjuk langsung PT INTI.
Selain itu, Andra mengarahkan negosiasi antara PT APP dan PT INTI untuk meningkatkan uang muka dari 15 persen menjadi 20 persen.
Uang muka itu ditingkatkan karena adanya kendala cashflow di PT INTI. Uang muka itu juga dibutuhkan untuk modal awal pengerjaan proyek oleh PT INTI.
Andra juga mengarahkan Wisnu Raharjo selaku Direktur Utama PT APP agar mempercepat penandatanganan kontrak antara PT APP dan PT INTI.
Uang 96.700 dollar Singapura itu diserahkan kepada Andra sebagai imbalan atas tindakannya "mengawal" proyek BHS untuk dikerjakan PT INTI.
https://nasional.kompas.com/read/2019/08/03/06070031/kpk--kasus-suap-pejabat-ap-ii-bisa-berkembang-ke-keterlibatan-pihak-lain