Salin Artikel

Pengacara Ungkap Kejanggalan Penetapan Kepala BKKBN sebagai Tersangka

Pengacara Surya, Edi Utama, menganggap Kejaksaan Agung keliru telah menganggap kliennya patut bertanggungjawab dalam dugaan korupsi pengadaan alat KB II atau implant tiga tahunan plus inserter tahun anggaran 2015.

Pertama, saat perencanaan proyek tersebut dilakukan, Surya belum menjabat sebagai Kepala BKKBN.

"2014 pak Surya masih di mana? Dari Mei 2015 baru terpilih (jadi Kepala BKKBN)," ujar Edi saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (27/11/2017).

Selain itu, menurut Edi, Pengguna Anggaran tidak bertanggungjawab langsung pada pengadaan proyek, mulai dari proses lelang hingga penetapan harga perkiraan sendiri (HPS).

Ia menganggap pertanggungjawaban seharusnya pada level di bawahnya, yakni kuasa pengguna anggaran.

Hal tersebut merujuk pada Perpres Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

"Seharusnya, kalau kisruh di bawah, paling tinggi kuasa pengguna anggaran. Biasanya level kedua. Tapi PA tidak pernah (dimintai pertanggungjawaban)" kata Edi.

Edi mencontohkan kasus dugaan korupsi pengadaan paket KTP elektronik. Mantan Menteri Dalam Negeri yang saat itu berlaku sebagai Pengguna Anggaran tidak ditetapkan sebagai tersangka, melainkan dua bawahannya di Direktorat Jenderal Kependudukan, dan Pencatatan Sipil, Irman dan Sugiharto.

Selain itu, kata Edi, harga perkiraan sendiri ditentukan oleh level bawah, bukan Surya selaku PA.

"PA tidak pernah tahu menahu secara teknis siapa yamg harus menang, speknya, suplier dari mana, gatau. Namun yang terjadi HPS yang dijadikan dasar untuk tersangkakan klien saya," kata Edi.

Oleh karena itu, Surya melalui tim pengacara mengajukan gugatan lewat praperadilan untuk menguji keabsahan penetapan tersangka.

Sedianya sidang digelar hari ini, namun pihak kejaksaan tidak hadir tanpa keterangan. Sidang diundur hingga pekan depan.

"Menjadi hak hukum bagi klien kami untuk mempertanyakan apakah penetapan tersangka ini sudah seusai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada. Jadi kami menguji di sini, praperadilan, dan nanti kita lihat apa yang diputuskan hakim," kata Edi.

Dalam kasus ini, Kejaksaan menganggap terjadi pemahalan harga dalam pengadaan alat KB tersebut. Diduga, ada persekongkolan dalam penyertaan dan penggunaan harga penawaran.

Mereka dianggap menghiraukan hasil kajian Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang sudah memperingatkan adanya potensi penyelewengan dalam proses pengadaan.

Pengguna anggaran diduga menimbulkan kerugian negara Rp 27,9 miliar.

Penetapan Surya sebagai tersangka merupakan pengembangan dari tiga tersangka sebelumnya. Penyidik telah menetapkan Direktur Utama PT Triyasa Nagamas Farma berinisial YW, Direktur PT Djaja Bima Agung berinisial LW, serta mantan Kasi Sarana Biro Keuangan BKKBN berinisial KT.

Dalam pengadaan alat KB 2015, disediakan pagu anggaran sebesar Rp 191.340.325.000 dari APBN.

Pada saat proses lelang, penawaran harga yang dimasukkan dikendalikan oleh PT Djaya Bima Agung yang juga sebagai peserta lelang. Perusahaan tersebut membuat penetapan harga yang tidak wajar dan menyebabkan rendahnya tingkat kompetensi. 

https://nasional.kompas.com/read/2017/11/27/15255941/pengacara-ungkap-kejanggalan-penetapan-kepala-bkkbn-sebagai-tersangka

Terkini Lainnya

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Abaikan PDI-P, MPR: Tak Ada Alasan untuk Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Abaikan PDI-P, MPR: Tak Ada Alasan untuk Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Pemerintah Tegaskan Tak Ragu Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

Pemerintah Tegaskan Tak Ragu Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Tangani ODGJ di Sumba Timur, Mensos Risma Minta Pemda dan Puskesmas Lakukan Ini

Tangani ODGJ di Sumba Timur, Mensos Risma Minta Pemda dan Puskesmas Lakukan Ini

Nasional
Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club', Jokowi Usul Pertemuannya Dua Hari Sekali

Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club", Jokowi Usul Pertemuannya Dua Hari Sekali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke