Walaupun, pengacara Jokowi-Ma'ruf tidak setuju dengan kebijakan itu.
"Hari ini kami dari pihak terkait harus memahami suasana kebatinan Majelis Hakim karena Beliau-beliau ini negarawan. Andai kata di peradilan umum, kami pasti protes karena sudah jelas tidak ada kekosongan hukum," ujar Wayan usai persidangan di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jumat (14/6/2019).
Hakim Konstitusi sebelumnya memperbolehkan tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menggunakan perbaikan permohonan.
Meskipun dalam hukum acara yang diatur Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 1 Tahun 2019, perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) tidak mengenal perbaikan permohonan, khususnya terkait pilpres.
Hakim mengakomodasi perbaikan permohonan itu karena menganggap ada kekosongan hukum.
Hakim mengacu pada Pasal 86 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK.
Dalam pasal itu disebutkan bahwa Mahkamah Konstitusi dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenangnya menurut UU tersebut.
Sementara itu, Wayan berpendapat, tidak ada kekosongan hukum seperti yang disampaikan hakim. Sebab, ada dua PMK yang mengatur tidak boleh ada perubahan permohonan untuk sengketa pilpres.
PMK yang dimaksud adalah Peraturan MK (PMK) Nomor 4 Tahun 2018 serta PMK Nomor 1 Tahun 2019 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU).
Selain itu, aturan juga diperkuat dengan Pasal 475 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
"Jadi tidak ada kekosongan hukum, malah berlapis-lapis," ujar Wayan.
Meski demikian, pengacara Jokowi-Ma'ruf tetap menghormati kebijakan hakim. Wayan yakin pada akhirnya putusan hakim akan mengacu PMK tersebut.
https://nasional.kompas.com/read/2019/06/14/19080381/pengacara-jokowi-maruf-andaikan-di-peradilan-umum-kami-pasti-sudah-protes