JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berencana menemui Presiden Joko Widodo (Joowi) untuk membahas Rancangan Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu) yang hingga saat ini belum selesai.
Pembahasan sejumlah isu krusial berlangsung alot.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menilai, pembicaraan terkait RUU Pemilu tidak perlu melibatkan presiden secara langsung karena sudah cukup melalui para menterinya.
"Saya kira tidak harus ada Presiden, cukup komunikasi kami serahkan dengan teman-teman fraksi," kata Tjahjo, di Gedung Kemendagri, Jakarta Pusat, Senin (3/7/2017).
Tjahjo mengatakan, para menteri terkait sebagai perwakilan pemerintah juga sudah menjalin komunikasi dengan para pimpinan partai politik.
Baca: RUU Pemilu "Deadlock", DPR Akan Ajak Presiden Rapat Konsultasi
"Saya dengan Menko Polhukam dengan Mensesneg juga sudah ketemu sekjen dengan ketua-ketua fraksi, baik informal maupun tidak. Kami tidak lihat (sebagai) partai pemerintah atau tidak, ini masalah bersama," kata Tjahjo.
Melalui musyawarah, Tjahjo optimisitis akan ada titik temu dan kesepakatan antara para pihak.
Meski demikian, lanjut Tjahjo, sikap pemerintah terkait presidential threshold dalam Rancangan Undang-Undang Pemilu tetap pada 20-25 persen.
"Masalah 20-25 persen, dengan segala maaf, (angka tersebut bagi) pemerintah prinsip. Kalau tidak bisa musyawarah ya voting," kata Politisi PDI-P tersebut.
Baca: Pembahasan RUU Pemilu dan Konflik Kepentingan Partai Politik
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan akan mengirimkan surat kepada Jokowi untuk membahas RUU Pemilu.
Salah satu fokusnya terkait poin ambang batas pencalonan Presiden (presidential threshold). Namun, Fadli belum dapat memastikan kapan rapat konsultasi tersebut akan digelar.
"Belum tahu (tanggalnya) nanti kami rapatkan. Tapi yang jelas harus segera kami surati agar persoalan-persoalannya bisa diselesaikan," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senayan, Senin (3/7/2017).