Salin Artikel

Purnatugas Artidjo dan Gelombang PK Napi Koruptor

Suryadharma kembali menguji putusan hakim terhadapnya. Bersama pengacaranya, Suryadharma mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung.

"Harapannya ya dapat keadilan. Orang (sebelumnya) diadili bukan diadili dengan peraturan yang benar," kata Suryadharma.

Namun, Suryadharma memastikan ada kesalahan dalam proses peradilan terhadapnya.

"Saya enggak tahu ada kekhilafan atau apa. Tidak mungkin dong orang mengajukan tanpa alasan, lihat nanti ya, sabar," kata Suryadharma.

Sebelumnya, Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menolak permohonan banding yang diajukan Suryadharma Ali. Pengadilan Tinggi justru memperberat hukuman bagi Suryadharma.

Majelis hakim justru menambah hukuman bagi Suryadharma menjadi 10 tahun penjara.

Selain itu, Pengadilan Tinggi juga menambah hukuman berupa pencabutan hak politik Suryadharma selama lima tahun setelah pidana penjara selesai dijalani.

Pada pengadilan tingkat pertama, Suryadharma divonis 6 tahun penjara.

Kurang dari dua pekan sebelumnya, ada dua narapidana kasus korupsi yang mengajukan upaya hukum PK. Mereka adalah mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbanungrum dan mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari.

Anas Urbaningrum

Selain itu, Anas juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 5 miliar subsider satu tahun dan empat bulan kurungan.

Anas juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 57.592.330.580 kepada negara.

Apabila uang pengganti dalam waktu satu bulan tidak dilunasi, maka seluruh kekayaannya akan dilelang. Apabila masih juga belum cukup, ia terancam penjara selama empat tahun.

Anas juga dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak dipilih dalam menduduki jabatan publik.


Siti Fadilah

Dia juga diwajibkan membayar denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan, serta membayar uang pengganti sebesar Rp 550 juta.

Menurut hakim, Siti terbukti menyalahgunakan wewenang dalam kegiatan pengadaan alat kesehatan (alkes) guna mengantisipasi kejadian luar biasa (KLB) tahun 2005, pada Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) Departemen Kesehatan.

Purnatugas Artidjo

Menariknya, permohonan PK yang diajukan ketiga narapidana kasus korupsi itu tak sampai berselang sebulan pasca Artidjo Alkostar secara resmi pensiun dari jabatan Hakim Agung pada 22 Mei 2018 lalu.

Nama Artidjo Alkostar sangat dikenal sebagai hakim "galak" dalam menjatuhkan hukuman. Terutama bagi para koruptor.

Vonis berat menanti terpidana koruptor jika kasasinya atau PK ditangani Artidjo. Ketukan "palu" Artidjo begitu menakutkan bagi para napi koruptor yang mencoba mendapat keringanan hukuman.

Sejumlah kasus korupsi yang melibatkan pejabat dan politisi pernah ditangani Artidjo. Sebut saja Luthfi Hasan Ishaaq, Angelina Sondakh, Akil Mochtar, hingga Anas Urbaningrum.

Meski demikian, Anas dan Siti Fadilah sama-sama membantah pengajuan PK mereka karena hakim Artidjo telah memasuki masa pensiun.

"Oh tidak. Tidak ada hubungannya, karena perkara saya itu kasasinya dipegang oleh Pak Artidjo," ujar Anas saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis pekan lalu.

Menurut Anas, sesuai ketentuan, hakim yang telah memegang perkara kasasi, tidak akan diberikan tugas untuk menangani pemohon yang sama pada tingkat PK. Dengan demikian, menurut Anas, kapan pun PK diajukan, Artidjo tidak akan lagi menangani perkara yang ia hadapi.

Pengacara Siti Fadilah, Achmad Kholidin mengatakan, pengajuan PK tersebut murni karena ada bukti baru atau novum yang ditemukan pada Januari 2018 lalu. Kholidin memastikan PK tidak berkaitan dengan pensiunnya Artidjo.

"Karena novum yang kami ajukan baru di dapat pada akhir Januari 2018. Setelah itu, kami kaji dan teliti, sehingga kami baru ajukan sekarang, memang bersamaan dengan pensiunnya hakim Artidjo," kata Kholidin kepada Kompas.com, Senin.


Koruptor tak tahu malu


Saat ditemui beberapa waktu lalu, Artidjo Alkostar mengungkapan, salah satu hal yang paling membuat dia jengkel adalah saat melihat reaksi para koruptor setelah ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Karena koruptor Indonesia itu kalau ditangkap itu saya paling jengkel, itu masih cengengesan di TV. Itu, kan, menghina rakyat Indonesia," ujar Artidjo.

Artidjo menilai, para koruptor sudah tidak punya budaya malu. Oleh karena itu, ia yakin kalau masih diberikan jalan untuk maju dalam pemilu, para mantan terpidana kasus korupsi akan tertawa senang.

Artidjo juga menilai, salah satu upaya untuk membuat koruptor jera yakni dengan dimiskinkan dan diperberat hukumannya.

Bagi Artidjo, pencabutan hak politik pejabat negara yang melalukan korupsi sudah tepat. Hal itu merupakan konsekuensi yuridis karena mereka telah menyalahgunakan kewenangannya sebagai pejabat publik

Menanggapi munculnya pengajuan PK pasca dirinya pensiun, Artidjo berpesan kepada para Hakim Agung untuk tetap menjaga marwah bangsa Indonesia sebagai negara hukum.

Artidjo meyakini bahwa penggantinya akan lebih baik dari dirinya dalam urusan mengadili para koruptor.

"Berikan kesempatan kepada para hakim agung untuk mengadili. Saya harapkan itu lebih baik," ujar pria 70 tahun kelahiran Situbondo, Jawa Timur itu.

https://nasional.kompas.com/read/2018/06/05/06421661/purnatugas-artidjo-dan-gelombang-pk-napi-koruptor

Terkini Lainnya

Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Nasional
Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Nasional
Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal 'Food Estate'

Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal "Food Estate"

Nasional
Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Nasional
Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke