Ade Armando menjadi ahli pemohon yang diajukan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dalam sidang gugatan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di Mahkamah Konstitusi.
"Potensi gesekan kampanye di lapangan lebih besar dibandingkan kampanye di media massa," kata Ade saat menjalani sidang di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (5/11/2018).
Menurut dia, dengan masih lamanya masa kampanye di media massa, maka partai politik harus memusatkan perhatianya kampanye di lapangan. Kampanye tersebut dilakukan dengan ragam bentuk, seperti pemasangan spanduk, baliho, stiker, dan sebagainya. Alhasil, konflik antarpartai dan masyarakat rentan terjadi.
"Saling tumpang tindih. Ini sudah terjadi di beberapa daerah kan. Jadi sudah mulai ada tegangan meskipun konfliknya tidak sampai fisik," papar Ade.
Untuk itu, Ade menyarankan Bawaslu untuk mencabut Pasal 176 ayat (2) UU 7/2017. Pasal tersebut menjelasakan bahwa kampanye pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 275 ayat (1) huruf f dan huruf g dilaksanakan selama 21 (dua puluh satu) hari dan berakhir sampai dengan dimulainya masa tenang.
"Kalau iklan di media massa kan tidak ada hadap-hadapan secara fisik. Tidak ada spanduk yang bertabrakan dengan spanduk lain. Pasti ada perebutan izin pemasangan spanduk di daerah pemilihan, kalau di media massa kan enggak ada masalah," tegasnya.
Ia menambahkan, Bawaslu dan KPU sejatinya tidak membedakan waktu masa kampanye calon legislatif dan presiden dengan kampanye di media massa. Lebih baik, dua sistem jenis kampanye disamakan dan dimulai sejak 23 September 2018.
https://nasional.kompas.com/read/2018/11/05/15463571/ahli-sebut-gesekan-kampanye-lebih-besar-di-lapangan-daripada-di-media-massa