Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pidana Korupsi Diatur KUHP Dinilai sebagai Upaya Mendelegitimasi KPK

Kompas.com - 15/06/2017, 21:22 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho mengatakan pihaknya konsisten untuk menolak diaturnya tindak pidana korupsi dalam Rancangan Undang-Undang KUHP.

"ICW tetap konsisten sampai saat ini kita menolak masuknya delik korupsi di KUHP. Kenapa, karena kalau delik korupsi itu masuk ke KUHP, korupsi sebagai kejahatan luar biasa hilang," kata Emerson, saat ditemui di acara survei SMRC, di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (15/6/2017).

Pihaknya tidak percaya alasan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly bahwa tindak pidana korupsi dimasukan ke RUU KUHP salah satunya karena belum ada lex generalist-nya.

(Baca: Pidana Korupsi Akan Diatur di KUHP, Ini Komentar Pimpinan KPK)

"Kita sendiri enggak terlalu percaya dengan Kementerian Hukum dan HAM. Kenapa, karena Pak Menterinya sendiri kan bukan clear birokrat, dia mewakili juga dari partai politik dan nama Pak Yasonna disebut-sebut juga di proyek e-KTP," ujar Emerson.

Emerson meminta pihak pemerintah tidak terjebak dengan cara-cara pelemahan KPK di luar hal angket seperti memasukan tindak pidana korupsi di RUU KUHP ini.

"Pertanyaannya, apa dasar yang kuat sehingga pemerintah itu setuju dengan tawaran dari DPR. Kan harus ada alasan yang kuat. Kalau sekadar (pernyataan) Yasonna Laoly, itu kita juga pertanyakan obyektivitasnya," ujar Emerson.

Jika tindak pidana korupsi masuk ke RUU KUHP, perbuatan suap menurut dia tidak akan bisa ditangani KPK.

"Jadi kejahatan jabatan dan itu enggak bisa ditangani oleh KPK," ujar Emerson.

"Jadi yang ditangani KPK cuma kasus-kasus, proyek-proyek kerugian negara. Itu yang kita khawatirkan, artinya ini mendelegitimasi," kata Emerson lagi.

(Baca: Pidana Korupsi Diatur dalam KUHP, Ini Alasan Menkumham)

Apabila tindak pidana korupsi tetap dimasukan ke RUU KUHP, pihaknya akan mengajukan Judicial Review.

"Kita sebenarnya berharap DPR, pemerintah khususnya, untuk menarik dukungan RUU KUHP ini," ujarnya.

Kompas TV Jokowi: KPK Tidak Boleh Dilemahkan

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com