Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua KPU: RDP Beda dengan Rapat Konsultasi

Kompas.com - 10/07/2017, 20:43 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman menyatakan ada perbedaan mendasar antara Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan rapat konsultasi. Mahkamah Konstitusi (MK) hanya memutuskan soal rapat konsultasi yang hasilnya dinyatakan tak mengikat. 

"Kalau rapat konsultasi yang awalnya itu, khusus dalam membuat Peratutan KPU (PKPU), namanya rapat konsultasi. Tapi kalau RDP kan bisa bahas apa saja. KPU bisa diundang dalam membahas apapun. Membahas anggaran, kegiatan, dan selainnya," ujar Arief di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/7/2017).

Sehingga, dengan dihapuskannya kewajiban rapat konsultasi yang mengikat melalui amar putusan MK Nomor 92/PUU-XIV/2016, KPU akan lebih leluasa dan terbebas dari intervensi dalam membuat PKPU.

Pada Pilkada 2017, KPU sempat bersitegang dengan DPR. Saat menyusun PKPU Pencalonan, KPU didesak DPR memperbolehkan terpidana percobaan mencalonkan diri.

(Baca: MK Putuskan Rapat Konsultasi KPU, DPR, dan Pemerintah Tak Mengikat)

Padahal dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016, seseorang yang berstatus terpidana apapun tidak diizinkan mencalonkan diri. Saat ditanya apakah KPU merasa lega dengan putusan MK tersebut, Arief menjawab pada intinya putusan itu harus dihormati semua pihak.

"Ya ini kan putusan yang harus dihormati oleh siapapun. Dijalankan oleh siapapun. Kalau lega kan semua lega, karena semua sudah bisa menerima. Saya pikir ini bukan sesuatu yang luar biasa. Bisa diterima oleh siapapun," lanjut dia.

Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa hasil dari rapat konsultasi antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan DPR tidak berlaku mengikat.

Hal ini disampaikan Wakil Ketua MK, Anwar Usman dalam sidang putusan uji materi Pasal 9 huruf a UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang digelar di gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (10/7/2017).

(Baca: Putusan MK Diharapkan Tekan Intervensi Politik terhadap KPU)

"Menyatakan, pasal 9 huruf a UU No. 10 Tahun 2016 . . . sepanjang frasa 'yang keputusannya bersifat mengikat', bertentangan dengan undang-undang Republik Indonesia tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat." kata Anwar.

Atas putusan MK itu, fungsi pengawasan yang dilakukan Komisi II DPR terhadap KPU bukannya langsung berhenti. Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy menyatakan fungsi pengawasan DPR terhadap KPU tetap bisa dilakukan dalam rapat dengar pendapat (RDP).

Namun,  dengan adanya putusan MK ini, Lukman mengakui DPR tak lagi bisa terlibat dalam proses KPU menyusun peraturan seperti yang dilakukan dalam rapat konsultasi sebelumnya.

"Kalau dalam terminologi Undang-undang MD3, (RDP) mengikat semua pihak. Bagi Komisi II, mungkin rapat konsultasi yang ditiadakan, tidak ada lagi. Tapi RDP, itu tetap ada. Soalnya RDP diatur di Undang-undang MD3," kata Lukman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/7/2017).

Kompas TV Sudah tepatkah langkah yang dilakukan KPK?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com