Salin Artikel

Fahri Hamzah Sebut Penetapan Tersangka Novanto "Sandiwara" KPK

Novanto sebelumnya kembali ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi proyek e-KTP untuk kedua kalinya.

"Ini karangan-karangan yang tidak ada dasar validnya di dalam hukum," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (13/11/2017).

Fahri menyebutkan, pada awal kasus e-KTP diungkap, KPK menyampaikan bahwa mastermind atau "otak" proyek tersebut adalah politisi Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, Ketua Fraksi Partai Demokrat saat itu Anas Urbaningrum, dan Setya Novanto saat menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar.

Namun, Fahri mempermasalahkan pada perjalanan pengusutan kasus e-KTP justru keterlibatan Nazaruddin dan Anas tak dilanjutkan.

"Keterlibatan Nazar dan Anas mana? Kok, enggak ada? Berani enggak KPK membongkar partai berkuasa di masa itu? Kenapa larinya ke Golkar? Kan, Golkar bukan partai penguasa," ujar Fahri.

Anas kemudian menjabat Ketua Umum Partai Demokrat saat Susilo Bambang Yudhoyono menjabat presiden. Sementara Nazaruddin menjadi Bendahara Umum di bawah kepemimpinan Anas.

Anas dan Nazaruddin sendiri menjadi terpidana kasus korupsi yang ditangani KPK.

Di samping itu, Fahri juga mempermasalahkan kerugian negara akibat kasus e-KTP yang disebut mencapai Rp 2,3 triliun. Menurut dia, kerugian tersebut hingga kini tak terbukti.

Hal itu, kata dia, telah diperkuat dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Fahri menyebutkan, BPK mengatakan tak ada kerugian negara, yang ada hanya pembayaran yang kurang. Sementara BPKP, ujar Fahri, menyatakan bahwa tak ada masalah dalam audit harga pengadaan.

Ia menambahkan, dirinya mendapatkan informasi bahwa ada pimpinan KPK yang menyatakan bahwa Novanto harus diproses hingga masuk penjara.

"Kata mereka, 'Bagi kami Setya Novanto adalah mahkota KPK. Kalau dia tidak dipenjara, hancurlah KPK'," ujar Fahri.

"Itu konfirmasinya datang dari beberapa tempat, kemudian juga Pak Nov istilahnya mengiyakan," katanya.

"Sekarang kasus apa sih ini sebetulnya? Mastermind-nya enggak diungkap, partai penguasa dilindungi, Golkar diburu ketua umumnya, kerugian negara juga enggak ada. Sekarang apa lagi nih yang mau disandiwarakan?" katanya.

Dalam dakwaan terhadap dua pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto, Novanto diduga menjadi pendorong disetujuinya anggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun.

Kesepakatannya, dari anggaran Rp 5,9 triliun, 51 persen anggaran atau sejumlah Rp 2,662 triliun akan digunakan untuk belanja modal atau belaja rill proyek.

Sisanya 49 persen atau Rp 2,5 triliun akan dibagi kepada sejumlah pihak.

Sementara rincian dari 49 persen itu adalah, pejabat Kemendagri direncanakan dapat 7 persen dan sejumlah anggota Komisi II DPR dianggarkan 5 persen.

Selain itu, kepada Novanto dan pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong 11 persen atau senilai Rp 574.200.000.000. Anas dan Nazaruddin juga direncanakan mendapat 11 persen.

Kemudian, sisa 15 persen akan diberikan sebagai keuntungan pelaksana pekerjaan atau rekanan.

Menurut KPK, uang suap dibagi-bagikan terlebih dahulu sebelum anggaran Rp 5,9 triliun itu disetujui di DPR. Cara korupsi seperti itu dikenal dengan praktik ijon.

"Pada dua tahap awal proyek, kami menemukan indikasi yang disebut dengan praktik ijon," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta pada 7 Maret 2017.

(Baca: KPK: Ada Praktik Ijon dalam Kasus Korupsi e-KTP)

https://nasional.kompas.com/read/2017/11/13/12491991/fahri-hamzah-sebut-penetapan-tersangka-novanto-sandiwara-kpk

Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke