Salin Artikel

Masyarakat Diharapkan Kritis Melihat Kebijakan Lingkungan Hidup Peserta Pilkada

Bahkan, relasi itu seringkali tak menguntungkan rakyat dan lingkungan hidup.

Oleh karena itu, ia berharap agar masyarakat sipil perlu memperkuat daya kritisnya dalam melihat berbagai kebijakan lingkungan hidup dari peserta Pilkada.

"Agenda politik ini adalah selain kita punya hak pilih, kita bisa menggunakan daya kritis kita ketika misalnya menggunakan hak pilih. Jika tak ada keselamatan rakyat dan lingkungan ya tidak usah mencoblos mereka," kata Khalisa dalam diskusi bertajuk Tambang Tunggangi Politik Indonesia di Kafe Diskaz Rumah Pekerja, Jakarta, Senin (28/5/2018).

Menurut Khalisa, salah satu pendanaan politik yang paling mudah didapatkan adalah dari industri atau perusahaan pertambangan.

Pasalnya, mereka mampu memberikan pendanaan dalam jumlah besar kepada para calon kepala daerah.

Industri atau perusahaan mengharapkan imbalan berupa pemberian atau perpanjangan izin tambang.

"Dia gampang banget didapatkan karena ya tinggal gali bisa dapetin dan diuntungkan regulasi kita yang banyak bolongnya," katanya.

Padahal, kata dia, semangat desentralisasi atau otonomi daerah seharusnya membangun kedekatan antara rakyat dan kepala daerah.

Sehingga ketika ada krisis lingkungan hidup yang juga mengancam keberlangsungan hidup rakyat, kepala daerah bisa bertindak cepat menangani krisis tersebut.

"Kita dulu tahu sentralisasi kekuasaan itu membawa banyak konflik, sehingga desentralisasi pengelolaan SDA di masa itu membawa desentralisasi agar rakyat bisa memiliki kontrol terhadap SDA-nya," ujar Khalisa.

Namun demikian, politik elektoral di Indonesia dibajak oleh kekuatan ekonomi kapitalistik, khususnya industri pertambangan.

Politik elektoral, kata Khalisa, dijadikan celah oleh industri atau perusahaan untuk memanfaatkan calon kepala daerah.

"Meskipun bukan sebagai negara perang, Indonesia hampir setiap hari ada pengungsi ekologis. Nah ini fakta yang harus membuka mata kita, mata kepala daerah dan calon pemimpin bahwa situasi ini perlu diperhatikan," kata dia.

Tak jadi perbincangan utama

Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Jaringan Advokasj Tambang Merah Johansyah.

Ia memandang bahwa persoalan krisis lingkungan hidup akibat kegiatan penambangan belum jadi perbincangan utama oleh calon kepala daerah, baik dalam kampanye atau debat pilkada.

"Mereka hanya membicarakan hal yang populer seperti pendidikan, infrastruktur, kesehatan, tapi mereka tak bicara soal pentingnya penanganan krisis dan kebijakan lingkungan hidup," kata Merah.

Kualitas kampanye politik peserta Pilkada dinilainya telah mengesampingkan persoalan krisis lingkungan hidup.

"Krisis ekologis belum jadi perbincangan para calon kepala daerah. Krisis di berbagai daerah ini sesungguhnya tidak jadi perdebatan ketika debat berlangsung," katanya.

Mengacu pada kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Merah menjelaskan biaya politik untuk menjadi calon kepala daerah tingkat bupati dan wali kota berkisar antara Rp 10 miliar hingga Rp 30 miliar. Sementara untuk mengincar kursi gubernur, dibutuhkan biaya hingga Rp 100 miliar.

"Sementara ketika dicek laporan harta kekayaan mereka hanya berkisar Rp 6 miliar sampai Rp 7 miliar. Ada peluang bagi para sponsor (perusahaan tambang) dan makelar politik memberikan sponsor kepada para calon wali kota, bupati dan gubernur," kata dia.

Merah menganggap jika para peserta kontestasi pemilihan tak peduli menjadikan krisis lingkungan sebagai visi dan misi mereka, maka politik elektoral tak akan membawa perbaikan bagi rakyat dan lingkungan hidup.

"Politik elektoral akan tidak banyak gunanya bagi rakyat yang menghadapi krisis sosial ekologis," kata dia.

https://nasional.kompas.com/read/2018/05/29/09403271/masyarakat-diharapkan-kritis-melihat-kebijakan-lingkungan-hidup-peserta

Terkini Lainnya

8 Kloter Jemaah Haji Indonesia Siap Bergerak ke Makkah, Ambil Miqat di Bir Ali

8 Kloter Jemaah Haji Indonesia Siap Bergerak ke Makkah, Ambil Miqat di Bir Ali

Nasional
Jokowi Terbang ke Bali, Bakal Buka KTT WWF ke-10 Besok

Jokowi Terbang ke Bali, Bakal Buka KTT WWF ke-10 Besok

Nasional
MPR Bakal Safari Temui Tokoh Bangsa, Dimulai dengan Try Sutrisno Besok

MPR Bakal Safari Temui Tokoh Bangsa, Dimulai dengan Try Sutrisno Besok

Nasional
Utarakan Idenya Bareng Maruarar Sirait, Bamsoet: Kami Siapkan Gagasan Rekonsiliasi Nasional Pertemukan Paslon 01, 02 dan 03

Utarakan Idenya Bareng Maruarar Sirait, Bamsoet: Kami Siapkan Gagasan Rekonsiliasi Nasional Pertemukan Paslon 01, 02 dan 03

Nasional
Bamsoet Goda Maruarar Sirait, Qodari, dan Anas Urbaningrum Masuk Golkar

Bamsoet Goda Maruarar Sirait, Qodari, dan Anas Urbaningrum Masuk Golkar

Nasional
Pemerintah Diminta Ambil Kendali Penetapan UKT PTN

Pemerintah Diminta Ambil Kendali Penetapan UKT PTN

Nasional
Indonesia Jadi Tuan Rumah Forum Air Dunia Ke-10 di Bali

Indonesia Jadi Tuan Rumah Forum Air Dunia Ke-10 di Bali

Nasional
Gantikan Yusril Jadi Ketum PBB, Fahri Bahcmid Fokus Jaring Kandidat Pilkada

Gantikan Yusril Jadi Ketum PBB, Fahri Bahcmid Fokus Jaring Kandidat Pilkada

Nasional
APEC 2024, Mendag Zulhas Sebut Indonesia-Korsel Sepakati Kerja Sama di Sektor Mobil Listrik dan IKN

APEC 2024, Mendag Zulhas Sebut Indonesia-Korsel Sepakati Kerja Sama di Sektor Mobil Listrik dan IKN

Nasional
Kebebasan Pers Vs RUU Penyiaran: Tantangan Demokrasi Indonesia

Kebebasan Pers Vs RUU Penyiaran: Tantangan Demokrasi Indonesia

Nasional
Tanggapi Keluhan Warga, Mensos Risma Gunakan Teknologi dalam Pencarian Air Bersih

Tanggapi Keluhan Warga, Mensos Risma Gunakan Teknologi dalam Pencarian Air Bersih

Nasional
Profil Fahri Bachmid Gantikan Yusril Ihza Mahendra Jadi Ketum PBB

Profil Fahri Bachmid Gantikan Yusril Ihza Mahendra Jadi Ketum PBB

Nasional
Ibu Negara Beli Batik dan Gelang di UMKM Mitra Binaan Pertamina

Ibu Negara Beli Batik dan Gelang di UMKM Mitra Binaan Pertamina

Nasional
GWK Jadi Lokasi Jamuan Makan Malam WWF Ke-10, Luhut: Sudah Siap Menyambut Para Tamu

GWK Jadi Lokasi Jamuan Makan Malam WWF Ke-10, Luhut: Sudah Siap Menyambut Para Tamu

Nasional
Hujan Kritik ke DPR dalam Sepekan karena Pembahasan 3 Aturan: RUU MK, Penyiaran, dan Kementerian

Hujan Kritik ke DPR dalam Sepekan karena Pembahasan 3 Aturan: RUU MK, Penyiaran, dan Kementerian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke