Salin Artikel

Restrukturisasi TNI yang Ditengarai Membangkitkan Lagi Dwifungsi ABRI...

Salah satu rencana restrukturisasi, Presiden Joko Widodo akan memberikan kesempatan kepada perwira TNI untuk menduduki berbagai jabatan di kementerian atau lembaga yang membutuhkan.

Direktur Imparsial Al Araf menilai rencana tersebut tidak tepat. Sebab, penempatan TNI aktif pada jabatan sipil tidak sejalan dengan agenda reformasi.

"Penempatan TNI aktif pada jabatan sipil dapat mengembalikan fungsi kekaryaan TNI yang dulunya berpijak pada doktrin dwifungsi ABRI (fungsi sosial-politik) yang sudah dihapus sejak reformasi," ujar Al kepada Kompas.com, Selasa (12/2/2019).

"Hal ini tentu tidak sejalan dengan agenda reformasi TNI dan dapat mengganggu tata sistem pemerintahan yang demokratis," kata dia.

Al menjelaskan, reformasi TNI mensyaratkan militer tidak lagi berpolitik. Artinya, militer aktif tidak lagi menduduki jabatan politik seperti di DPR, Gubernur, Bupati atau jabatan di kementerian dan lainnya.

Sejak Undang-undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI disahkan, militer aktif hanya menduduki jabatan-jabatan yang memiliki keterkaitan dengan fungsi pertahanan, seperti Kementerian Pertahanan, Kemenkopulhukam, Sekmil Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lemhanas, Dewan Pertahanan Nasional, Narkotika Nasional dan Mahkamah Agung.

Selain itu, lanjut Al, berdasarkan Pasal 47 ayat 3 UU TNI, penempatan TNI dalam lembaga didasarkan atas permintaan pimpinan departemen dan lembaga pemerintahan non departemen.

Perwira TNI pun wajib tunduk pada ketentuan administrasi yang berlaku dalam lingkungan departemen dan lembaga pemerintah non departemen.

"Dalam konteks itu, rencana perluasan agar militer aktif bisa menduduki jabatan di kementerian lain melalui revisi UU TNI tentu tidak sejalan dengan agenda reformasi TNI dan akan mengembalikan fungsi kekaryaan yang sudah dihapus," kata Al.

Bantah Dwifungsi ABRI

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayor Jenderal Sisriadi membantah anggapan adanya upaya mengembalikan dwifungsi ABRI dalam rencana restrukturisasi TNI.

Menurut Sisriadi, tidak ada korelasi antara restrukturisasi TNI dan dwifungsi ABRI.

"Itu tidak ada hubungannya sama sekali," ujar Sisriadi saat mengunjungi Menara Kompas, Palmerah, Jakarta Barat, Selasa (12/2/2019).

Sisriadi menjelaskan, konsep dwifungsi yang berlaku selama zaman Orde Baru menempatkan TNI dalam ranah pertahanan keamanan dan politik kekuasaan. Saat itu seorang perwira TNI aktif dapat menjabat sebagai kepala daerah atau menteri.

Sementara itu, rencana restrukturisasi akan menempatkan perwira TNI ke dalam struktur birokrasi di kementerian/lembaga. Undang-undang nomor 34 tahun 2004 tentang TNI menyatakan, prajurit aktif dapat menempati 10 kementerian/lembaga.

Kesepuluh kementerian/lembaga tersebut membidangi koordinator Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Negara, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotik Nasional dan Mahkamah Agung.

"Toh itu bukan ke politik. Kalau dwifungsi itu kekuatan hankam dan kekuatan politik," kata Sisriadi.

Lebih lanjut ia mengatakan, penerapan dwifungsi saat ini justru tidak menguntungkan bagi TNI secara kelembagaan. Sebab TNI akan kembali dimanfaatkan untuk kepentingan politik kekuasaan.

"Dan memang kami tahu persis kok. Dwifungsi lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya dan saya kira masyarakat seharusnya bisa melihat bahwa demokrasi kita terbangun karena keikhlasan TNI," ucap Sisriadi.

Sisriadi mengatakan, pada zaman Orde Baru, konsep dwifungsi bertujuan untuk melanggengkan kekuasaan. Saat itu, TNI digumakan sebagai alat kekuasaan.

Ia memastikan bahwa saat ini TNI tidak memiliki niat untuk menghidupkan kembali dwifungsi ABRI.

"Kita semua tahu lah. Jadi kita lihat akibatnya kehancuran. Jadi itu mudarat sebenarnya. Nah kita tidak ingin kontribusi negatif lagi kan dan semua orang pasti tidak ingin," kata dia.

"Di TNI tidak ada (menghidupkan dwifungsi) untuk kembali ke situ. Yang pertama tentu kami butuh doktrin. Tidak pernah ada doktrin seperti itu," tutur dia.

Alasan Restrukturisasi

Menurut Sisriadi, TNI secara kelembagaan tengah mengalami persoalan. Jumlah perwira menengah dan perwira tinggi mengalami kelebihan. Akibatnya, banyak perwira tinggi dan menengah TNI yang tak mendapat jabatan.

Hal itu menjadi alasan TNI berencana melakukan restrukturisasi.

"Kelebihan yang sekarang ini memang butuh pemecahan jangka pendek," ujar Sisriadi.

"Sekarang ini ada kelebihan kolonel sekitar 500 orang, kelebihan perwira tinggi sampai 150 orang. Memang sekarang butuh pemecahan," kata dia.

Sisriadi mengatakan, TNI memang mengalami masalah teknis pengelolaan sumber daya. Persoalan itu muncul sejak disahkannya Undang-Undang nomor 34 tahun 2004 tentang TNI.

Dalam UU TNI terdapat perubahan usia pensiun dari 55 tahun menjadi 58 tahun.

"Artinya ada perpanjangan masa dinas perwira," kata Sisriadi.

Untuk mengatasi persoalan itu, Panglima TNI juga berupaya menata kembali sistem kepangkatan dengan menerbitkan Peraturan Nomor 40 Tahun 2018.

Dalam peraturan itu, jangka waktu seorang perwira dalam memegang suatu jabatan tinggi menjadi dipersingkat.

Kendati demikian, TNI tetap.membutuhkan waktu lima tahun untuk mengatasi menumpuknya jumlah perwira menengah dan perwira tinggi.

"Itu sudah diatur dan memang tidak bisa langsung habis. Kita butuh lima tahun untuk menyelesaikan itu," tutur dia.

https://nasional.kompas.com/read/2019/02/13/09392871/restrukturisasi-tni-yang-ditengarai-membangkitkan-lagi-dwifungsi-abri

Terkini Lainnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke