Hal itu disampaikannya menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperpanjang waktu penghitungan suara maksimal 12 jam sejak berakhirnya hari pencoblosan.
"Itu artinya penyelenggara di tingkat bawah harus menyiapkan energi ekstra. Artinya mereka harus siap seandainya ada perpanjangan sampai 12 jam, jadi bisa sampai selesainya 12 siang," kata Abhan usai sidang putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (28/3/2019).
Selain itu, ia juga menyoroti putusan MK yang memperbolehkan penggunaan surat keterangan (suket) perekaman untuk mencoblos, bagi mereka yang belum memiliki e-KTP.
Menurut Abhan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) perlu memastikan agar mereka yang telah merekam e-KTP mendapatkan suket.
"Ini memang harus mendorong pemerintah dalam hal ini Dirjen Dukcapil supaya memastikan orang-orang yang belum melakukan perekaman agar segera melakukan perekaman. Dan mengeluarkan surat keterangan supaya hak pilihnya tidak hilang," kata dia.
Dalam perkara dengan Nomor 20/PUU-XVII/2019 tersebut, MK juga memutuskan bahwa pemilih yang ingin pindah memilih dapat mengajukannya paling lambat tujuh hari sebelum pencoblosan.
Sebelumnya, sebanyak tujuh pemohon mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi, Selasa (5/3/2019).
Ketujuh pemohon tersebut adalah Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang diwakili oleh Titi Anggraini, pendiri dan peneliti utama Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis, dan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari.
Kemudian, terdapat pula dua orang warga binaan di Lapas Tangerang, yaitu Augus Hendy dan A. Murogi bin Sabar, serta dua karyawan, Muhamad Nurul Huda dan Sutrisno.
Para pemohon menguji Pasal 210 ayat (1), Pasal 350 ayat (2), Pasal 383 ayat (2), Pasal 348 ayat (4) dan ayat (9).
https://nasional.kompas.com/read/2019/03/28/19192151/ini-tanggapan-bawaslu-pasca-putusan-mk-soal-uji-materi-uu-pemilu