Menurut Sodik, konsep kampanye semacam itu sudah disiapkan jauh-jauh hari.
"Untuk bekal kampanye, jauh-jauh sebelumnya Gerindra sudah siapkan konsep paradoks Indonesia beserta visi Indonesia ke depan dan programnya," ujar Sodik ketika dihubungi, Rabu (14/11/2018).
Namun, kata Sodik, Prabowo-Sandiaga justru disibukkan dengan hal-hal yang tidak substansial.
Dia menyebutnya dengan istilah "serangan-serangan yang aneh".
Contohnya, kata Sodik, ketika Prabowo bertemu dengan tim pemenangan di Kabupaten Boyolali.
Dalam acara itu, Prabowo melontarkan guyonan yang kemudian menjadi polemik yaitu istilah "tampang Boyolali".
Padahal, menurut Sodik, subtansi pernyataan Prabowo adalah soal kesenjangan ekonomi.
"Prabowo bicara tentang kesenjangan ekonomi dan tentang pengayaan aset bangsa oleh asing, tapi yang dipersoalkan bukan tentang hal tersebut. Tetapi, tentang guyonan Prabowo sebagai simbol masyarakat yakni tampang Boyolali," kata Sodik.
Dinilai belum fokus pada visi misi
Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, menilai, sejauh ini kritik yang dilontarkan dua pasang capres dan cawapres masih memuat pernyataan yang sarkastik.
"Kritik itu bukan harus sarkastik. Kritik yang tajam itu karena argumentasi yang kita sampaikan itu 'ngena', bukan karena sarkastiknya," ujar Siti.
"Orang Indonesia masih mengandalkan seberapa sarkastik bahasa itu supaya punch, tapi ini salah," tambah dia.
Siti mengatakan, kritik yang meninggalkan kesan melecehkan atau merendahkan pihak lain harus dihindari para elite.
Bukan hanya oleh pasangan calon, melainkan juga para tim suksesnya.
Menurut dia, sisa waktu kampanye yang ada ini bisa digunakan untuk menjabarkan visi dan misi.
https://nasional.kompas.com/read/2018/11/14/12243201/menurut-timses-prabowo-sandiaga-sudah-kampanyekan-visi-misi-tetapi