Padahal, Andi mengatakan, sejak awal partainya telah mengimbau seluruh pengurus di provinsi dan kabupaten/kota untuk tak meloloskan caleg mantan narapidana korupsi.
Hal ini diakui sebagai bentuk komitmen partai yang juga tercantum dalam AD/ART mereka untuk memberantas praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme
"Untuk di pusat tahunya setelah diumumkan KPU. Tapi kan mungkin sudah diketahui oleh pimpinan kabupaten/kota tersebut, cuma mungkin mereka tidak menyampaikan ke kita," kata Andi saat dihubungi Kompas.com, Senin (25/2/2019).
Andi mengaku partainya 'kecolongan' dalam hal ini.
Meski begitu, diakui bahwa tidak adanya Undang-Undang Pemilu atau Peraturan KPU (PKPU) yang melarang mantan narapidana korupsi maju sebagai caleg seakan memihak dan memberi peluang bagi caleg eks koruptor ikut maju dalam pemilu.
Andi mengatakan, partainya tidak menolerir keberadaan caleg eks koruptor.
Oleh karenanya, ia mengimbau ke seluruh pengurus daerah untuk tak terlalu agresif dalam mengampanyekan caleg yang punya catatan kasus korupsi.
Jika nantinya terjadi mekanisme penggantian antar waktu (PAW), maka caleg tersebut tak akan dipertimbangkan.
"Kita tinggal mengimbau supaya tidak terlalu agresif untuk mengampanyekan caleg tersebut, dan pasti kan masyarakat tidak akan memilihnya kan," ujar Andi.
"Kita tidak akan mentolerir kalau misalnya caleg tersebut nanti terpilih kan ada internal kita aturan main tersendiri, tidak mem-PAW-kan yang bersangkutan," sambungnya.
Seperti diketahui, KPI mengumumkan 81 nama caleg mantan narapidana korupsi. Caleg tersebut maju melalui 14 dari 16 partai politik peserta pemilu 2019.
https://nasional.kompas.com/read/2019/02/25/21253941/ketua-dpp-berkarya-kami-baru-tahu-ada-caleg-eks-koruptor-di-partai-usai