Salah satu penyebabnya adalah ketidaktahuan petugas pencocokan dan penelitian (coklit) saat melakukan verifikasi faktual guna penyusunan DPT.
"Ada beberapa sebab, namun utamanya karena ketidaktahuan petugas bahwa KTP elektronik WNA sama dengan KTP elektronik WNI," kata Viryan saat dikonfirmasi, Kamis (7/3/2019).
Persamaan antara e-KTP WNA dengan e-KTP WNI yang dimaksud Viryan merujuk pada warna, bentuk, dan ukuran. Perbedaan e-KTP hanya terletak pada bahasa, e-KTP WNA menggunakan Bahasa Inggris sementara e-KTP WNI berbahasa Indonesia.
Menurut Viryan, pihaknya telah menindaklanjuti temuan Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang menyebut ada 103 data WNA yang masuk DPT Pemilu.
Setelah melalui proses pengecekan faktual, dari 103 data yang diberikan, KPU hanya menemukan 101 WNA. Dua nama WNA yang lain disinyalir terdata ganda.
Sebanyak 101 data WNA tersebut tersebar di 17 provinsi. Bali menjadi provinsi dengan WNA terbanyak yang masuk DPT.
Sementara itu, dilihat dari persebaran asal negaranya, 101 WNA yang masuk DPT ini berasal dari 29 negara. WNA paling banyak berasal dari Jepang, yaitu sebanyak 18 orang.
Atas temuan tersebut, Viryan mengatakan, KPU telah melalukan pencoretan.
"Sudah dicoret semua karena yang bersangkutan masuk kategori Tidak Memenuhi Syarat (TMS)," ujar Viryan.
https://nasional.kompas.com/read/2019/03/07/17411961/kpu-sebut-masuknya-data-wna-ke-dpt-pemilu-karena-ketidaktahuan-petugas