Salin Artikel

Ketua DPR: Hasil Pilkada 2018 Tak Bisa Jadi Barometer di Pilpres 2019

Menurut dia peta koalisi dalam Pilkada Serentak 2018 sangat bervariasi.

“Kita harus sadar bahwa Pilkada 2018 tidak bisa dijadikan acuan secara utuh pada peta Pilpres 2019. Level antara pilkada dan pilpres jauh berbeda. Karakter Pilkada dengan Pilpres adalah berbeda, tidak linier,” Bambang yang akrab dipanggil Bamsoet melalui keterangan tertulis, Selasa (10/7/2018).

Bamsoet mengatakan, hasil Pilkada Serentak 2018 banyak yang mengejutkan publik. Kandidat-kandidat yang didukung partai-partai papan atas tidak seluruhnya memenangkan arena pertarungan Pilkada.

“Kombinasi kemenangan yang terjadi adalah begitu 'cair'. Kombinasi antara dukungan Parpol terhadap Calon Kepala Daerah dan Calon Wakil Kepala Daerah yang begitu fleksibel di lapangan, menunjukkan bahwa Pilkada Serentak 2018 sungguh sulit untuk dijadikan barometer bagi pelaksanaan Pemilu 2019,” ujar Bamsoet.

Hal tersebut, menurut Bamsoet, karena peta koalisi dalam Pilkada Serentak 2018 sangat bervariasi.

“Partai Pemerintah dan Partai Oposisi banyak yang bekerja sama memasangkan calon-calon mereka. Ada yang menang, dan ada pula yang kalah. Ada juga yang memang calon yang didukung parpol yang terbesar memenangkan ajang pertarungan, tetapi itu tidak mutlak terjadi,” ujar politisi Golkar tersebut.

Lebih lanjut, Bamsoet menuturkan, dari Pilkada Serentak 2018 masyarakat dapat belajar bahwa partai politik hanyalah salah satu faktor kecil kekuatan yang menopang kekalahan atau pun kemenangan kandidat dalam pilkada.

“Salah satu kekuatan penting yang menentukan kemenangan adalah siapa kandidat atau figur yang maju. Kekuatan partai belum tentu mencerminkan kekuatan kandidat secara langsung,” kata Bamsoet.

Sementara itu, Bamsoet mengatakan, ada pembelajaran dari Pilkada 2018. Yakni tingkat partisipasi yang tinggi, yang diikuti hampir 80 persen pemilih.

Hal tersebut, kata Bamsoet, akan memunculkan kepercayaan diri bagi setiap Parpol yang meraih kemenangan. Sehingga menjadi modal politik dalam mengarungi pertarungan Pileg dan Pilpres 2019.

“Dan, seberapa tinggi daya tawar mereka (parpol) dalam berkoalisi dengan partai lain dalam memajukan calon presiden ataupun calon wakil presiden. Ini sangat penting dalam strategi politi,” kata Bamsoet.

Selain itu, kata Bamsoet, pembelajaran lainnya dari Pilkada Serentak 2018 adalah bahwa konstelasi politik nasional tidak lagi hanya tergantung kepada keputusan elite politik tingkat nasional semata.

Akan tetapi, harus pula memperhatikan dinamika dan aspirasi yang berkembang di tingkat daerah.

“Pilkada 2018 merupakan sarana penting, bukan sekadar memanaskan dan mengetes mesin partai, melainkan mengecek efektivitas sosok tokoh nasional dalam mengangkat elektabilitas tokoh-tokoh calon kepala daerah dan partai di daerahnya,” ujar dia.

“Jika memang terbukti ampuh, barulah sosok tokoh nasional ini pantas untuk dipertimbangkan untuk melaju di kontestasi politik nasional. Jika sebaliknya, kita harapkan memberikan pentas kepada tokoh yang lebih pantas,” sambung Bamsoet.

https://nasional.kompas.com/read/2018/07/11/08520581/ketua-dpr-hasil-pilkada-2018-tak-bisa-jadi-barometer-di-pilpres-2019

Terkini Lainnya

Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

Nasional
WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

Nasional
Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Nasional
Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Nasional
Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Nasional
KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

Nasional
Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Nasional
Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Nasional
DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

Nasional
Menhub Usul Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Masuk PSN

Menhub Usul Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Masuk PSN

Nasional
SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

Nasional
Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Nasional
Hari Ke-11 Penerbangan Haji Indonesia, 7.2481 Jemaah Tiba di Madinah, 8 Wafat

Hari Ke-11 Penerbangan Haji Indonesia, 7.2481 Jemaah Tiba di Madinah, 8 Wafat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke