Efek ekor jas juga berdampak pada calon legislatifnya yang maju dalam Pemilu 2019.
Salah satu caleg yang mendapatkan dampak tersebut adalah Andre Rosiade, caleg DPR RI dari Partai Gerindra di daerah pemilihan (dapil) I Sumatera Barat.
Pada Pileg 2019, Andre merasa citra dirinya terangkat karena Pemilu 2019 diselenggarakan secara serentak.
Pria asal Sumbar ini diberi tugas sebagai juru bicara Partai Gerindra dan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
"Intinya pemilu ini biayanya sangat besar. Tapi saya tertolong juga dengan pilpres dan pileg yang diselenggarakan serentak karena di saat yang bersamaan saya bertugas menjadi jubir Prabowo-Sandi dan Gerindra," ujar Andre kepada Kompas.com, beberapa waktu lalu.
"Saya dapat efek ekor jas juga. Artinya saya merepresentasikan Gerindra, dan sebaliknya. Saya juga merepresentasikan Prabowo, dan sebaliknya. Dampak itu saya dapatkan," sambungnya.
Maka dari itu, Andre merasa tidak harus bekerja ekstra keras untuk mengenalkan dirinya ke konstituen.
Sebab, Andre sudah memiliki panggung yang banyak lantaran kerap tampil menjadi jubir Prabowo-Sandiaga dan Gerindra di berbagai media massa.
Menguras uang dan tenaga
Maju sebagai caleg di Sumatera Barat tidaklah mudah meskipun Andre lahir dari Padang.
Logistik perlu dipersiapkan secara matang agar tidak boros. Ia mengaku Pemilu 2019 memang melelahkan.
"Pemilu yang sekarang itu memang melelahkan ya, terlalu panjang, kampanye tujuh sampai delapan bulan. Kampanye yang panjang ini menghabiskan waktu, stamina, dan uang," tutur Andre.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Ikatan Keluarga Minang ini menyebutkan, sudah mengeluarkan biaya kampanye di atas Rp 3 miliar.
Memasang iklan di papan reklame, beragam alat peraga kampanye (APK), dan iklan di media massa lokal paling banyak menguras biaya logisitiknya.
"APK sih paling besar, kemudian pasang iklan di papan reklame, radio, TV lokal, dan sebagainya. Kalau kampanye yang langsung ketemu masyarakat sih biayanya murah, sudah 500 titik saya kunjungi," ucapnya.
Tak pelak, guna mengakali biaya kampanye yang lebih besar, Andre menyiasatinya dengan menggalang dana.
Penggalangan itu ia lakukan dari sumbangan warga di Sumbar, teman-teman bisnisnya, dan caleg DPRD tingkat provinsi dan kabupaten/kota dari Partai Gerindra.
"Dana ada yang dari kantong sendiri, ada yang dari sumbangan warga dan teman-teman, dan banyak bantuan dari caleg tandeman Partai Gerindra," paparnya.
Ia mengaku, biaya kampanyenya banyak dibantu oleh caleg DPRD Gerindra dapil Sumbar. Tak hanya dana yang dibantu, para caleg tandeman tersebut juga mengampanyekan Andre dari Senin-Kamis.
"Saya kan hari Jumat, Sabtu, dan Minggu aja ke dapil, sisanya di Jakarta. Di luar hari itu, para caleg yang bekerja," ungkapnya.
Menjelang pelaksanaan pemilu yang dihelat 17 April 2019, Andre kian meningkatkan kunjunganya di dapil.
Hal itu pun kerap menuai kritikan dari keluarganya. Sang istri hingga anaknya mengeluhkan rutinitas kampanye.
"Karena dapilnya jauh, saya harus meninggalkan keluarga juga kan. Anak-anak sampai istri mengeluh karena saya terlalu lama di dapil dan di hari biasa saya juga bekerja sebagai jubir Prabowo dan Gerindra di berbagai media massa," ujar Andre.
Adapun untuk dana saksi dan dana kampanye partai, Andre mengaku, biaya untuk dua kegiatan tersebut dihimpun secara gotong royong dari para caleg Gerindra.
Ke depan, Andre berharap Pemilu 2024 tidak memakan banyak waktu kampanye yang panjang seperti Pemilu 2019.
Menurut dia, idealnya durasi kampanye cukup tiga bulan saja agar biaya politik yang dikeluarkan pun tidak besar.
https://nasional.kompas.com/read/2019/04/11/15490851/cerita-caleg-jadi-jubir-prabowo-sandi-dan-gerindra-andre-rosiade-dapat-efek