Salin Artikel

Beda Cara Paripurna DPR dalam Sahkan UU Pemilu dan Hak Angket KPK...

Dibandingkan dengan rapat paripurna lain, rapat kemarin dihadiri anggota DPR dengan jumlah yang jauh lebih banyak. Tercatat 539 dari total 560 anggota DPR hadir dalam rapat yang menentukan "nasib" mereka pada Pemilu 2019.

Rapat yang dimulai Kamis (20/7/2017) siang pukul 11.05 WIB berlangsung panas begitu pimpinan rapat paripurna, Wakil Ketua DPR Bidang Politik dan Keamanan Fadli Zon membukanya.

Rapat yang sedianya dijadwalkan untuk mengambil keputusan diawali dengan hujan interupsi terkait isu ambang batas pemilihan presiden atau presidential threshold yang sempat menyandera pembahasan RUU tersebut.

Pemerintah sejak awal bersikeras agar presidential threshold berada di kisaran 20 persen perolehan kursi parlemen atau 25 persen perolehan suara nasional dengan alasan untuk memperkuat sistem presidensial.

Usulan pemerintah didukung oleh enam fraksi partai koalisi pemerintah yakni PDI-P, Golkar, Nasdem, Hanura, PPP, dan PKB.

Sementara itu ada empat fraksi yakni PAN, Gerindra, PKS, dan Demokrat yang menginginkan agar presidential threshold dihapus alias 0 persen.

(Baca: Debat "Presidential Threshold" Mengerucut Dua Opsi, Akan Ada Kompromi?)

Menyikapi perbedaan tajam tersebut, pimpinan rapat terlihat akomodatif dengan mendengarkan satu per satu argumen perwakilan fraksi. Mulai dari yang bernada rendah hingga tinggi didengarkan dengan seksama oleh pimpinan DPR.

Anggota Fraksi Nasdem Taufiqulhadi misalnya, dengan keras menyatakan bahwa pihak yang menginginkan agar keputusan terkait lima isu krusial tidak diambil hari ini telah melanggar kesepakatan dan tak pernah mengikuti dinamika pembahasan RUU Pemilu.

Argumen tersebut dibalas oleh pihak penentang yang menginginkan agar presidential threshold 0 persen, yakni Gerindra.

"Kalau mau menggunakan presidential threshold, pertanyaannya mau menggunakan yang mana? Karena yang 2014 sudah digunakan Gerindra saat mencalonkan Pak Prabowo (Subianto) dan PDI-P mencalonkan Pak Jokowi," ujar Muzani.

"Apakah kita mau menggunakan tiket yang telah kita robek yang telah kita gunakan di pertunjukan demokrasi sebelumnya," kata dia.

(Baca: Gerindra Tak Ingin Ada "Voting" Terkait RUU Pemilu)

Setelah pandangan fraksi disampaikan oleh semua partai, waktu menunjukan pukul 14.00 WIB. Karena tak kunjung mencapai kata sepakat, forum lobi dibuka dan rapat diskors.

Forum yang awalnya dijadwalkan berakhir pada pukul 16.00 WIB itu justru berakhir pada pukul 22.15 WIB.

Rapat akhirnya dibuka kembali dengan hujan interupsi. Pada akhirnya rapat berlanjut pada proses voting. Namun sebelum voting dimulai, keempat fraksi yang menolak adanya presidential threshold melakukan walk out.

RUU Pemilu akhirnya disahkan sekitar pukul 00.15 WIB Jumat (21/7/2017) dini hari.

(Baca: Diwarnai Aksi "Walk Out", DPR Sahkan UU Pemilu)

Rangkaian proses Rapat Paripurna pengesahan RUU Pemilu tersebut kontras dengan jalannya rapat paripurna pengesahan hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi.

Saat rapat paripurna penetapan hak angket KPK, pimpinan rapat Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah justru tak banyak memberikan kesempatan kepada fraksi yang tak sepakat dengan usulan hak angket.

Interupsi penolakan hanya sempat diberikan pada tiga fraksi yakni Gerindra, Demokrat, dan PKB.

Sekretaris Jenderal Gerindra Ahmad Muzani bahkan dimatikan mikrofonnya sehingga ia pun maju ke hadapan kursi pimpinan rapat.

Fahri juga tak menghiraukan seruan sejumlah anggota yang hendak menyampaikan interupsi. Alih-alih membuka forum lobi karena rapat tak kunjung mencapai kesepakatan, Fahri justru mengetuk palu sidang tanda disetujuinya hak angket KPK sebagai usulan DPR.

(Baca: DPR Setuju Usulan Hak Angket terhadap KPK)

Watak asli

Direktur Koalisi Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia Syamsudin Alamsyah menilai perbedaan yang muncul antara rapat paripurna pengambilan keputusan RUU Pemilu dengan pengesahan hak angket memperlihatkan keaslian watak anggota DPR.

Syamsudin mengatakan jika ada sesuatu yang mengancam kepentingan secara langsung maka mereka akan langsung merespon secara aktif. RUU Pemilu dinilainya sebagai hal yang sangat penting bagi anggota DPR sehingga hampir dari seluruh anggota DPR hadir.

Karena itu, kata Syamsudin, rapat pun dilakukan secara bertahap dengan mengakomodasi berbagai kepentingan, tak seperti pengesahan hak angket kemarin.

"Jadi kalau mereka ada kepentingan itu mereka langsung mengamankan dan terlibat aktif," kata Syamsudin saat dihubungi, Jumat (21/7/2017).

Sementara itu, Koordinator Divisi Korusi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menilai kekontrasan tersebut membuktikan adanya perbedaan penyikapan DPR terhadap angket dan RUU Pemilu.

"Paripurna kemarin sangat kontras dengan persetujuan angket. Sehingga bukti bahwa proses angket cacat hukum menjadi semakin kuat," ujar Donal.

Sedangkan Wakil Ketua DPR Fadli Zon mewajari perbedaan dua rapat paripurna tersebut. Menurut dia, pengesahan hak angket KPK dan pengambilan keputusan RUU Pemilu merupakan dua hal yang berbeda.

"Kalau paripurna pengesahan hak angket itu kan merupakan bentuk pengawasan DPR terhadap lembaga lain, sedangkan RUU Pemilu ini menyangkut hajat hidup demokrasi dan masyarakat Indonesia," tutur Fadli.

https://nasional.kompas.com/read/2017/07/21/19315751/beda-cara-paripurna-dpr-dalam-sahkan-uu-pemilu-dan-hak-angket-kpk-

Terkini Lainnya

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Nasional
Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Nasional
Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Nasional
Dukung Khofifah di Pilgub Jatim, Zulhas: Wakilnya Terserah Beliau

Dukung Khofifah di Pilgub Jatim, Zulhas: Wakilnya Terserah Beliau

Nasional
Polisi Buru 2 Buron Penyelundup 20.000 Ekstasi Bermodus Paket Suku Cadang ke Indonesia

Polisi Buru 2 Buron Penyelundup 20.000 Ekstasi Bermodus Paket Suku Cadang ke Indonesia

Nasional
Tanggapi Prabowo, Ganjar: Jangan Sampai yang di Dalam Malah Ganggu Pemerintahan

Tanggapi Prabowo, Ganjar: Jangan Sampai yang di Dalam Malah Ganggu Pemerintahan

Nasional
Tanggapi Prabowo, PDI-P: Partai Lain Boleh Kok Pasang Gambar Bung Karno

Tanggapi Prabowo, PDI-P: Partai Lain Boleh Kok Pasang Gambar Bung Karno

Nasional
Zulhas: Hubungan Pak Prabowo dan Pak Jokowi Dekat Sekali, Sangat Harmonis...

Zulhas: Hubungan Pak Prabowo dan Pak Jokowi Dekat Sekali, Sangat Harmonis...

Nasional
Lapor Hasil Rakornas PAN ke Presiden, Zulhas: Pak Jokowi Owner

Lapor Hasil Rakornas PAN ke Presiden, Zulhas: Pak Jokowi Owner

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke