Salin Artikel

Polri: Pernyataan Kabareskrim soal Pengembalian Uang Korupsi adalah Opini Pribadi

Ari sebelumnya menyebut, pejabat yang terindikasi korupsi bisa lolos dari jeratan hukum asal mengembalikan uang hasil korupsi.

"Jadi itu adalah pernyataan pribadi dari beliau yang memang perlu dikaji lebih dalam," ujar Setyo di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Jumat (2/3/2018).

Setyo mengatakan, Ari menilai bahwa jika Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menentukan tidak ada kerugian negara dalam suatu laporan, maka tidak perlu lagi diproses hukum.

Hal ini untuk menghemat biaya penyidikan hingga penuntutan yang jumlahnya lumayan besar.

"Indeksnya per kasus korupsi itu sekitar Rp 200 juta. Misalnya, kalau korupsinya hanya Rp 100 juta, tetapi biaya penyidikannya Rp 200 juta, malah negara rugi. Padahal, uang negara yang Rp 100 juta sudah dikembalikan," kata Setyo.

Setyo mengatakan, pernyataan Kabareskrim tersebut perlu dikaji lagi secara mendalam. Ari, kata Setyo, menilai akan lebih baik jika pelaku dikenai hukuman tambahan seperti sanksi sosial.

Meski begitu, saat ini belum ada payung hukum yang mengatur soal penghapusan pidana jika adanya pengembalian uang tersebut.

"Sekarang peraturannya masih perlu dikaji lebih mendalam tentang peraturan-peraturan yang ada. Kalau yang peraturan sekarang, semua ini harus ditegakkan. Korupsi sedikit saja sudah diproses," kata Setyo.

Kementerian Dalam Negeri bersama dengan Kejaksaan Agung, Polri, dan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) sebelumnya menandatangani kesepakatan bersama dalam penanganan aduan korupsi di daerah.

Dalam kesempatan itu, Kabareskrim mengungkapkan, oknum pejabat pemerintahan daerah yang terindikasi melakukan korupsi bisa dihentikan perkaranya jika mengembalikan uang yang dikorupsinya.

"Kalau masih penyelidikan kemudian si tersangka mengembalikan uangnya, kami lihat mungkin persoalan ini tidak kita lanjutkan ke penyidikan," kata Ari di Grand Sahid Jaya, Jakarta, Rabu (28/2/2018).

Meski demikian, penghentian perkara dilakukan sesuai dengan mekanisme yang telah disepakati. Polri atau Kejaksaan Agung terlebih dahulu berkoordinasi dengan APIP untuk melakukan penelitian di internal pemerintahan daerah yang terindikasi korupsi.

Jika APIP hanya menemukan indikasi pelanggaran administrasi, hal itu  akan ditangani di internal kelembagaan.

Sebaliknya, apabila ditemukan unsur tindak pidana, aparat hukum menindaklanjutinya.

"Kalau memang itu pelanggaran administrasi, akan ditindaklanjuti oleh APIP. Kalau memang tindak pidana, APIP akan menyerahkan ke APH, apakah itu nanti Kejaksaan atau Kepolisian," ujar Ari.

Namun, kata dia, kepada oknum pejabat daerah yang terindikasi melakukan tindak pidana korupsi dan berniat mengembalikan uang negara yang dikorupsi, Polri atau Kejagung bisa mempertimbangkan penghentian perkara yang bersangkutan.

Pernyataan Kabareskrim tersebut dikritik berbagai pihak. Wacana itu dianggap bertentangan dengan UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Pasal 4 diatur, pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidana pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.

Sementara Pasal 2 dan 3 mengatur tentang waktu pidana dan denda setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara.

Dengan dasar hukum itu, penyelidikan korupsi oknum pejabat yang mengembalikan uang korupsi tidak bisa dihentikan dan harus tetap berjalan.

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, jika wacana itu dijalankan, hal itu berbahaya lantaran mendegradasi tindak pidana korupsi sebagai extra ordinary crime menjadi tindak pidana biasa saja.

"Berbahaya karena dipastikan akan melahirkan semangat 'korupsi dulu, kembalikan kalau ketahuan'," ujarnya.

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, kesepakatan itu berbahaya lantaran mendegradasi tindak pidana korupsi sebagai extra ordinary crime menjadi tindak pidana biasa saja. "Berbahaya karena dipastikan akan melahirkan semangat 'korupsi dulu, kembalikan kalau ketahuan'," ujarnya

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bahaya! Korupsi Dulu, Kembalikan kalau Ketahuan ", https://nasional.kompas.com/read/2018/03/02/09455721/bahaya-korupsi-dulu-kembalikan-kalau-ketahuan.
Penulis : Yoga Sukmana
Editor : Sabrina Asril

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, kesepakatan itu berbahaya lantaran mendegradasi tindak pidana korupsi sebagai extra ordinary crime menjadi tindak pidana biasa saja. "Berbahaya karena dipastikan akan melahirkan semangat 'korupsi dulu, kembalikan kalau ketahuan'," ujarnya

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bahaya! Korupsi Dulu, Kembalikan kalau Ketahuan ", https://nasional.kompas.com/read/2018/03/02/09455721/bahaya-korupsi-dulu-kembalikan-kalau-ketahuan.
Penulis : Yoga Sukmana
Editor : Sabrina Asril

https://nasional.kompas.com/read/2018/03/02/13124171/polri-pernyataan-kabareskrim-soal-pengembalian-uang-korupsi-adalah-opini

Terkini Lainnya

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apapun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apapun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi Online Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi Online Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode Sejak Menang PIlpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode Sejak Menang PIlpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Nasional
Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Nasional
Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Nasional
Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Nasional
Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke