Salin Artikel

Kisah di Balik Berdirinya Partai dan Ormas Eks Kader Golkar dan PKS

Mantan Ketua Umum Partai Golkar ini meminta kader yang kecewa tak membentuk partai baru.

Keretakan partai akibat sakit hati yang berujung mendirikan partai baru seolah menjadi kebiasaan lama di partai Golkar.

Semestinya, kata Kalla, kecintaan dengan partai harus ditunjukkan dengan mencari jalan tengah yang baik.

"Hanya dengan cara demokratis, orang tak akan pecah. Orang akan puas untuk tidak menang-menangan apabila demokrasi suatu partai demokratis. Intinya adalah bagaimana kelola partai dengan demokratis," kata Kalla, Rabu (31/7/2019).

Pernyataan Kalla tersebut mengingatkan perpecahan di tubuh partai beringin, yang tak jarang terjadi.

Beberapa kader partainya bahkan mendirikan partai-partai baru.

Partai Gerindra dibentuk Prabowo Subianto, Partai Hanura didirikan Wiranto, dan Partai Nasdem dibesut Surya Paloh yang ketiganya pernah menjadi bagian dari Golkar.

Berikut adalah cerita singkat soal pecahan-pecahan partai yang punya alasan sendiri mengapa memisahkan diri dari "induknya"

1. Partai Gerindra

Prabowo Subianto pernah mencalonkan diri sebagai calon presiden dari Partai Golkar pada Konvensi Capres Golkar 2004.

Meski lolos sampai putaran akhir, akhirnya mimpi Prabowo kandas di tengah jalan karena kalah suara.

Beberapa tahun setelahnya, Prabowo memilih hengkang dari Golkar dan mendirikan Partai Gerindra, tepatnya pada 6 Februari 2008.

Alasannya, ia merasa kurang maksimal mengeluarkan gagasannya dan juga tak tahan berada di Golkar yang selalu berorientasi dengan uang.

Ia mendirikan partai bersama adiknya, Hashim Djojohadikusumo, Fadli Zon yang merupakan mantan aktivis, serta mantan Deputi V Badan Intelijen Negara Bidang Penggalangan Muchdi Purwoprandjono dan tokoh lainnya.

2. Partai Hanura

Partai Hanura dirintis Wiranto semasa masih menjadi kader Partai Golkar pada Novemver 2006.

Kemudian, pada Desember 2006, Wiranto menyerahkan surat pengunduran dirinya dari Partai Golkar.

Saat masih menjadi kader, Wiranto pernah memenangkan Konvensi Calon Presiden Partai Golkar pada 2004.

Ia mengalahkan Akbar Tandjung yang saat itu menjabat Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar.

Kemudian, Wiranto diusung menjadi capres dari Golkar bersama Salahuddin Wahid tapi kalah suara pada putaran pertama.

3. Partai Nasdem

Saat masih menjadi kader Partai Golkar sebagai Ketua Pembina, Surya Paloh juga mendirikan organisasi masyarakat bernama Nasional Demokrat.

Ormas tersebut kemudian resmi menjadi partai pada 26 Juli 2011. Partai Golkar tak menerima dualisme tersebut dan memberi ultimatum.

Surya pun memilih keluar dari Partai Golkar setelah puluhan tahun menjadi kadernya dan fokus mengelola Nasdem.

Selain kecewa dengan sistem partai beringin, pengunduran dirinya tersebut merupakan kumulasi dan suatu anti-klimaks, karena ide-ide yang dia usung tidak memperoleh ruang di Partai Golkar.

Selain itu, Surya menilai Partai Golkar tidak mampu berinteraksi dengan satu keinginan yang timbul dalam masyarakat sehingga angka pemilihnya terus merosot.

4. Partai Perindo

Berdirinya Partai Perindo dideklarasikan pada 7 Februari 2015. Partai ini didirikan oleh Hary Tanoesoedibjo, pengusaha dan pemilik MNC Group yang bergerak di bidang media.

Meski banyak terjun di bidang usaha, ia juga pernah menjejaki karir di partai politik.

Diketahui, Hary pernah bergabung dalam Partai NasDem dan Partai Hanura.

Hary Tanoe resmi bergabung dengan Nasdem pada Oktober 2011.

Di Nasdem, Hary menduduki posisi sebagai Ketua Dewan Pakar dan Wakil Ketua Majelis Nasional.

Selang setahun, Hary memutuskan cabut dari Nasdem karena "perang dingin" dengan Surya Paloh.

Ia pun pindah ke Partai Hanura dan menjabat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Partai.

Ia sempat berpasangan dengan Wiranto sebagai bakal calon presiden dan wakil presiden pada 2014.

Namun, pencalonan mereka kandas dan Hary pun mundur dari Hanura.

Terlebih lagi karena perbedaan pandangan politik dengan Hanura yang merapat ke kubu Jokowi di Pilpres 2014.

5. Partai Berkarya

Dilihat dari lambangnya, terlihat jelas bahwa Partai Berkarya merupakan pecahan dari Partai Golkar.

Keduanya memiliki lambang yang mirip, yakni pohon beringin.

Partai ini didirikan pada 15 Juli 2016 dan disahkan pada Oktober 2016.

Anak-anak presiden pertama RI, Soeharto, merapatkan barisan di partai tersebut.

Partai Berkarya dipimpin oleh Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto dan baru menyunting Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto pada 2018.

Sementara itu, posisi Sekretaris Jenderal dijabat oleh Priyo Budi Santoso.

Ketiganya merupakan jebolan Partai Golkar.

Titiek yang baru menyusul Tommy, meninggalkan Golkar tahun lalu, menyatakan, selama masih menjadi kader partai tersebut, ia sulit memperjuangkan kondisi bangsa yang kian memprihatinkan.

Ia mengaku memiliki pandangan berbeda dengan Golkar dalam berbangsa, namun tak bisa menyuarakan isi hatinya.

Akhirnya, ia memutuskan keluar dan bergabung dengan adiknya untuk memperjuangkan kepentingan rakyat lewat jalan lain.

6. Garbi

Fahri Hamzah menginisiasi organisasi masyarakat Gerakan Arah Baru Indonesia (Garbi) setelah dipecat dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Bahkan, Fahri berencana mendaftarkan Garbi sebagai partai politik ke Kementerian Hukum dan HAM pada tahun ini.

Secara administratif, struktur Garbi di tingkat provinsi hampir selesai dibentuk. Saat ini, Garbi sedang membentuk struktur kepengurusan tingkat II.

Perseteruan Fahri dengan PKS bermula dari keinginan partai untuk menggeser Fahri dari posisinya sebagai Wakil Ketua DPR RI.

Badan Penegak Disiplin Organisasi (BPDO) PKS mengevaluasi kinerja Fahri sebagai pimpinan DPR.

Evaluasi dilakukan setelah beberapa kader PKS mengadu ke BPDO karena merasa terganggu atas sikap Fahri.

Ia dinilai terlalu banyak bicara dan cenderung membela politisi Partai Golkar Setya Novanto selama tersandung kasus 'Papa minta saham'.

Pada 1 April 2016, Presiden PKS Sohibul Iman menandatangani SK DPP terkait keputusan Majelis Tahkim yang memutuskan memecat Fahri dari seluruh jenjang jabatan di kepartaian.

Meski dipecat PKS, Fahri masih menduduki posisi pimpinan DPR hingga kini.

Tak terima dipecat, Fahri melawan lewat jalur hukum sehingga pemecatannya itu belum bisa dieksekusi. Sebab, ia merasa bertanggung jawab dengan konstituen yang telah memilihnya.

Hingga akhirnya, Fahri menang atas kasasi yang diajukannya. PKS diharuskan membayar ganti rugi dan memulihkan nama baik Fahri.

https://nasional.kompas.com/read/2019/08/01/16160041/kisah-di-balik-berdirinya-partai-dan-ormas-eks-kader-golkar-dan-pks

Terkini Lainnya

Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Bingung Mau Siapkan Jawaban

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Bingung Mau Siapkan Jawaban

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Nasional
Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Nasional
Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke